Oleh : Iwan Mahmud Al-Fattah
Berkaitan dengan riuhnya nama BIPANG, tiba-tiba muncul pula nama JIPANG yang dihubungkan dengan makanan tradisional. Akibatnya saya pun tergelitik gatal untuk mencoba mengangkat kembali nama ini dalam khazanah sejarah Islam Indonesia..
Sebenarnya kalau ingin membicarakan nama JIPANG itu artinya kita akan jauh kebelakang dimana pada masa lalu ada sebuah daerah yang begitu sangat makmur dan mempunyai kedudukan terhormat pada kesultanan Islam pertama di Jawa yaitu Kesultanan Demak Bintoro. Daerah itu bernama Jipang Panolan.
Bicara tentang tokoh di masa abad ke 16 yang erat kaitannya dengan Jipang tentu tidak lepas akan nama ARYA JIPANG (ARYA PENANGSANG) yang kini daerahnya masuk wilayah Blora Jawa Tengah.
Terlepas kisah hidupnya yang penuh warna warni mungkin sudah banyak orang tahu, sebagian besar mempercayai bahwa beliau adalah sosok kontroversial. Namun tidak sedikit fihak yang tidak percaya akan kisah kisah yang beredar pada masyarakat jawa. Begitu penasarannya sampai sampai seorang novelis sejarah yang bernama Nasirun Purwokartun telah berhasil menulis 5 buku novel sejarah ARYA JIPANG atau ARYA PENANGSANG.
Saya sendiri sampai sekarang masih penasaran siapa sebenarnya "biang keladi" yang telah menulis kisah hitam seorang Arya Jipang, padahal jelas jelas beliau itu adalah santri terbaik Sunan Kudus, bahkan istri istrinya banyak pula keturunan Walisongo. Selain santri terbaik sosok Arya Jipang adalah penganut kuat thoriqoh yang fanatik seperti halnya keluarga besar kesultanan demak dan majelis dakwah walisongo. Dia juga aktif melakukan dakwah di wilayah Sumatra Selatan sampai akhir hidupnya, hal ini juga sekaligus membantah kalau dia tewas di Jipang tepatnya di tepian sungai bengawan solo dalam perang tanding yang "aneh" dan tak masuk akal. Selain Arya Jipang kita juga akan bertemu dengan kisah kisah hitam tokoh seperti Raden Fattah, Raden Bondan Kejawan, Syekh Siti Jenar, Jaka Tarub, Joko Tingkir, Arya Dillah, Fattahillah, Sultan Trenggono, dll...
Bicara tentang kisah hitam "Arya Jipang" rasa rasanya tidak jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh H4818 Petamburan. Mereka sudah merasakan yang namanya difitnah dan diburu sampai mati. Mereka juga pernah merasakan bagaimana harus hijrah dari negerinya karena adanya firnah besar. Mereka juga digambarkan oleh musuh-musuhnya sebagai sosok yang bodoh, tidak tanggung tanggung mereka juga dicap sebagai pemberontak dan pembangkang pada pemerintah yang sah. Watak mereka nyaris tidak ada bedanya, buat mereka "hitam adalah hitam, putih adalah putih". Inilah mungkin yang menyebabkan beberapa fihak tidak sreg dengan gaya dakwah Arya Jipang yang mirip H4818 PETAMBURAN. Sebagai orang yang dibesarkan didunia pesisir sungai yang cuacanya cukup panas, hal itu semakin mempertegas watak khas seorang Arya Jipang. Sekalipun sikapnya yang beprinsip "Islam Putih" namun dia juga membuka diri berdakwah dengan cara lain selama itu tidak merusak ajaran Islam. Artinya dia juga toleran terhadap budaya yang dikembangkan Walisongo yang banyak memberi ruh Islam pada kehidupan di Jawa ataupun seluruh Nusantara. Ketika Arya Jipang masuk ke Jakarta sebagai utusan khusus Kesultanan Demak, sikapnya yang tegas dan mungkin keras terbawa. Namun sebagai seorang penganut Thoriqoh dan juga hafidz Quran Arya Jipang mampu menempatkan dirinya kapan dia berbuat tegas dan keras khususnya terhadap para pengkhianat Islam yang mau bekerjasama dengan orang kafir untuk meruntuhkan Islam. Dia memang sangat benci dengan para penjilat Portugis yang sejak dulu ingin menghancurkan Kesultanan Islam Demak.
Kisah hitam dalam karakter seorang tokoh Islam jika diteliti secara serius memang sering muncul, anehnya sumber asalnya justru bukan berasal dari ulama yang penulis sejarah atau ulama penulis silsilah, kebanyakan justru dari sumber penjajah dan penulis anonim. Anehnya banyak juga yang percaya bahkan meyakini betul sumber sumber tersebut, seolah mereka ingin membeo dengan ungkapan sombong prancis yang mengatakan "No Document No History" kepada Amerika Serikat...
Kembali pada nama Jipang, setelah fase runtuhnya pemerintahan Jipang, namanya kemudian hilang dalam lintasan besar sejarah Islam di Jawa, Jipang kemudian hanya menjadi nama desa biasa...kebesaran nama tokoh tokohnya pun tenggelam dalam sejarah besar kesultanan mataram...para tokoh-tokohnya yang dianggap tewas justru telah hijrah ke negeri asal kakek mereka yaitu Palembang untuk berdakwah dan melebarkan sayap pemerintahan lokal yang berada di desa desa pedalaman sumatra selatan dan kemudian akhirnya meleburkan diri menjadi masyarakat biasa...Arya Jipang atau Arya Penangsang berganti nama menjadi Ratu Shohibul Ma'rifah dan terakhir menjadi Sariman Raden Kuning, adiknya yang bernama Arya Sakti Mataram wafat dan menetap di daerah Desa Surabaya Komering, Patihnya yang bernama Ki Matahun wafat dan menetap dI Gunung Batu komering ulu, iparnya yang bernama Sayyid Umar Baginda Sari wafat dan menetap di Tanjung atap Ogan Ilir, iparnya yang bernama Pangeran Qodi bin Sunan Kudus kembali ke Ke kudus, Putranya yang di Jayakarta, anak anaknya yang di jawa timur menetap dan wafat disana, anak anaknya yang lain terus melebarkan dakwah Islamiah ke wilayah wilayah Sumatra Selatan.
yang ada hanyalah pesan pesan moral agar dalam kehidupan ini janganlah manusia terlalu cinta pada kekuasaan dan harta...
Wallahu A'lam Bisshowwab...