Minggu, 28 November 2021

MENGENAL GELAR DAN ISTILAH UNTUK KETURUNAN NABI MUHAMMAD SAW

 Oleh : Iwan Mahmoed Al Fattah II

Klan (Clan) sering juga disebut kerabat luas atau keluarga besar (marga). Klan merupakan kesatuan keturunan (genealogis), kesatuan kepercayaan (religiomagis) dan kesatuan adat (tradisi). Klan adalah sistem sosial yang berdasarkan ikatan darah atau keturunan yang sama umumnya terjadi pada masyarakat unilateral baik melalui garis ayah (patrilineal) maupun garis ibu (matrilineal). Marga atau nama keluarga adalah nama yang menunjukkan ciri sebagai pengenal seseorang yang menunjukkan asal-usul keluarga dan biasanya diletakkan di belakang nama diri. marga/fam lazimnya digunakan secara kolektif oleh suatu kelompok masyarakat yang terikat dalam suatu sistem kekerabatan dan atau kekeluargaan secara turun-temurun dan merupakan ciri pengenal garis keturunan umum atau kolektif bagi seluruh anggota keluarga/marga/fam tersebut. Contoh dari Marga misalnya Al Attas, Assegaf, Al Haddad, Bawazir, Basalamah, Balfas, Al Katiri, dll. Dalam tradisi Nusantara misalnya, Nasution, Siregar, Tampubolon (Sumatra), sedangkan di Maluku misalnya Latuconsina, Marasabessy, Sangaji, Manuhutu, dll.
Beberapa istilah, gelar atau julukan sering kita dapati pada sebuah keluarga besar yang terdapat di Indonesia terutama yang berhubungan dengan keturunan Nabi Muhammad SAW. Diantara istilah istilah yang pernah kami ketahui misalnya :
Ahlul Bait
Ahlul Bait adalah sebuah istilah yang berarti “orang rumah” atau keluarga. Dalam tradisi Islam itu mengarah kepada keluarga Nabi Muhammad SAW. Terjadi perbedaan dalam penafisran baik Syiah maupun Sunni. Syiah berpendapat bahwa ahlul bait mencakup lima orang yaitu, Ali, Fatimah, Hasan, Husein sebagai anggota ahlul bait (disamping Rasulullah SAW). Sementara Sunni berpendapat bahwa ahlul bait adalah keluarga Rasulullah SAW dalam arti luas meliputi istri-istri dan cucu-cucunya, hingga terkadang ada yang memasukkan mertua-mertua dan menantu-menantunya.
Sayyid /Habib
Menurut Hamka Keturunan Hasan dan Husein dipanggil dengan gelar Sayyid, kalau untuk banyaknya disebut SADAT. Sebab Nabi mengatakan, “Kedua anakku ini menjadi SAYYID (TUAN) dari pemuda-pemuda di Syurga. Disebagian negeri mereka disebut SYARIF, yang berarti orang mulia atau orang berbangsa, kalau banyak disebut ASYRAF. Hamka juga menambahkan, selain dipanggil TUAN SAYYID, mereka juga dipanggil juga dengan gelar H48I8, di Jakarta dipanggil WAN. Di Serawak dan Sabah disebut TUANKU. Di Pariaman mereka disebut SIDI. Mereka telah tersebar di seluruh dunia. DI negeri-negeri besar seperti Mesir, Bahgdad, Syam dll, mereka dipimpin oleh seorang NAQIB, yaitu orang yang bertugas mencatat dan mendaftarkan keturunan-keturunan. Di saat sekarang umumnya telah mencapai 36-37-38 silsilah sampai kepada Sayyidina Ali dan Fathimah (saat ini tahun 2020, kebanyakan sudah berada di generasi 40). Diantara SAYYID atau H4818 yang kita kenal misalnya seperti H48I8ALI BIN ABDURRAHMAN AL-HABSYI KWITANG, H48I8 SALIM JINDAN, H48I8SOLEH BIN MUHSIN AL-HAMID, H4818 UMAR BIN HUD AL ATTAS, H4818 ABDURRAHMAN BIN AHMAD ASSEGAF, H4818 HUSEIN BIN ABUBAKR ALAYDRUS, DLL. Walaupun pernyataan Hamka ini sudah jelas, namun ada beberapa orang yang berpandangan bahwa gelar H4818 menandakan bahwa seseorang yang keturunan Nabi itu telah memiliki pemahaman keagamaan yang sangat baik untuk kemudian dijadikan acuan dalam kehidupan masyarakat, artinya keberadaan seorang H4818 atau H48418 (jamak) betul-betul menjadi Uswatun Hasanah di dalam masyarakat seperti halnya para leluhur mereka terdahulu, sedangkan gelar sayyid tidaklah sama menurut mereka itu, karena seorang Sayyid belum tentu H4818, walaupun sebenarnya faktanya banyak sekali ulama-ulama keturunan Nabi Muhammad SAW terutama yang banyak terdapat di luar Indonesia di depan nama mereka sering ditulis gelar As-Sayyid. Tapi perbedaan pandangan bukanlah hal yang harus dibesar-besarkan karena pada intinya gelar-gelar itu menandakan bahwa dirinya keturunan Nabi Muhammad SAW.
Syarif
Di Mesir anak cucu Rasulullah SAW yang berasal dari Sayyidina Al Hasan maupun Al Husaini disebut Syarif (bentuk jamaknya adalah Asyraf), sedangkan di luar Hijaz sebutan Syarif hanya diperuntukan bagi anak cucu Rasulullah SAW yang berasal dari Al Hasan dan sebutan Sayyid (bentuk jamaknya Sadat) bagi anak cucu beliau yang berasal dari cucu beliau Al Husein. Dalam sejarah kesultanan di Nusantara gelar Syarif ini banyak digunakan Sultan-sultan keturunan Alawiyyin seperti Kesultanan Siak Indrapura Riau, Kesultanan Kubu Kesultanan Al-Kadriah Pontianak, bahkan hingga sekarang gelar Syarif masih digunakan oleh para keturunan Kesultanan-kesultanan tersebut. Kemungkinan besar ini adalah pengaruh dari para Syarif Mekkah yang memang sejak dulu mempunyai hubungan baik dengan para ulama, sultan dan juga ahlul bait yang ada di Nusantara. Perhatian Syarif Mekkah kepada masyarakat Nusantara sangatlah luar biasa, ini dibuktikan dengan banyaknya orang-orang Nusantara bermukim di kota suci tersebut bahkan mengajar di Masjidil Haram. Syarif Mekkah adalah keturunan Sayyidina Hasan, mereka berkuasa di Mekkah selama kurang lebih 700 tahun sampai kemudian tahun 1925 Syarif Mekkah terakhir yaitu Syari Ali bin Husein kekuasaanya direbut oleh Ibnu Saud sehingga keluarga beliau harus hijrah ke Yordania dan beberapa negara Arab lainnya.
Syarifah
Merupakan salah satu gelar kehormatan dari Aceh yang diberikan kepada orang-orang yang merupakan bagian dari keturunan Nabi Muhammad SAW, yang sampai sekarang banyak diikuti oleh masyarakat. Gelar ini biasanya ditujukan kepada wanita keturunan Rasulullah SAW. Sebagian juga ada yang menulis Sayyidah atau Hababah.
Wan
Wan adalah gelar bangsawan dari keturunan Arab yang digunakan pada masyarakat Riau (daratan).
Syekh
Secara khusus dalam agama Islam gelar tersebut digunakan untuk menyebut ahli-ahli agama Islam di berbagai bidang seperti para faqih, mufti dan muhadits. Dalam tarekat sufi, syekh adalah gelar kehormatan bagi seorang yang telah memperoleh izin pemimpin tarekat untuk mengajarkan, membimbing dan mengangkat para murid dari tarekat tersebut. Di Indonesia gelar syekh biasanya digunakan oleh para mubaligh keturunan Arab atau para ulama besar dan ahli agama Islam baik yang menyebarkan faham Ahlusunnah Wal Jamaah maupun faham yang bersifat tassawuf. Diantara yang pernah kita ketahui misalnya nama Syekh Datuk Kahfi, Syekh Siti Jenar, Syekh Syarif Hidayatullah.
ISTILAH LAIN DI INDONESIA UNTUK KETURUNAN NABI MUHAMMAD SAW YANG JARANG DIKETAHUI MASYARAKAT
Yik/Yek : Di Wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur bahkan juga kawasan Lombok ? istilah tersebut banyak ditemukan. Istilah ini menurut pengamatan kami diberikan kepada putra seorang H4818 yang mempunyai pengaruh kepada masyarakat karena kezuriahannya dan juga karena keilmuwannya.
Ayip : Istilah ini bisa ditemukan pada masyarakat Palembang dan beberapa wilayah Sumatra Selatan. Pada masa lalu bahkan mungkin sampai hari ini Palembang dikenal sebagai salah satu kantong wilayah terbesar keturunan Nabi Muhammad SAW. Begitu banyaknya mereka bahkan sampai ada yang mengatakan jika Palembang adalah Hadramaut Kecil. Istilah Wong Ayip (atau Orang Ayip) buat Keluarga penulis adalah tidak asing karena ini nanti berkaitan dengan sejarah Kesultanan Palembang dan Demak. Penulis sendiri sudah berapa kali berkunjung kesana dalam rangka napak tilas. Istilah Ayip bukan merupakan hal yang asing untuk menyebut keturunan Nabi Muhammad SAW terutama mereka yang ditujukan kepada keluarga besar Hadramaut yang datang pada abad 17 18 19 saat jayanya Kesultanan Palembang Darussalam.
Pada Keturunan-Keturunan Walisongo baik yang ulama atau Sultan pemakaian gelar kezuriahan sudah menyesuaikan dengan kondisi dan budaya masing-masing. Perlu diketahui bahwa Walisongo dan beberapa Kesultanan di Nusantara selain melalui jalur Al Faqihil Muqaddam (Al Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Shohib Mirbath) nasabnya banyak yang bersambung kepada nama As-Sayyid Husein Jamaluddin Jumadil Kubro (Wajo) bin Sultan Ahmad Syah Jalaludin (India) bin Abdullah Amir Khan (India) bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammul Faqih bin Muhammad Shohib Mirbat Baalawy Al Husaini. Beberapa contoh misalnya ada sebagian ulama yang menggunakan gelar Raden (terutama mereka yang ada di Jawa dan Sunda). Di Palembang misalnya keturunan Kesultanan Palembang dan juga Keturunan Sunan Giri, Sunan Ampel, Sunan Gunung Jati, Sunan Kudus, Fattahillah maka akan kita akan temukan gelar Kemas, Masagus, Kiagus. Dalam tataran Kebangsawanan di Kesultanan bahkan banyak Keturunan Nabi Muhammad SAW diberikan gelar Pangeran karena status sosialnya yang dianggap tinggi. Di wilayah Banten maka kita akan juga temukan gelar Tubagus dan untuk perempuannya gelar Ratu. Di Cirebon misalnya keturunan Sunan Gunung Jati banyak yang menggunakan gelar Elang…Tentu untuk penisbatan gelar-gelar tersebut tidaklah sembarangan karena di masing-masing keluarga mereka biasanya ada pencatat atau pemelihara nasab. Semua Kesultanan Islam Nusantara biasanya selalu konsen dalam pemeliharaan nasab, sehingga tidaklah mengherankan jika antara satu kesultanan dengan kesultanan sering berbesanan, atau antara Kyai satu dengan kyai lain saling berbesanan, dan itu terus berlangsung dari satu generasi ke generasi lain. Jika anda mau mempelajari garis keturunan para Kyai Kyai Besar di Indonesia maka kita akan mendapati fakta-fakta yang luar biasa. Sayangnya kesadaran akan pengetahuan tentang garis keturunan ini sudah banyak yang melupakan bahkan tidak sedikit yang menganggap remeh, sehingga tidak sedikit fihak fihak yang kemudian mengalami mati obor terhadap garis keturunannya sendiri, padahal terdapat hikmah besar jika kita mengetahui akan adanya garis keturunan. Mungkin saja adanya hal ini karena dahulu datuk-datuk mereka telah menutup diri akan identitasnya karena khawatir akan diburu oleh penjajah yang memang sangat membenci Keturunan Nabi Muhammad SAW yang dianggap sering menjadi pemimpin-pemimpin perlawanan.
Bersambung ….
Wallahu A’lam Bisshowab…
Sumber Penulisan :
Buku Kiprah Orang Arab Di Nusantara Oleh Iwan Mahmoed Al Fattah, Penerbit Ladang Kata Jogyakarta, 2019.