Minggu, 28 November 2021

MENGENAL BANI ALAWI (KETURUNAN NABI MUHAMMAD SAW DI INDONESIA)

Oleh : Iwan Mahmud Al-Fattah
Inilah salah satu Bani yang paling terbanyak yang ada di Indonesia, Mereka adalah keturunan dari Imam Alwi Al-Mubtakir bin Ubaidhillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa Arrumi bin Muhammad An Naqib bin Ali Al-Uraidhi bin Jakfar Ash-Shodiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zaenal Abidin bin Husein binti Fatimah binti Rasulullah SAW. Secara nasab Imam Ahmad Al-Muhajir adalah keturunan dari Imam Jakfar Asshodiq yang keatasnya sampai kepada Sayyidina Husein, sehingga dapat dikatakan jika mereka ini adalah Keturunan Sayyidina Husein atau yang sering disebut Al-Husaini. Imam Jakfar Asshodiq adalah Imam Besar pemimpin para ulama ulama dan Ahlul Bait yang sangat dihormati karena akhlak dan keilmuannya. Dari beliaulah nanti banyak menurunkan Ahlul Bait jalur Al Husaini termasuk nanti adalah Bani Alawi (Alawiyyin).
Bani Alawi adalah nasab yang mendapat keistimewaan karena dalam rangkaian nasabnya terdapat Sayyidah Fatimah Azzahra RA. Adanya nama Sayyidah Fatimah Azzahra RA berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang menegaskan jika Sayyidah Fatimah Azzahra RA adalah bagian nasab atau penyambung keturunan Rasulullah SAW. Dan kedudukan seperti nasab seperti ini hanya terdapat pada Sayyidah Fatimah Azzahra dan tidak untuk wanita yang lain setelah masa beliau.
Imam Ahmad Al-Muhajir sendiri dalam sejarahnya hijrah dari Irak menuju Hadramaut pada tahun 860 M. Keturunannya selanjutnya banyak yang mempunyai peranan penting dalam berbagai bidang sosial, politik dan keagamaan. Kelak keturunan Imam Ahmad Al-Muhajir ini banyak yang menjadi ulama dan Sultan/Raja di berbagai Negara. Dakwah keturunan beliau menyebar ke berbagai negara seperti : Afrika Timur, India, Asia Tenggara. Mereka sering disebut dengan gelar Sayyid/Habib/Sidi, Syarifah/Sayyidah. Imam Ahmad Al-Muhajir yang merupakan leluhur utama Alawiyyin termasuk walisongo. Salah datuknya walisongo yang bernama Abdul Malik bin Alwi Ammul Faqih bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Kholi Qosam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidilah adalah keturunan Imam Ahmad Al-Muhajir. Keturunan beliau kelak memberikan pengaruh yang besar di India dan Asia Tenggara. Mereka datang dari Hadramaut ke India pada akhir abad 6 Hijriah.
Dalam sistem pernikahan keluarga ini sangat menjaga betul putri-putri mereka menikah dengan golongan lain terutama dari nasab yang tidak sekufu. Keluarga Besar ini juga terkenal akan penjagaan dan pemeliharaan nasabnya. Budaya menjaga pernikahan ini sampai sekarang masih terus berjalan dengan baik. Dalam perjalanan sejarah yang ada serta berdasarkan pengamatan kami di lapangan konsep Kafa’ah ini juga banyak digunakan oleh kalangan Arab dari keturunan non Alwiyyin. Bagi kami pernikahan seperti ini sah-sah saja walaupun nantinya ada yang tidak sependapat dengan konsep ini. Kafa’ah bila disikapi secara positif hal itu tidaklah berlebihan, karena ini tujuan utamanya untuk adalah menjaga garis keturunan dimana didalamnya terkandung hikmah yaitu nilai-nilai silaturahim. Secara tegas bahkan menurut Sayyid Umar Muhdhor Syahab dari Palembang, bahwa masalah kafa’ah tidak bisa diisepelekan begitu saja oleh kaum muslimin umumnya dan keturunan Nabi SAW, khususnya selagi masih banyak yang belum banyak mengetahuinya atau memahaminya, dan masih ada sementara diantaranya yang menganggao negative terhadap perihal ini.
Tujuan keseimbangan (kafa’ah‘) dalam perkawinan sama dengan tujuan perkawinan, yaitu untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa. Kebahagiaan dalam rumah tangga, tentulah menjadi tujuan yang ingin diperoleh mereka yang mendirikannya. Sangatlah tepat jika pada setiap orang yang berniat mendirikan rumah tangga dan berkeinginan mencapai kebahagiaan hidup di dalamnya, memilih niat yang baik dan senantiasa berupaya semaksimal mungkin untuk mendapatkannya. Untuk itu, diperlukan adanya keseimbangan sebab tujuan keseimbangan dalam perkawinan tidak lepas dari tujuan perkawinan itu sendiri.
Untuk mewujudkan suatu rumah tangga yang harmonis dan tentram diperlukan adanya kafa’ah‘ (keseimbangan dalam perkawinan), karena masalah kafa’ah‘ ini sangat penting dalam masalah rumah tangga. Agar antara calon suami-istri tersebut ada keseimbangan dalam membina keluarga yang tentram dan bahagia. Jika di antara keduanya sudah ada keseimbangan dan kecocokan, maka akan mudah bagi mereka untuk mewujudkan tujuan perkawinan.
Dengan demikian, jelaslah keseimbangan (kafa’ah‘) dalam perkawinan sangat diperlukan untuk mewujudkan keluarga yang tentram dan bahagia. Dan akibat dari tidak adanya keseimbangan dalam perkawinan, keluarga tersebut akan mengalami kegoncangan dalam rumah tangga, karena tidak ada kecocokan (keseimbangan) di antara keduanya.
Diantara sekian banyak dari keturunan Bani Alawi yang kita kenal di Indonesia misalnya seperti Fam Al Haddad, Bin Shihab, Al Jufri, Assegaf, Al Aidid, Bin Jindan, Al Muchdor, Al Azmatkhan, Bilfaqih, Mauladawilah, Al Hinduan, Al Attas, Al Khirrid, Bin Syekh Abu Bakar, Ba’abud, Al Qadri, Al Kaff, Baraqbah, Al Hamid, Basyaiban, Al Habsyi, Alaydrus, Bin Yahya, Bahasyim, Jamalullail, Al Haddar, Al Mashur, Musawa, dan masih banyak lagi yang lainnya, ini baru jalur Bani Alawi, belum lagi Jalur Al Husaini lain. Keberadaan fam-fam tersebut banyak menyebar di wilayah-wilayah Nusantara dari mulai perkotaan sampai ke pedalaman, dahulu diketahui mereka banyak terdapat di Palembang, Aceh, Batavia, Pontianak, Jawa, Borneo, Maluku, Sulawesi bahkan juga di Papua dan Timor Leste. Lebih jelasnya catatan itu bisa kita lihat dari hasil sensusnya Van Der Berg di tahun 1884 – 1886 M. Jika pada masa Van Der Berg saja keberadaan mereka sangat banyak apalagi pada sekarang ini. Belum lagi dengan mereka yang keturunannya sudah berbaur dengan masyarakat pribumi secara turun temurun apalagi leluhur mereka yang datang di abad 16-17-18, belum lagi mereka-mereka yang terdapat di pedalaman yang sulit untuk dilakukan pendataannya karena sarana transportasi.
Keberadaan mereka ini lebih luasnya banyak terdapat pada catatan sejarah para pakar sejarah islam seperti Sayyid Alwi bin Thohir Al Haddad, KH Abdullah Bin Nuh, Hamka, HMH Al Hamid Al Husaini, Prof. Tharick Chihab, Prof.Dr. Naquib Al Attas, juga ditambah dari cerita lisan rakyat atau masyarakat setempat dimana mereka telah banyak memberikan sumbangsih kehidupan terutama dalam bidang keagamaan, sosial, budaya, politik bahkan ketatanegaraan dan it terus berlangsung sampai sekarang…
Bersambung ..
Sumber Penulisan :
Buku Kiprah Orang Arab Di Nusantara yang disusun Oleh Iwan Mahmoed Al Fattah, Penerbit Ladang Kata Jogyakarta, tahun 2019…
Keterangan foto tidak tersedia.