Senin, 23 Februari 2015

BIOGRAFI KYAI HAJI RATU BAGUS SYAH AHMAD SYAR’I MERTAKUSUMA (PAHLAWAN BETAWI YANG TERLUPAKAN, MUFTI LEMBAGA KEADATAN JAYAKARTA)

Sejarah tentang tokoh yang satu ini akan saya tuliskan secara bertahap, karena begitu banyaknya catatan-catatan yang beliau himpun didalam perjalanan hidupnya, sampai sampai saya sendiri bingung mana dulu yang harus saya munculkan. Sebagai seorang pejuang sejati yang mungkin telah banyak dilupakan orang, alangkah baiknya jika nama beliau ini kita angkat kembali dalam khazanah sejarah bangsa ini. Bagi saya pribadi ketika membaca biografi beliau, saya berkesimpulan bahwa beliau ini bukanlah tokoh biasa, beliau bukan hanya milik Betawi tapi beliau juga milik bangsa ini. Saya berani katakan bahwa sosok beliau ini termasuk sosok pejuang besar bagi bangsa ini. Sayangnya kesadaran kita untuk menghargai jasa para pahlawan kita masih minim, akibat  minimya penghargaan kita kepada para bunga bunga bangsa, nama KH AHMAD SYAR”I sendiri banyak yang tidak mengetahuinya, khususnya di Tanah Betawi, sebagian malah lebih tahu Muhammad Husni Thamrin atau Pitung, padahal dua nama yang saya sebut ini adalah berkat jasa  dan andil dari seorang KH AHMAD SYAR’I MERTAKUSUMA ini.

KH Ahmad Syar’i Mertakusuma seperti yang saya baca di beberapa catatan anak dan cucunya serta Kitab Al Fatawi adalah merupakan sesepuh atau ketua Lembaga Adat Jayakarta yang visi dan misinya mengikuti jejak dan ajarannya Rasulullah SAW serta para sahabat. Gelar-gelar yang disandangnya nanti, khususnya yang berkaitan dengan adat dan istiadat Betawi di Jayakarta bukanlah sebuah bentuk fanatisme akan nilai-nilai feodalisme, justru adanya gelar gelar tersebut untuk menjaga nilai-nilai kehidupan dan ajaran Jayakarta yang sebenarnya memakai ajaran dan nilai nilai Islam. Sejak didirikannya Jayakarta oleh Kesultanan Demak melalui Fattahillah, hukum-hukum adat semuanya bersendikan pada ajaran dan nilai nilai Islam Ahlussunah Wal Jamaah seperti yang pernah dibawah Walisongo. Sekalipun pada tanggal 30 Mei 1619 Masehi  Jan Pieterzoon Coon (JP COEN)  mengambil alih Jayakarta dan menggantinya dengan nama BATAVIA, namun semenjak itulah para keturunan JAYAKARTA yang ada di luar Benteng Batavia masih tetap terus dan istiqomah memegang ajaran yang sudah dicanangkan oleh Fattahillah dan penguasa penguasa Jayakarta sebelumnya. Jayakarta jelas sejak dulu adalah Islam dan itu dibuktikan dengan adanya gelar adat yang disandang oleh KH  Ahmad Syar;i Mertakusuma  ini dengan nama GUSTI KHALIFAH BENDAHARA VII. Gelar ini adalah gelar turun temurun, gelar ini sudah ada sejak tahun 1680 Masehi menggantikan fungsi keadatan sebelumnya pasca berpindahnya para keturunan Jayakarta dari Kraton Jayakarta yang telah berubah menjadi benteng Batavia. Pemakaian gelar KHALIFAH menunjukkan jika adat istiadat Jayakarta adalah Islam. Tidak heran sampai saat ini Jayakarta yang kini bernama Jakarta dengan suku Betawinya terkenal sebagai penganut Islam yang kuat dan fanatik, bicara Betawi atau Jayakarta itu adalah bicara Islam.

Sampai pada masanya Kyai Haji Ahmad Syar’i Mertakusuma ini, Lembaga Adat Jayakarta masih terus dipertahankan dan gerakan mereka kebanyakan adalah gerakan jihad fisabilllah untuk melawan penjajah kafir belanda baik itu berupa perlawanan fisik, politik  maupun perlawanan melalui tulisan. Lembaga Keadatan Jayakarta sendiri banyak menghasilkan Mujahidin Mujahidin Jayakarta, yang diantara paling terkenal adalah GERAKAN PENDEKAR PITUAN PITULUNG (PITUNG). Setelah berakhirnya era PITUNG maka muncullah era “PEMBERONTAKAN  KI DALANG  pada tahun 1914 yang salah dedengkotnya lagi-lagi adalah KH AHMAD SYAR’I MERTAKUSUMA ini. Akibatnya sepanjang hidup beliau, beliau tidak lepas dari incaran fihak Belanda.  Namun Allah memang kuasa, sepanjang hidupnya sosok beliau ini selalu lolos, padahal teman teman seperjuangannya banyak yang tertangkap dan ditembak mati atau dihukum gantung Belanda. Sebagai buruan kelas wahid penjajah belanda, sudah tentu menyebabkan beliau selalu melakukan hijrah keberbagai tempat, hingga akhirnya beliau tinggal dan wafat di Palembang Sumatra Selatan, sekarang ini saya sendiri yakin jika di Palembang, tidak banyak yang tahu bahwa ada tokoh besar yang menetap dan dimakamkan disana. Mudah mudahan Fihak Pemda Palembang bisa memperhatikan salah satu pahlawan Betawi yang terlupakan ini.

Inilah biografi atau Riwayat Hidup beliau serta kiprahnya dalam memperjuangkan kemerdekaan Kaum Betawi di Jayakarta dan Bangsa ini..
  • NAMA : SYAH AHMAD SYAR’I
1.Gelar : Ratu Bagus Diningrat (Radin), Wali Al Ahad Gusti Khalifah Kaum Betawi.
2.Gelar Al Haj : Mungga Haji pada tahun 1310 hijriah sampai tahun 1315 Hijriah.
3.Gelar Adat : Gelar Adat sebagai Khulafatussholihin  dengan istilah Adat “Gusti Khalifah Bandahara ke VII telah disandangnya pada waktu beliau berusia 32 tahun, yaitu pada tahun Dal Jum’at Kliwon, tanggal 10 Maulid 1319 Hijriah.
4. Nama Panggilan : Babe Syari’i (artinya Bapak Pembuat peraturan hukun Syara’ Islam/Fiqih). Dalam pengembaraannya di Palembang beliau terkenal dengan nama  BABE BETAWI.

  • II.TEMPAT TANGGAL LAHIR : 


Jayakarta, Kampung Jawa Rawa Sari (termasuk Tanah Tinggi  Pulo Mas Jakarta Timur), Tanggal 8 Rajab tahun 1287 Hijriah
  • PEKERJAAN :
Tani dan Pedagang, kemudian mengkhususkan pekerjaan dalam jabatan Gusti Khalihah Bandahara ke VII.
  •  KELUARGA :
  1. Menikah Pertama kali dengan Siti ‘Ainin bin Radin Ismail Somawijaya dari Tangerang (kini masuk Provinsi Banten). Radin Ismail Somawijaya  terkenal dengan panggilan ENGKONG MAIL atau BABE ANDUNG. Mertua Kyai Haji Ahmad Syar’i ini bekerja di Hotel Des Indes sebagai TOLOK atau Ahli Bahasa Inggris. Radin Ismail Somawijaya ini dahulunya juga pernah menjadi Klasi Kapal dan lama bermukim di Inggris, beliau terkenal sebagai JAGOAN oleh masyakat KAMPUNG PETOJO GANG SCHASE/JL Pembangunan. Dari istrinya yang bernama Ainin ini Kyai Haji Ahmad Syar’i Mertakusuma mempunyai 4 orang anak diantaranya :
    1. Syah Marhum (wafat pada waktu bayi)
    2. Syah Abdul Majid Asmuni, lahir tahun 1900 Masehi.
    3. Syah Sema’un Rameni, lahir tahun 1905 M di Medan Sumatra Utara.
    4. Siti Barkah, wafat usia 2 tahun di Medan.
    5. Menikah yang kedua kalinya dengan Putri Haji Junaidi (adik dari Haji Sholihun) Gang Abu Pecenongan Jakarta Pusat. Haji Sholihun ini terkenal dalam kisah Nyai Dasima. Dari pernikahan ini Kyai Haji Ahmad Syar’i Mertakusuma  mempunyai anak :
      1. Syah Ahmad Basri, Ratu Bagus.
      2. Syarifah Hadijah, Ratu Ayu.
      3. Syah Ahmad Junaidi, Ratu Bagus.
      4. Syah Muhammad Akib, Ratu Bagus.
      5. Syarifah Masmun, Ratu Ayu.
      6. Syarifah Aminah, Ratu Ayu.
      7. Syarifah Masni, Ratu Ayu.
  • PENDIDIKAN ;
  1. Madrasah Al Husna – Jembatan Serong Kampung Jawa Rawasari/Rawamangun Jakarta Timur.
  2. Kyai Al Haji Muhammad Idris Al Haddad Madrasah Baitul Betawi Mekkah Arabia (tahun 1311 – 1314 Hijriah). Di Madrasah ini beliau mempelajari Ilmu Ushuluddin, Ilmu Fiqih, Tassawuf, Ilmu Takwa, Ilmu Sabar dan Ilmu Wara’.
  3. Mempelajari Ilmu Politik dari para Perintis Kemerdekaan, diantaranya ; H.O.S COKROAMINOTO, KH KASMAN SINGODIMEJO di Cempaka Putih Jakarta Pusat dan Dr. GUNAWAN MANGUNKUSUMO, SEMAUN  di Rawa Mangun JAKARTA TIMUR..
  4. Mempelajari Sejarah Kerajaan Pasai di SIPIROK (atas petunjuk  AL HAJ SUTAN SAUTI MUAR MALAYA) kepada seorang AHLI SEJARAH bernama UMAR KHATTAB alias TUANKU SUTAN MARTUA RAJA /GURU NORMAAL SCHOOL.
  5. Belajar menulis huruf Arab Gaya Melayu kepada KH MANSUR – Madrasah AL Mansur Kampung Sawah Lio Jembatan Lima Jakarta Barat.
  6. Belajar Ilmu Pencak Silat SERATUS JURUS kepada berbagai ahli silat di Kawasan Jayakarta dan Bogor dan Cianjur di Jawa Barat. Kyai Haji Ahmad Syar’i Mertakusuma adalah murid guru silat yang bernama ENGKONG INDRA dari KEMAYORAN BENDUNGAN JAGO (Sera’ Cikalang). Kemayoran Bendungan Jago kini berada di Kawasan Jakarta Pusat.
  • PERJUANGANNYA :
  1. Sebagai salah seorang Wali Al Ahad Khulafatussholihin, beliau sudah melakukan tugas “JAJAR TAPAK” (NAPAK TILAS) dibekas-bekas Ikhwanul “Mujahid Jayakarta”, dimana beliau berhasil menyambung kembali tali silaturahim pada waritsun Mujahid (Generasi Pejuang Jayakarta). Tujuannnya ialah untuk  mendapatkan kebulatan tekad demi melanjutkan perjuangan. Pada masa itu keadaan telah menjadi sepi akibat telah gugurnya Pendekar Pituan Pitulung yang bernama Radin Muhammad Ali bin Radin Syamsirin yang merupakan Ketua Gerakan Perlawanan Pitung 1.
  2. Setelah mendapatkan kesepakatan yang bulat, maka dengan ditandai tahun masehi 1906 telah didirikan sebuah organisasi yang bernama PERKOEMPOELAN KEROEKOENAN KAUM BETAWI (PKKB) yang bertempat di GANG SENTOEL PASAR BARU JAKARTA PUSAT.  Adapun Formasi susunan kepengurusannya masih tetap merupakan formasi organisasi Kerapatan Adat, yaitu :
    1. Ketua Umum/ Gusti Khalifah Bendahara ke VII;  KH syah Ahmad Syar’ie Mertakusuma.
    2. Ketua Bidang Imam : Radin Daim Abdurl Karim Nitikusuma.
    3. Ketua Bidang Kesejahteraan dan Pembelaan /Gusti Khalifah Jagabaya : Radin Muhammad Said Jayalaksana
    4. Ketua Bidang Kemakmuran dan Perusahaan Warga/Gusti Khalifah Kertapati ; Radin Abdul Karim (dari Keluarga Somawijaya Tangerang, kini masuk Provinsi Banten)).
    5. Ketua Bidang Sekretariat dan Sosial (‘Amal/Baitul Mal) Gusti Khalifah Kumitir : Radin Sami’un dari Tangerang (kini masuk Provinsi Banten).

  • PROGRAM PERJUANGAN PERKOEMPOELAN KEROEKOENAN KAUM BETAWI (PKKB):


1) Mempersatukan kembali Kaum Betawi di bawah Pembinaan Kaun Betuwe Jayakarta, supaya Kaum Betawi yang sudah bertebaran dan sudah tiada difahami lagi warnanya menjadi satu kerukunan dan ‘Adat Istiadat Kaum Butuwe Jayakarta” yang mulus.

2) Melakukan pertentangan terhadap gejala-gejala yang timbul dalam kurun tahun itu, dimana sudah terdapat kesimpangsiuran istilah BETAWI yang disandangkan kepada KAUM MUHAJIRIN ASING, terutama yang non Islam. Bahwa dengan tegas PKKB menentang aliran KAUM BETAWI dari golongan SNOFLIET dan WIJHAMER.
a. SNOFLIET menyandang IDIOLOGI POLITIK MARXISME – KOMUNISME.
b. WIJHAMER menyandang IDIOLOGI POLITIK NASIONALISMENYA Dr. SOEN YAT SEN. Kemudian terkenal  dengan nama PAH WONGO dengan IDIOLOGI GENERALISMO TSIANG KAI-SEK.
c. Dari fihak Policy Pemerintahan Gemente Batavia, sedang melancarkan Kampanye dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan dar massa rakyat di kawasan BATAVIA dan menindas KAUM PUNTI/ASLI JAYAKARTA yang bernama BETAWI. KAMPANYE itu ialah memberikan penafsiran yang keliru, bahwa BETAWI itu asalnya dari nama BATAVIA. Dengan Idialisme seperti itu fihak Kolonial Belanda akan menciptakan kehidupan SOSIAL BATAVIA seperti Kehidupan SOSIAL DI KOTA SINGAPURA. Mereka akan menggantikan TSAQOFAH ISLAMIAH kepada peradaban baru dari pengaruh Nasrani.

3) Hubungan dengan Kaum Politisi Nasional yang pada zaman itu sudah dirintis    oleh BOEDI OETOMO Cabang Weltervreden sudah mulai akrab. Beberapa kali sudah diadakan pertemuan, antara PKKB dengan pimpinan Cabang Boedi Oetomo dengan bertempat di KAMPUNG KEPU, rumah MUHAMMAD ROYANI, di KAMPUNG KRAMAT KRAMAT, rumah penghulu AL HAJ SYAFRI, dan di Kampung Cikini, rumah M. Zailani. Para pimpinan Boedi Oetomo telah banyak memberikan info bahwa Kerajaan Belanda di Nederland sedang goyah, disebabkan akan meletusnya Perang Dunia  ke I, mereka telah mengadakan rencana,  apabila fihak sekutu Nederland beroleh kekalahan, maka Pejuang Nusantara telah siap untuk MELAKUKAN PEREBUTAN KEKUASAAN atas pemerintahan KOLONIAL NEDERLAND INDIE.

4)Kaum Betuwe Jayakarta dibawah pimpinan MAJELIS AL FATAWI dan  pelaksanaannya oleh PKKB telah mendirikan ORGANISASI PEMBERONTAKAN  yang diberikan nama “KI DALANG”. Jika zamannya PENDEKAR PITUAN PITULUNG (PITUNG)  pemimpinnya terdiri dari 7 (TUJUH) orang, maka pada zaman “KI DALANG” terdiri dari 3 (tiga) orang yaitu :
a. KI SAMA’UN , yang berpusat di Teluk Naga Kampung Melayu Tangerang (kini masuk wilayah Provinsi Banten)
b. KI SYAR”IE (KH AHMAD SYAR”IE MERTAKUSUMA), berpusat di Bambu Larangan Cengkareng Jakarta Barat.
c. KI ABDUL KARIM DAIM, berpusat di Kampung Duri Gang Jamblang.
Pemberontakan “KI DALANG” (asalnya dari istilang DALLA, artinya PENUNJUK, PEMBIMBING,ataupun PEMBINA). Pemberontakan dimulai pada bulan Maulud 1332 Hijriah, ataupun bersamaan dengan bulan Maret 1914 Masehi.
Dengan diletuskannya pemberontakan pada bulan Maret TAHUN 1914 itu telah dapat menggagalkan  aktivitas Partai Komunis, dimana mereka sedang mencari dukungan kepada Kaum  Buruh S.S Kereta Api yang akan dimulai di Tangerang. Sebab jika rakyat yang terdiri dari Kaum Buruh Kereta Api sudah dipengaruhu fihak Komunis, maka berarti perjuangan Kaum Punti/Kaum Asli Bangsa Nusantara akan lumpuh, Alasan itu sebagai berikut :
  1. Kekuasaan  Sosial Politik Boedi Oetomo yang sedang merintis kegiatan kebangsaan Universal Nusantara dikalangan Kaum Ningrat Solo dan Yogya akan lumpuh. Kelumpuhan itulah yang paling diharapkan oleh TUAN HORGRONYE dan VAN DER VLAS. Terutama sejak Gubernur Jenderal J.B Van Heutsz, A.W.F, Idenburg, dan sampai pada jaman itu, G.J J.P. Van Limburg  Stirui (1904 – 1916/1921).
PKI akan menjadikan Kaum Ningrat Jawa sebagai titik bidik yang serius. Jika Kaum Ningrat itu telah kehilangan pedoman hidup karena telah dilanda rakyat yang anti Pejuang dikawasan itu, maka dengan mudah RUMPUN KEADATAN dikawasan lainnya juga menjadi lumpuh.
  1. Kekuatan Sosial Politik Boedi Oetomo Cabang Wiltervreden yang paling banyak dipengaruhi oleh Mujahidin Kaum Betawi Yang Islamistis. Jika PKI pada zaman itu telah mempunyai pengaruh yang kuat, maka rakyat tidak ada lagi yang suka beribadah menurut ajaran Islam, karenanya maka “Jiwa Dendam” kepada penjajah Belanda akan sirna dan jika JAYAKARTA lumpuh, maka lumpuhlah seluruh Jiwa berkorban JIHAD AL WATHON NUSANTARA.
Perlu diketahui, bahwa PKI (Partai Komunis Indonesia) sebetulnya ada di Negeri Belanda dan berkiblat kepada Russia.

5) Melakukan Kegiatan Syiar Keadatan Kaum Betawi Jayakarta, demi menggalang kekuatan Kaum Muslimin supaya Agama Islam tidak dirusak oleh Kolonial Belanda melalui antek anteknya yang sudah mendapatkan Besluit  dari Pemerintah Gemente Batavia.
  1. Setelah Pemberontakan dianggap usai pada tahun 1924, dimana sebagian besar pemimpinnya sudah tertangkap, maka perjuangan “bawah tanah” terus dilakukan dengan cara mengadakan kontak dengan Syah Muhammad Husni  bin  Tabri Thamrin (Muhammad Husni Thamrin).
Terhentinya aksi Pemberontakan disebabkan :
  1. KI Sema’un telah gugur di Kota Tangerang.
  2. Ki Dalang telah dinyatakan sudah tidak ada
  3. KI SYAR’I  telah ditangkap bersama :
1). Radin Abdul Karim Daim Nitikusuma
2). Entong Geger dari Jati Padang, Pasar Minggu Jakarta Selatan.
3). Entong Gendut dari Kampung Condet Jakarta Timur yang bergerak di wilayah Tanjung Barat.

Keempat orang pemimpin Mujahid Jayakarta itu telah dihukum dengan cara dibuang ke Jambi Sumatra.
  1. Selanjutnya  KI Syar’i (KH AHMAD SYAR”I MERTAKUSUMA) berhasil melarikan diri dan kemudian kembali Ke Jawa. Radin Abdul Karim Daim Nitikusuma dipindahkan di Tanjung Pinang. Kemudian terdengar kabar beliau telah wafat pada tahun 1940 dirumah sakit Sungai Liat. Entong Geger telah gugur bersama Entong Gendut dirumah tahanan/Penjara di Jambi. Sedangkan KH Ahmad Syar’i Mertakusuma kemudian melarikan diri Ke Bandung Jawa Barat.  Kemudian beliau tertangkap oleh P.I.D, dan telah dijatuhi “HUKUMAN GANTUNG” di KRAWANG, tetapi tidak sampai meninggal dunia, seterusnya beliau berhasil kembali melarikan diri dan kembali ke Medan Sumatra Utara, dan dari Medan kemudian beliau melarikan diri lagi dan akhirnya bermukim di Palembang Sumatra Selatan sejak tahun 1926. Keluarga yang masih berada di Jayakarta telah hijrah turut bermukim di Palembang Sumatra Selatan. 
SUMBER :

Kitab AL Fatawi, KH Ahmad Syar’i Mertakusuma, Penerbit Lembaga Keadatan Jayakarta Al Fatawi, tahun 1897 s/d 1954
Wangsa Aria Jipang di Jayakarta, Ratu Bagus Gunawan Mertakusuma, Penerbit Agapress Jakarta, 1986.
Inti Sari Kitab Al Fatawi, Ratu Bagus Gunawan Mertakusuma, Penerbit Al Fatawi Jakarta. 1983.