Senin, 11 September 2023

IKRIMAH BIN ABU JAHAL, KEIMANAN MENGAGUMKAN ANAK SEORANG TERJAHAT DI MASA NABI

 Abu Jahal dahulu dikenal sebagai Firaunnya di masa Nabi Muhammad SAW. Abu Jahal adalah musuh ummat Islam saat itu. Kedengkian, kekejaman dan kesadisannya sangat dikenal dimana-mana. Abu Jahal adalah "kunci" perlawanan kafir Quraish terhadap Nabi Muhammad. Abu Jahallah yang menjadi otak dari rencana pembunuhan kepada Nabi. Bahasanya dimata bangsawan kafir quraish dianggap bijak dan dia juga menjadi tempat curhat. Tapi dimata kaum muslimin Abu Jahal adalah momok yang mengerikan dan menakutkan karena sosok ini dianggap raja tega.

Begitu jahatnya Abu Jahal, sampai hari ini untuk menggambarkan sifat orang yang jahat terhadap Islam adalah ketika disebut namanya. Tidak ada satupun manusia di dunia ini yang mau namanya disandingkan dengan "Bapak Kebodohan" dari bangsawan kafir Quraish ini.
Tapi siapa sangka dibalik jahatnya seorang Abu Jahal, salah satu putranya yang bernama Ikrima telah menjadi pahlawan besar Ummat Islam dalam perang Yarmuk. Perang yang sangat menentukan hidup matinya ummat Islam saat itu. Perang yang mendebarkan yang nyaris membuat kaum muslimin mengalami kekalahan karena kekuatan musuh yang luar biasa besarnya...Kekuatan musuh yang berasal dari Kekaisaran Romawi Timur berjumlah 240.000 sangat jauh dengan pasukan Islam yang hanya berjumlah 36.000 saja...
Namun berkat keberanian dan kehebatan Ikrima, perang ini secara menakjubkan berhasil dimenangkan ummat Islam. Ikrima di saat saat genting, dimana pasukan Islam mengalami kelelahan fisik dan mental, tiba-tiba mengeluarkan ide tidak masuk akal, dimana dia nekat membentuk pasukan berani mati kurang lebih 400 orang ! Tindakannya ini ditegur keras kholid bin Walid ! Kholid berkata, "kalau anda mati, maka pasukan Islam akan jatuh mentalnya !' Posisi anda sangat penting bagi pasukan kita ! Tapi Ikrima menjawab, bahwa dia dulu pernah menjadi musuh besar Rasulullah SAW maka dia akan menebusnya dengan mati syahid...Ikrima bersikeras ngotot untuk maju menyerbu sampai jantung ke pertahanan musuh dengan tujuan mati syahid. Dia berorasi semangat dan mengajak pasukan Islam mengikuti jejaknya, lisannya yang fasih, orasinya yang menggelegar telah membahana di seantero pasukan Islam, dia juga menggambarkan betapa indahnya kematian syahid hingga akhirnya terkumpullah 400 orang yang siap menyongsong syahid di medan pertempuran.
Saudaraku.....Ikrima Sang Pemuda keras hati, dengan pasukan berani matinya berjumlah kurang lebih 400 orang, akhirnya mampu memporak porandakan sampai kepada barisan inti pasukan musuh. Ribuan anak panah yang dilesatkan oleh pasukan Romawi tidak membuat mundur pasukan muslim yang dipimpinnya. Ikrima bahkan ketika kudanya mati tertancap puluhan anak panah, langsung turun dan maju terus dan mengamuk menghajar pasukan pasukan terbaik Romawi. 400 pasukan berani yang dipimpinnya juga ikut menggila. Ratusan ribu pasukan Romawi panik dan kaget melihat keberanian pasukan Islam. Gema takbir membahana dimana-mana. Nyali pasukan Romawi yang dikenal hebat bergetar melihat ada 400 orang maju seperti buldozer tanpa takut mati apalagi dengan diiringi teriakan takbir dimana-mana..Ribuan anak panah, ribuan tombak dan alat alat senjata lainnya tidak membuat Ikrima dan pasukannya mundur sejengkalpun. Justru anak panah yang jumlahnya ribuan itu dihadapi dengan tenang dan berani...
Keberanian Ikrima dan pasukan beraninya benar benar telah membuat pasukan Islam yang tadinya nyaris runtuh mentalnya, langsung terbakar ! Melihat pasukan Romawi yang mulai kocar kacir, akhirnya Sang Jendral Kholid bin Walid memerintahkan pasukan Islam untuk ikut maju menerjang bersama diiringi teriakam takbir dimana mana....
Pasukan Islam maju menerjang pasukan Romawi yang mulai runtuh mentalnya karena mendapatkan serangan mematikan dan mengagetkan dari Ikrima Sang Pioneer pertama pencetus pasukan mati dalam sejarah Islam. Jumlah 240.000 runtuh mentalnya oleh 400 pasukan berani mati yang spektakuler ini...
Allahu Akbar....Kemenangan akhirnya berhasil diperoleh. Pasukan Romawi yang dikenal tangguh dan ahli dalam setiap pertempuran harus menerima kenyataan jika dalam perang Yarmuk mereka kalah.
Ummat Islam haru dan bahagia, karena siapa sangka dengan kekuatan sedikit, mampu mengalahkan negara super power yang hebat, semua karena rasa keimanan mereka yang tinggi...
Sang Jenderal tempur, Khalid bin Walid setelah usai pertempuran langsung memerintahkan untuk segera mengurus jasad jasad para syuhada yang bergelimpangan. Kholid juga memerintahkan untuk mencari dimana keberadaan Ikrima bin Abu Jahal.
Akhirnya ditemukanlah tubuh Ikrima dalam kondisi luka parah dan kehausan. Ikrima minta dibawakan air...kholid bin walid menangis melihat keadaan sahabat sejatinya itu...namun Ikrima tersenyum karena dia merasa yakin bahwa apa yang dilakukannya telah membuat "Rasulullah SAW tersenyum".
Disaat Ikrima sedang mengalami sakratul maut dan gelas air sudah hampir diminum, tiba tiba disampingnya ada sahabat yang juga kehausan dengan kondisi luka yang juga parah, Ikrima langsung membatalkan minumnya dan kemudian memberikan kepada sahabat tersebut. Disaat sahabat itu pun mau minum, tiba-tiba ada lagi sahabat yang lain minta minum, akhirnya gelas yang berisi air tersebut diberikan kepada sahabat ke 2 tersebut. Tapi belum berhenti, ternyata ada lagi yang kehausan, akhirnya sahabat ke 2 memberikannya kepada yang ke 3.
Tidak lama akhirnya Ikrima gugur sebagai Syuhada besar...pecahlah tangis kholid bin Walid dan para sahabat lain karena wafatnya Sang Petarung Sejati anak seorang yang dulu pernah menjadi musuh besar kaum muslimin. Kholid bin Walid bahkan "iri" kepada Ikrima karena dia berhasil memperoleh mati syahid, sebuah kematian yang diidam idamkan dirinya..
Saudaraku....Ikrima telah mengajarkan kita, bahwa keimanan seseorang adalah Allah yang menentukan, hidayah adalah misteri, hanya Allah yang berhak memilih dan memberikan kepada orang yang DIA kehendaki. Sejahat apapun Abu Jahal, ternyata Allah punya kehendak dengan menjadikan anaknya menjadi seorang pahlawan besar.
Ikrima adalah patriot sejati ummat Islam, keberaniannya, keteguhannya, kecerdasannya, kecintaanya terhadap Islam telah menghapus semua kesalahannya di masa lalu. Dia tidak malu sebagai anak Abu Jahal, justru dia terpacu untuk membuktikan bahwa Ikrima adalah Ikrima, Abu Jahal adalah Abu Jahal. Jika kematian ayahnya adalah seburuk buruknya kematian, maka kematian Ikrima adalah sebaik-baik kematiannya....
Ikrima....From Zero To Hero...
Alfatehah untuk Sang Pelopor Pasukan Berani Pertama Kaum Muslimin....
"Dari berbagai sumber"

AYAHNYA GEMBONG KAFIR, ANAKNYA KECINTAAN NAB

 *(Durroh binti Abu Lahab, Utbah bin Abu Lahab, Mu'attab bin Abu Lahab)*

Mempelajari sejarah Nabi Muhammad SAW rasa-rasanya tidak akan pernah selesai, karena selalu saja ada kisah-kisah menarik..
Menyebut nama Abu Lahab, tentu kita semua faham siapa manusia yang satu ini...dia adalah satu dari Gembong Quraish yang memusuhi Rasulullah ketika berdakwah. Tingkahnya yang sarat permusuhan dengan Rasulullah bertambah jadi dengan dukungan istrinya yang bernama Ummu Jamil adik Abu Sofyan...suami istri ini 11 - 12 dalam memusuhi Nabi Muhammad SAW. Padahal jika dilihat sejarahnya, Abu Lahab termasuk orang yang paling bahagia menyambut kelahiran Nabi, bahkan dia sampai membebaskan seorang budak. Tapi ketika Nabi Muhammad berdakwah dialah Provokator terbesar bersama Abu Jahal. Mereka ini duet maut pembenci dakwah Nabi.
Secara silsilah Abu Lahab adalah paman kandung Rasulullah SAW. Nama aslinya Abdul Uzza bin Abdul Mutholib. Dialah satu-satunya paman Nabi yang paling gigih menentang ketika dakwah Islam menyinari Makkah. Seperti mengulang kisah-kisah para Nabi terdahulu, bahwa tantangan dalam berdakwah sebagiam datang dari keluarga sendiri. Jika Nabi Adam berhadapan dengan Qobil, Nabi Nuh dengan Kan'an, Nabi Luth dengan istrinya, Nabi Musa dengan ayah angkatnya, maka Nabi pun diuji dengan hadirnya Abu Lahab yang merupakan pamannya.
Begitu jahatnya sosok Abu Lahab, sampai saat ini siapapun orangnya, tidak akan sudi disandingkan namanya dengan manusia yang setara dengan Abu Jahal ini. Turunnya Surat Al Lahab semakin mempertegas betapa jahatnya gembong kafir quraish ini. Kematian sosok kepala batu ini bahkan mengerikan, seluruh tubuhnya terkena penyakit kulit yang mematikan dengan bau busuk yang luar biasa. Mayatnya bahkan tidak ada yang berani menyentuh karena bau busuk....jasadnya bahkan dikubur dengan didorong dengan kayu setelah itu ditimpuki dengan batu kerikil. Sampai saat sekarang ini tempat dikuburkannya Abu Lahab seolah-olah ikut terbawa "aura jahatnya". Beberapa youtuber bahkan mengatakan bahwa kubur dekat abu lahab ada aroma busuk.
Tapi dibalik jahatnya Abu Lahab ini, ternyata Allah telah memberikan pelajaran berharga kepada kita, bahwa dari sosok yang luar biasa jahatnya di masa Rasulullah SAW ini, ternyata mempunyai putra putri yang justru masuk Islam. Keislaman mereka bahkan telah membuat Rasulullah SAW bahagia. Bahkan salah satu putri Abu Lahab yang bernama Durroh mendapat pembelaan khusus ketika mendapat perlakuan yang tidak mengenakkan dari beberapa wanita Bani Zuraiq di Madinah ketika diketahui bahwa Durroh anak Abu Lahab...
Durroh adalah wanita tangguh karena dengan adanya bekal seadanya dia melakukan hijrah ke Madinah yang jarak tempuhnya 450 km. Dia tinggalkan semua kesenangan, harta serta keluarganya demi mengikuti jejaknya. Makanya beliau Rasulullah SAW sangat marah begitu mendengar Durroh mendapatkan kata kata menyakitkan. Mereka menyamakan dirinya dengan Abu Lahab. Diantara perkataan mereka misalnya, "Hei kamu anak Abu Lahab, ngapain ikut hijrah, gak penting banget.....!'
Rasulullah SAW pun ketika mendengar curhatan Durroh yang bersedih, akhirnya kemudian mengingatkan kaum muslimin dan muslimatnya agar tidak mencela atau mengghibah keluarga Abu Lahab. Sejak Rasulullah SAW berkata seperti itu, sejak saat itu tidak ada yang berani berbicara tentang Abu Lahab demi menjaga perasaan Durroh dan Rasulullah SAW...
Dua anak Abu Lahab yaitu Utbah dan Muattab bahkan dengan keislaman mereka telah membuat Rasulullah bahagia. Mereka bahkan pernah menjadi pahlawan perang Hunain dan thoif. Sejengkal pun mereka tidak mundur dari medan pertempuran meskipun saat itu terjadi kekacauan. Darah keberanian Bani Hasyim ternyata masih melekat pada diri mereka.
Sekali lagi kita belajar, bahwa jika Allah sudah berkehendak, maka semua pasti jadi dan bisa....hidayah adalah misteri, siapa sangka anak seorang yang sangat jahat pada Nabi namun dari dirinya kelak menurunkan wanita yang solehah dan pria pria pejuang Islam...
"Kita jangan pernah mencela seseorang yang hidup hanya karena orang yang mati"
Semua tanggapan:
Mashel Yuri, Imron El Irvan dan 15 lainnya

MENYIKAPI POLEMIK TENTANG KEBERADAAN ZURIAH WALISONGO

 Beberapa bulan belakangan ini jagat permedsosan sedang ramai dan hiruk pikuk tentang pro dan kontra akan keberadaan KETURUNAN WALISONGO. Disatu sisi ada yang mengakui keberadaannya, difihak lain ada yang mengatakan telah terputus. Adanya kedua pendapat ini sering dipertemukan dalam forum-forum yang membahas sejarah dan nasab. Jangan ditanya bagaimana perdebatan itu berlangsung, caci maki dan saling hina banyak kami temukan, namun tidak sedikit pula mereka berdebat dengan data-data ilmiah yang dimiliki oleh fihak masing-masing. Perdebatan tidak hanya berkutat pada kata kata atau sekedar narasi saja, bahkan juga sudah sampai kepada pelecehan fisik, bagi beberapa orang, belum dianggap sah jika keturunan Nabi tidak sesuai dengan anggapan umum bahwa zuriah Nabi mutlak harus memiliki fisik seperti orang Arab pada umumnya misalnya berhidung mancung dan ganteng serta berpakaian layaknya seperti orang Arab. Lantas bagaimana mereka yang sudah berasimilasi ratusan tahun di berbagai negara seperti di Indonesia ? Apakah HAK MUTLAK keturunan Nabi hanya boleh dimiliki oleh segolongan fihak tertentu sampai sampai kalau ada jalur lain tidak diakui ? Padahal jika dipelajari secara mendalam penyebaran ahlul bait itu sudah berlangsung lama di negeri ini, mulai dari Timur sampai Barat Nusantara...

Bagi yang tidak terbiasa dengan dunia ilmu nasab dan ilmu silsilah perdebatan demi perdebatan mungkin akan membuat mereka jenuh bahkan jengkel karena seringnya kedua fihak saling serang, dan ini sudah menjadi pemandangan sehari hari terjadi di dunia medsos sejak tahub 2010 sampai hari ini. Di fihak lain sebenarnya ada juga fihak fihak yang memberikan nasehat hakekat dari ilmu nasab, namun nampaknya hal tersebut belum efektif.
Perdebatan, diskusi bahkan sampai intimidasi terus berlangsung dan menyebabkan beberapa fihak mendirikan organisasi atau lembaga nasab masing-masing dikarenakan lembaga nasab yang ada dianggap masih belum menampung aspirasi beberapa fihak. Betapapun demikian hal tersebut ternyata juga belum selesai begitu saja, gesekan-demi gesekan tetap terjadi baik itu di medsos maupun di lapangan. Beberapa kyai dan habaib bahkan ikut turun tangan berusaha menangani dan menyelesaikan hal tersebut, namun kisruh nasab ternyata masih terus berlangsung, puncaknya adalah ketika terbitnya tulisan Kyai Imaduddin Usman yang membahas tentang Imam Ubaidillah yang menurut penelitian ilmiahnya tidak ada namanya sebagai putra Imam Ahmad Al Muhajir (yang secara tidak langsung itu berarti semua nasab kesultanan ahlul bait nusantara tidak ada), disusul pula Gus Fuad Plered yang bersikap keras dengan kata² frontal yang “menyerang” habaib karena mungkin dia kesal karena mendapatkan informasi demi informasi yang mungkin telah mendeskreditkan Walisongo dan keturunannya . Tentu saja hal-hal tersebut mendapat tanggapan, maka muncullah pendapat HRS dan Habib Bahar yang mengutif kitab rujukan mereka, yang oleh sebagian fihak tentu akan diikuti mengingat mereka dianggap sebagai tokoh penting Alawiyyin. Namun sudah selesaikah hal tersebut ? Belum ! karena lagi-lagi di berbagai grup, hal tersebut justru menjadi ramai apalagi sekarang menjadi viral di sosial media. Fihak zuriah kesultanan dan zuriah Wali Songo tentunya juga tidak akan menerima hujjah yang mengatakan nasab mereka palsu atau terputus. Saya pun akhirnya beberapa minggu ini dihujani berbagai pertanyaan dan keluh kesah dari beberapa sahabat yang nasabnya berasal dari kesultanan dan wali songo.
Bila diamati, sebenarnya hal ini sudah berlangsung hampir 13 tahun yang lalu, dimana dulu saya juga ada disana, hanya saja saya lebih memilih mengamati dan menganalisis. Kalaupun sekarang ramai dan meledak kasusnya, karena ada beberapa fihak yang sengaja terus menerus mengangkatnya di media sosial, seolah kalau tidak mengangkat hal tersebut menjadi tidak rame, sampai akhirnya ada saja yang berkata, nasab lagi nasab lagi ! Ruwet amat sih hidupmu ! Pikirin nasib ente ! Pada akhirnya banyak juga yang lebih memilih diam dan keluar dari adanya perdebatan nasab.
Saya dulu pernah berkata kepada beberapa sahabat, “kasus-kasus kayak begini suatu saat akan jadi bom waktu selama masih ada orang-orang yang senang mengadu domba", dan ternyata benar ! Meledaklah kasus demi kasus ! Entah apakah ini karena faktor politik karena pilpres beberapa bulan lagi. Saya sendiri dalam kondisi seperti itu lebih senang mengumpulkan data demi data daripada debat kusir ataupun saling menjatuhkan, karena menurut saya itu tidak efektif karena justru hanya menimbulkan perpecahan sesama Islam. Beberapa sahabat pernah mengabarkan kalau nama saya dan beberapa orang dekat saya juga ikut diseret-seret bahkan sampai hari ini, namun demikian saya lebih memilih konsen pada riset dan penulisan, karena menurut saya warisan terbaik para leluhur saya adalah “ilmu” bukan ashobiyah berdasarkan kesukuan ataupun keturunan. Kalaupun nama saya diseret-seret saya lebih memilih mendoakan mereka agar Allah SWT melembutkan hatinya.
Pada fihak-fihak yang mengatakan bahwa Walisongo tidak punya keturunan alias terputus berpatokan pada kitab pegangan mereka (Syamsu Zhohiroh) yang dimana dalam kitab tersebut, keturunan Walisongo memang tidak ditulis secara terperinci, kitab tersebut hanya menulis putra-putri Wali Songo pada masanya yaitu, abad ke 15 dan 16. Sampai pada abad 19 kitab tersebut hanya menulis 2 generasi saja. Saat kedatangan Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Mashyur yang kemudian dilanjutkan oleh Al Habib Ali bin Jakfar Assegaf, selain itu buku pegangan yang lain seperti Khidmatul Asyiroh yang merupakan ringkasan kitab Syamsu Zhohiroh oleh Al-Habib Ahmad bin Abdullah Assegaf yang juga merupakan sejarawan Alawiyyin. Karena hanya ditulis antara ayah dan anak saja, akhirnya ada yang berani menyimpulkan jika keturunan Wali Songo itu terputus, bahkan ada yang berani mengatakan “punah”, sebuah kata yang tidak layak untuk dilontarkan.
Pertanyaan selanjutnya, apakah dengan tidak tercantumnya nasab keturunan Walisongo di kitab tersebut, dengan serta merta nasab Wali Songo terputus ? bahkan dikatakan “punah” karena dari jalur perempuan ?
Untuk mengatakan keturunan Wali Songo terputus atau tidak kita harus berhati-hati sekali, karena ini menyangkut keturunan Rasulullah SAW. Secara nasab Walisongo adalah keturunan dari Al-Imam Abdul Malik Al-Azmatkhan bin Alwi Ammul Faqih yang lahir di Tarim dan wafat di Naserabad India (sebagian ada yang mengatakan di Haydarabad). Al Imam Abdul Malik adalah salah satu tokoh utama yang hijrah ke India untuk berdakwah, gelar Al-Azmatkhan adalah gelar yang tinggi karena diberikan oleh fihak Kerajaan Islam India pada waktu itu. Al-Azmatkhan artinya adalah “Bangsawan Yang Mulia” karena nasab beliau bersambung kepada Rasulullah SAW, dari beliau kemudian lahir Sayyid Abdullah Amirkhan, kemudian Sayyid Abdullah mempunyai anak bernama Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin. Diantara sekian banyak anak Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin, terdapat nama Sayyid Husein Jamaluddin atau Syekh Maulana Akbar, atau Syekh Jumadil Kubro yang hijrah ke Nusantara. Anak keturunan Sayyid Husein Jamaluddin inilah yang nanti banyak disebut keturunan Walisongo.
Nama Al-Azmatkhan inilah yang sekarang banyak diributkan, karena terdengar aneh oleh sebagian orang, bahkan nama ini dijadikan olok-olok bahkan penghinaan seolah orang yang memakai gelar ini ingin menjadi orang India padahal nama depannya bernuansa Nusantara. “Aneh sekali ada nama Jawa, nama Sunda, nama Palembang tapi belakanganya ada nama India, apakah ingin menjadi seperti Syah Rukh Khan ?”, itu kata-kata yang sering saya baca di medsos dan saya dengar dalam obrolan dengan beberapa orang yang sinis kepada laqob tersebut. Tidak itu saja, nama Wali Songo bahkan sering diplesetkan menjadi WALI SONGONG yang dinisbatkan kepada orang lain yang moralnya rendah, padahal kalau dia tahu arti kata WALI dia tentu tidak akan berani menghina. Tidaklah heran jika sekarang banyak yang trauma ketika nama gelar Al Azmatkhan itu disandingkan pada dirinya padahal dia memang zuriah walisongo, bahkan ada yang hanya memakai Al Khan (padahal itu jauh berbeda dengan makna nama Al Azmatkhan).
Jika mau jernih penisbatan gelar Al-Azmatkhan pada zuriah wali songo itu tujuannya adalah untuk mengambil suri tauladan dan keberkahan pada leluhur terdahulu bukan untuk petantang petenteng atau pamer gelar nasab, karena itu bukanlah ajaran Wali Songo, semua murni demi untuk ambil barokah leluhur. Kalaupun ada prilaku yang tidak benar bukanlah salah gelarnya tapi itu salah orangnya yang tidak bisa memahami apa arti laqob yang dia sandang. Kebetulan saja gelar Al Azmatkhan ini muncul di India, justru seharusnya kita wajib bersyukur, dengan adanya gelar yang disandang Al Imam Abdul Malik Al Azmatkhan, benang merah sejarah dan nasab antara India dan nusantara jadi tersambung dan terpapar dengan jelas. Sejarawan akan menjadi faham kenapa penyebaran Islam di Nusantara sering dikaitkan dengan INDIA, karena MELALUI JALUR TRANSIT INDIA inilah Islam menyebar ke Asia Tenggara termasuk Indonesia, dan inilah jawaban akan adanya TEORI INDIA tentang masuknya agama Islam di Indonesia. Menghina gelar ini, sama saja menghina Al-Imam Abdul Malik Al Azmatkhan bin Alwi Ammul Faqih sebagai pemilik laqob tersebut. Perlu diketahui, selain sebagai pemimpin, ulama, beliau adalah seorang waliyullah sama seperti ayahnya. Ayahnya adalah pamanda dari Al Faqihil Muqaddam (Assayyid Muhammad bin Ali Baalawi Al Husaini).
Kenapa keturunan Walisongo tidak ditulis dalam kitab Syamsu Zhohiroh ?
Perlu diketahui, bahwa keberadaan penulis kitab tersebut lebih banyak pendataannya pada wilayah dimana beliau tinggal yaitu wilayah Yaman dan sekitarnya yang memang secara geografis sangat mudah melakukan pendataan karena lebih banyak daratan dan jarak tempuhnya masih bisa dijangkau, kalaupun kemudian beliau datang ke nusantara, tentu beliau akan lebih fokus pendataan tentu kepada Habaib yang telah datang pada era tahun 1800an dan 1900an di Nusantara. Pendataan nasab pada masa lalu jangan dianggap mudah, karena memerlukan biaya dan waktu, dan itu sifatnya mandiri, seperti yang dilakukan oleh Habib Ali bin Jakfar Assegaf. Jangan bandingkan dengan kondisi sekarang yang sudah serba mudah baik secara fasilitas maupun data-data, semua bisa diakses melalui internet. Jadi tentu apa yang didata beliau masih bersifat sementara dan tentunya fokus pada garis keturunan Habaib yang datang belakangan, mengingat jumlahnya sangat besar yang tersebar di beberapa daerah seperti Palembang, Pontianak, Aceh, Jakarta, Pekalongan, Surabaya, Cirebon, Lombok, Bima, ddl. Seperti yang pernah diteliti oleh Van Der Berg, era abad ke 18 dan 19 puncak kedatangan Alawiyyin yang langsung dari Hadramaut setelah terbukanya terusan suez. Kondisi nusantara dalam hal ini berbeda, selain berbentuk kepulauan yang dipisahkan laut, pendataan nasab dilakukan pada keluarga masing-masing. Faktor lain, pendataan nasab keluarga Wali Songo itu sangat berhati-hati, karena bila jatuh ke tangan penjajah, maka akan habis diburu, karena kebanyakan zuriah Wali Songo banyak penentang keras rezim penjajah, bagi mereka yang lebih memilih jalur politik, mungkin kondisinya lebih aman, tapi fihak yang keras terhadap penjajah akan lain nasibnya. Hal ini pernah terjadi pada kesultanan palembang, dimana anak kerabat Sultan Mahmud Badaruddin, dibunuh, dicari-cari dan diasingkan. Peristiwa tragis bahkan pernah terjadi pada keluarga Giri Kedaton, dimana pada pemerintahan terakhir keluarga mereka dibantai. Pada keluarga Kesultanan Banten khususnya Syekh Nawawi Banten bahkan diburu penjajah sampai ke Mekkah, sampai-sampai mereka harus mengutus Snouck Hurgronye, Kesultanan Cirebon bahkan salah satu Sultannya pernah diasingkan Penjajah karena sikap kerasnya terhadap penjajahan.
Bila demikian, bagaimana dan dimana keberadaan Zuriah Walisongo jika memang tidak terputus ?
Benarkah Zuriah Walisongo berasal dari perempuan ?
Seperti yang sudah saya tulis diatas, sebenarnya untuk menjawab hal ini sangat mudah…
Nusantara dahulu banyak terdapat kesultanan-kesultanan yang didirikan oleh Ahlul Bait keturunan Nabi. Ditangan mereka dan ulama-ulama kesultanan, nasab Wali Songo terjaga dengan baik. Catatan yang rapih bisa ditemukan pada Zuriah Kesultanan Palembang, Banten, Cirebon dan Giri Kedaton. Ini baru 4 Kesultanan, belum lagi kesultanan-kesultanan lain dan ulama-ulama keturunan Walisongo. Untuk melakukan pemeliharaan nasab tersebut, tentu tidak semua orang bisa mengembannya. Artinya ada fihak-fihak yang diamanatkan, sehingga tidak mengherankan jika ditangan orang-orang tersebut nasab Wali Songo terjaga dengan baik dari campur tangan penjajah dan juga adanya pemalsuan. Sehingga jika ada fihak-fihak memalsukan ataupun mencangkok nasab milik mereka cepat atau lambar akan bisa terdeteksi, lagipula sampai kiamat yang yang namanya darah nasab itu tidak akan pernah tertukar. Yakinlah mereka yang berani memalsukan nasab, pasti akan ketahuan.
Bagaimana dengan pendapat Wali Songo yang katanya berasal dari jalur perempuan ?
Istilah populer untuk mengatakan ini adalah “Wali Songo itu Ahwal”. Untuk meyatakan Wali Songo itu jalur perempuan atau tidak ya sudah tentu anda harus belajar garis keturunan Wali Songo. Pendapat yang mengatakan Wali Songo berasal dari jalur perempuan adalah salah kaprah, karena setiap Wali Songo putranya itu banyak, itu baru satu jalur, bagaimana pula dengan jalur yang lain ? contoh saja kesultanan Palembang dan Banten, itu beberapa sultannya saja ada anaknya 58 dan 60an bagaimana bisa dikatakan jalur perempuan ? Dari era Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Gunung Jati, Sunan Kudus, dll keturunannya sambung menyambung tanpa terputus dan banyak yang menjadi ulama besar di nusantara. Saya faham kenapa pendapat ini muncul, itu mungkin karena ada beberapa zuriah walisongo dalam “silsilahnya” ada yang menyambungkan nama perempuan keatasnya sebagai nasab, padahal hak seperti itu hanya dimiliki dua wanita yaitu Sayyidah Maryam binti Imran dan Sayyidah Fatimah Azzahra. Tapi saya juga tidak bisa menyalahkan, karena hal tersebut biasanya hanya bertujuan untuk menyambung silaturahim agar tali kekerabatan tidak terputus. Makanya kami dahulu pernah diajarkan ayah dan guru kami, agar bisa membedakan antara silsilah dan nasab agar tidak tertukar tukar antara mana silsilah mana nasab. Kalau saya menyebutnya itu adalah tautan nasab. Kita juga perlu tahu orang Indonesia itu sangat cinta sekali akan silaturahim, begitu mereka tahu kalau ada kekerabatan sedikit saja walaupun dari jalur perempuan, maka mereka akan menariknya untuk menjadi bagian keluarga besar baik baik dalam bentuk paguyuban ataupun trah, apalagi jika ayah atau kerabat perempuan itu ulama besar atau keluarga besar. Di Banten, Palembang, Cirebon, Demak, Giri, Kadilangu, Kudus, Ampel, Madura, Borneo, Ternate, Mataram, dll, itu kalau mereka tahu ada orang yang masih punya ikatan kekerabatan, walaupun sekecil apapun, mereka akan senang dan berbahagia. Inilah salah satu keunikan garis keturunan Wali Songo yang ada di Nusantara..
Seperti keturunan Rasulullah SAW yang lain, keluarga Wali Songo sangat menjaga betul garis keturunannya, sehingga setelah era Walisongo tertua seperti Maulana Ibrahim Asmorokondi, Maulana Ali Nurul Alam, Syekh Yusuf Siddiq, Maulana ishaq, dll, perjalanan nasab masih terus berlanjut di era Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Bonang, Sunan Derajat, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati dan Sunan-Sunan lain. Setelah era beliau-beliau ini terbentuklah beberapa kesultanan. Untuk membentuk sebuah kesultanan atau memilih Sultan tentu tidak sembarangan, dan biasanya faktor nasab adalah penentu kuat. Boleh dicek dan ditanyakan kepada keturunan yang sekarang bagaimana ketika leluhur mereka menjadi Sultan. Jadi untuk menjadi seorang Sultan tidaklah main-main, selain faktor nasab, juga faktor keilmuwan, akhlak dan kebijaksanaan. Melalui penjagaan nasab oleh fihak-fihak kesultanan dan juga ulama keturunan walisongo inilah, nasab keluarga besar mereka terjaga dengan baik.
Sebagai gambaran saja, beberapa profil keturunan Walisongo terdapatlah nama Syekh Nawawi Al Bantani (Ulama besar dunia dari banten), Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan (Ulama Besar Madura, Guru para ulama nusantara), Masagus H.Abdul Hamid (Kyai Marogan Palembang), Syekh Kemas Azhari Palembang, KH Tubagus Muhammad Falak, KH Hasyim Asyari, KH Ahmad Dahlan, KH Abbas Buntet, KH As’ad Syamsul Arifin, Sultan Mahmud Badaruddin, Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan-Sultan Cirebon. Mereka adalah Ulama Besar Karismatik dan Sultan Sultan perwakilan dari ulama-ulama dan tokoh-tokoh besar bangsa bahwa sesungguhnya nasab Wali Songo tidak terputus. Nama-nama tersebut bahkan mempunyai hubungan yang baik dengan para habaib pada masa lalu. Beberapa fihak sebenarnya sudah banyak menulis tentang Wali Songo dan Garis Keturunannya seperti misalnya KH Abdullah bin Nuh (ulama besar dunia), HMH Al Hamid Al Husaini (penulis buku Ahlul Bait, KH Bisri Mustofa, Syekh Abu Fadhol Senori, dll.
Kalau kita mau jujur justru antara Sayyid Abdurrahman Al Mahyur dan Para Kyai-kyai penulis buku sejarah dan nasab Wali Songo justru telah saling melengkapi. Jika Sayyid Abdurrahman Al Mahsyur menulis keatas nasab Walisongo secara detail dan rapih, sedangkan ulama nusantara melengkapinya terhadap keturunan Wali Songo ke bawah, karena harus diakui beberapa tulisan kyai keatasnya masih ada beberapa nama tidak tercantum diatas khususnya dari Imam Abdul Malik ke atas. Namun apakah beberapa kyai itu salah, belum tentu ! terkadang penulisan tersebut terjadi karena data nasab keatas pada masa lalu masih terbatas. Kertas dan tinta pada masa lalu barang mahal, sehingga sebagian meriwayatkan nasab melalui riwayat. Namun secara garis besar, semua kyai mutlak menulis nasab Wali Songo adalah Zuriah Rasulullah SAW. Adanya kitab Syamsu Zhohiroh dan kitab-kitab tulisan atau manuskrip dari zuriah Wali Songo justru merupakan bukti otentik jika keturunan Rasulullah terpelihara dengan baik di Nusantara, sekalipun fihak Yaman Hadramaut kehilangan kontak dengan keturunan Imam Abdul Malik Al Azmatkhan, namun Allah telah menjaga keturunannya melalui jalur Wali Songo yang telah berakulturasi dengan kehidupan masyarakat pribumi, sehingga banyak dari mereka yang sekarang wajahnya sudah tidak mencerminkan kearaban sebagaimana keturunan Nabi lain yang berasal dari Arab yang penampilan fisiknya layaknya seperti orang Arab, belum lagi cara dan kehidupan yang tentu sudah jauh berbeda. Namun tidak sedikit pula kami temukan ada yang berwajah Arab seperti yang pernah kami temui pada beberapa zuriah kesultanan.
Hikmah dari adanya tentang garis keturunan Rasulullah SAW ini yang ada di Indonesia , berhati-hatilah jika kita ingin mengatakan sesuatu tanpa dasar data dan fakta. Jangan gegabah mengatakan sesuatu jika kita tidak menguasainya, jangan membuat statement jika kita belum melalukan riset dan tabayyun kepada fihak fihak terkait…Zuriah Nabi jumlahnya berjumlah jutaan dan tersebar di berbagai wilayah dunia, tentu secara perawakan fisik akan terjadi banyak perubahan, Zuriah Nabi juga banyak jalurnya, mulai dari keturunan Al Hasani dan Al Husaini… bisakah terbayangkah berapa banyak nasab keturunan wali songo dianggap lenyap karena dikatakan terputus, dan itu secara tidak langsung telah menuduh bahwa leluhur keturunan sekarang adalah pembohong, bahkan lebih tragisnya banyak pernikahannya dianggap batil karena keturunan Wali Songo sekarang dianggap terputus. Inna lillahi wa innailahi rojiun…
Jangan sampai mengulang sejarah yang telah berlalu, dimana Imam Ahmad Al Muhajir sampai mengutus orangnya untuk mendapatkan kesaksian nasabnya karena di Hadramaut masih saja ada orang yang meragukan nasab beliau.
Ingatlah dulu bagaimana ketika Rasulullah SAW dikatakan nasabnya terputus karena kematian anak laki-lakinya dan yang tersisa tinggal anak perempuannya, goncang hati dan perasaan Rasulullah SAW, bayangkan bagaimana pedihnya hati beliau. Apalagi anak laki-laki dalam tradisi Arab adalah pelanjut nasab dan menjadi sebuah kemuliaan untuk sebuah garis keturunan, maka Allah kemudian turunkan Surat Al Kautsar untuk mereka yang menghinanya. Dan sejarah mencatat, semua yang pernah menghina Nabi dengan mengatakan nasabnya terputus, tidak ada satupun nasabnya yang berlanjut…apakah kita tidak belajar dari sejarah ini ?
Zuriah Nabi yang sesungguhnya adalah mewariskan Akhlak, Akidah dan Darah Rasuluillah SAW….
Wallahu A’lam Bisshowwab…
Alfatehah Ila Ruhi Al Imam Abdul Malik Al Azmatkhan bin Al Imam Alwi Ammul Faqih.....
Mungkin gambar blueprint
Semua tanggapan:
Mashel Yuri, Syarif Salim Azmatkhan dan 82 lainnya

ADAD DAN ETIKA MENULIS SEJARAH, NASAB DAN SILSILAH

 Ada adab dan etika ketika menulis tentang sejarah, silsilah, nasab. Kalau didasari dengan kedengkian dan kebencian, cepat atau lambat maka apa yang tertulis secara tidak sadar akan muncul dan akan dirasakan bagi mereka yang membacanya, terlepas apakah itu ilmiah atau tidak, maka sudah sepatutnya bagi mereka yang menulis 3 kata tersebut hendaklah berhati-hati, bila memang tidak menguasai, lebih baik belajar serta memperbanyak literasi agar bisa lebih terbuka dan bijak. Sumber tidak hanya berkutat pada tulisan, namun juga bisa melalui pemegang sanad riwayat 3 hal tersebut. Caranya bagaimana ? ya belajar dan terus belajar tanpa batas usia..

Saya dulu pernah menulis tentang seorang tokoh, saya berusaha obyektif, saya fikir saya sudah obyektif, ternyata masih ada saja yang terselip sampai saya harus melakukan istigfar minta ampun kepada Allah agar tulisan itu tidak menjadi dosa jariah. Sekalipun tokoh tersebut kontroversi dalam sejarah Islam, tetap saja kehati-hatian dalam melakukan penafsiran sejarah saya lakukan, itu saja ternyata masih ada yang lolos...
Dalam hal silsilah dan nasab yang kini banyak diributkan orang-orang apalagi setelah munculnya friksi - friksi antar sesama zuriah, itu tidak lain dikarenakan semua orang bebas berbicara dan berpendapat, kita sendiri bisa apa untuk mencegahnya ? Apalagi ini adalah eranya kebebasan karena didukung medsos. Kebebasan medsos nampaknya dimanfaatkan oleh setiap orang, hasilnya ? ya tergantung bisa positif bisa juga negatif.
Terkadang saya berfikir dan merenung, orang sekelas Gus Dur, Gus Baha, Cak Nun, HRS, Habib Umar bin Hafidz, dll saja masih banyak yang mencercanya di media sosial, apalagi sekelas recehan seperti saya. Tokoh-tokoh tersebut kenyang sekali mendapat "bullyan" dari mereka yang sudah merasa lebih baik dan merasa ilmunya tinggi karena sumber ilmu sudah bisa mudah diperoleh melalui internet..
Lebih ironis, mereka yang telah belajar puluhan tahun di pesantren-pesantren tiba-tiba diajari oleh mereka yang baru faham satu atau dua dalil karena difasilitasi media sosial...Seolah media sosial sudah menjadi "Guru Sejati" untuk semua ilmu termasuk dalam ilmu sejarah, silsilah dan nasab ketimbang bertemu langsung dengan seorang guru nyata. Seolah nilai kebenaran dipegang oleh media sosial. Dunia medsos seolah menjadi sumber informasi yang paling shohih dan tak terbantahkan..
Semua ini terjadi karena malasnya kita berliterasi, malasnya berkarya, malas melakukan riset, lebih senang terjebak dan sibuk pada perdebatan-perdebatan yang menghabiskan banyak waktu, lebih sibuk mencari cari kelemahan dan gemar menyalah-nyalahkan sambil membenarkan dirinya sendiri. lebih senang menghabiskan quota untuk kejahilan daripada menghasilkan ilmu yang bermanfaat.
Semua tanggapan:
Mashel Yuri, Alfa Saputra dan 43 lainnya
3
3
Suka
Komentari
Bagikan