Sabtu, 11 Maret 2023

"MAULANA IBRAHIM ZAINUDDIN ASMOROKONDI, WALI SONGO TERTUA SETELAH ERA SYEKH JUMADIL KUBRO WAJO"

Tahun 2014 saat saya melakukan perjalanan religi ke makam makam Wali Songo, khususnya ketika saya naik angkot dari Surabaya menuju Tuban, seorang penumpang pernah bertanya kepada saya, "mau kemana mas ?", saya jawab kalau tujuan saya adalah ke makam Sunan Bonang setelah sebelumnya saya telah berziarah ke makam Sunan Ampel. Orang tersebut langsung berkata, " lho mas, sampeyan ke Sunan Ampel tapi kok malah melewati bapaknya Sunan Ampel...." piye toh mas, masak anaknya dikunjungi tapi bapaknya dilewati...." ujarnya..., saya tentu saja kaget, tapi saya bilang, "saya terkendala sama jadwal....", namun dalam hati, Insya Allah suatu saat saya akan menyambangi makam tersebut. Dan alhamdulillah akhir Desember 2022 saya bisa berziarah ke makam Wali Songo tertua setelah Era Syekh Jumadil Kubro Wajo atau Maulana Husein Jamaluddin Al Akbar Wajo.

Maulana Ibrahim Zaenuddin Asmorokondi adalah salah satu ulama tertua pasca wafatnya Sang Grand Syaikh Maulana Husein Jamaluddin Al Akbar atau Syekh Jumadil Kubro Wajo. Darinya nanti akan muncul nama Sunan Ampel, Sayyid Fadhol Ali Murtadho atau Raden Santri, Maulana Ishak, dll. Dari ke tiga nama yang disebut akan muncul kembali nama Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus....

Maulana Ibrahim Zaenuddin Asmorokondi keberadaannya sering disamakan dengan sosok Maulana Malik Ibrahim dari Gresik. Padahal keduanya adalah orang yang berbeda. Secara silsilah Maulana Ibrahim Zaenuddin Asmorokondi hitungannya adalah paman dari Maulana Malik Ibrahim karena ayah Maulana Malik Ibrahim adalah adik dari Maulana Ibrahim Zaenuddin Asmorokondi. Kemungkinan terbesar kenapa sosok mereka dianggap 1 orang yang sama, karena mereka ini hidup di era yang sama, sama sama alim, dan sama sama keturunan Syekh Jumadil Kubro Wajo. Makam mereka juga berbeda tempat. Maulana Ibrahim Asmorokondi makamnya di Tuban, Maulana Malik Ibrahim di Gresik.

Dalam sejarah penyebaran Islam di Asia Tenggara, sosok Maulana Ibrahim Zainuddin Asmorokondi pernah berjasa di kawasan Sulu Filipina dan Brunei...juga wilayah Champa dan sekitarnya. Keberadaannya telah memberikan pengaruh terhadap pemerintahan setempat. Sebagai ulama besar jaringan beliau telah merambah ke berbagai wilayah dengan nama nama yang berbeda..

Adapun nama Asmorokondi sebagian ahli sejarah menduga berasal dari nama As-Samarkondi atau yang kini bernama negara Uzbekistan. Ada pula yang menduga munculnya nama tersebut karena adanya kisah cinta antara dirinya dengan istrinya, pendapat lain mengatakan nama tersebut muncul dari Champa. Terlepas dari semua pendapat yang ada memang nama yang paling melekat kuat adalah Ibrahim Asmoro atau Ibrahim Asmorokondi yang secara lidah orang Jawa pada masa itu lebih mudah diucapkan.

Adapun silsilah singkat beliau adalah sbb ; Maulana Ibrahim Zaenuddin Asmorokondi bin Maulana Husein Jamaluddin (Syekh Jumadil Kubro Wajo) bin Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin bin Sayyid Abdullah Amirkhan bin Al Imam Abdul Malik Al Azmatkhan bin Al Imam Alwi Ammul Faqih .... sampai kepada Al imam Ahmad Al Muhajir...sampai kepada Rasulullah SAW.


"MENGENAL PANGERAN KUNINGAN/ADIPATI AWANGGA, SOSOK PENTING TERUSIRNYA PORTUGIS DARI SUNDA KELAPA"

Dalam sejarah Jakarta tidak begitu banyak kita temukan sosok yang satu ini. Bahkan pada beberapa keterangan sejarah daerah lain yang berkaitan dengan dirinya namanya seolah telah tenggelam dan hilang tak berbekas. Padahal perannya dalam mendirikan Kota Jakarta (Jayakarta) sangatlah besar. Bersama dengan dengan Al Hajj Fattahillah, Maulana Hasanuddin Banten, Sungereksa Jayawikarta, Pangeran Kuningan Awangga berhasil mengembalikan kedaulatan Islam di bumi Sunda Kelapa yang kemudian hari bernama FATHAN MUBINA lalu menjadi Jayakarta (Kemenangan yang nyata).

Beliaulah salah satu Bapak Pendiri Kota Jakarta disamping Fattahillah yang merupakan ipar sekaligus teman perjuangannya.

Sosoknya dinilai cukup penting dibalik kembalinya bumi Sunda Kelapa ke tangan ummat Islam. Dialah yang bersama sama Mujahid lain telah berada terlebih dahulu di Kraton Marunda dalam rangka melakukan proses pengalihan kekuasaan secara damai dari Adipati Singa Manggala bin Prabu Surawisesa Raja Pajajaran dan istrinya Ratu Sri Janar dari Pasai yang tidak lain masih merupakan bibi Al Hajj Fattahillah. Di malam akhir bulan Ramadan tahun 933 H beliau salah satu tokoh yang berhadapan langsung dengan penguasa Sunda Kelapa tersebut sebagai negosiator. Perintah dari Sultañ Trenggno untuk tidak berperang di bulan Ramadan dijalankan dengan baik oleh dirinya dan juga Al Hajj Fattahillah. Berkat kecerdasan diplomasinya Sunda Kelapa telah kembali ke pangkuan ummat Islam tanpa ada peperangan. Dia pula salah satu sosok penting dibalik tumbangnya Pasukan Militer Angkutan Laut terkuat di dunia pada waktu itu yaitu Kerajaan Katolik Portugis di perairan Kepulaun seribu. Bersama Fattahillah yang juga ipar dan Jenderal perang suci jihad jilid 3 di Nusantara mereka berhasil meruntuhkan kekuatan militer laut terkuat yang paling ditakuti. Kekalàhan 2 x di Malaka telah membuat pasukan jihad dari Demak Banten Cirebon dan daerah lain berkobar semangatnya untuk mengalahkan Portugis di Sunda Kelapa dan semua itu ada andil dari Pangeran Kuningan Awangga.

Dalam sejarah Pangeran Kuningan, tertulis bahwa Pangeran Kuningan Awangga ini adalah seorang putra dari Syarif Hidayatullah bin Syarif Abdullah Mesir. Ibunya bernama Ong Tien putri Kaisar China pada waktu itu. Disebutkan bahwa beliau adalah satu dari 4 Adipati Jayakarta.

Kehidupannya telah dipengaruhi oleh banyak budaya seperti Sunda, Jawa, Arab, dan China. Sebagai cucu dan juga keturunan dari Raja-Raja Besar (Kaisar China, Sultan Champa, Raja Pajajaran) tentu beliau mendapat kedudukan yang terhormat. Garis nasabnya juga dipandamg cukup mulia karena ayahnya keturunan dari Rasulullah SAW.

Secara runut nasab beliau adalah sbb : Pangeran Kuningan Awangga (Syeikh Abdurrahman) bin Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) bin Syarif Abdullah bin Sayyid Ali Nurul Alam bin Sayyid Husein Jamaluddin bin Sultan Ahmad Syah Jalaluddin bin Al Amir Sayyid Abdullah bin Imam Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Imam Muhammad Shohib Mirbath bin Imam Ali Kholi' Qosam bin Imam Alwi Ats tsani bin Imam Muhammad Shohibus Souma'ah bin Imam Alwi Al Mubtakir (Alwi Al Awwal) bin Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin Imam Ahmad Al Muhajir bin Imam Isa Arrumi bim Imam Muhammad An-Naqib bin Imam Ali Al Uraidhi bin Imam Jakfar Ash Shodiq bin Imam Muhammad Al Baqir bin Imam Ali Zaenal Abidin (Assajad) bin Sayyidina Husein Ash-Shibti (Abu Syuhada) binti Sayyidatuna Fatimah Azzahra (Al Batul) binti Sayyidina Muhammad Rasulullah SAW.

Dalam sejarah Pangeran Kuningan, beliau adalah seorang Adipati Jayakarta wilayah Selatan. Kekuasaannya meliputi Kampung Kuningan yang sekarang sampai Sawangan Parung (kini masuk wilayah Bogor). Sejak tahun 1527 s/d 1546 M namanya tertera sebagai Adipati Jayakarta wilayah Selatan. Beliau kadang ada yang menyebut sebagai Adipati Sawangan, Adipati Awangga, Adipati Kuningan, Dato Kuningan. Hubungan dirinya dengan Cirebon, Banten, Pasai dan khususnya Kesultanan Demak cukup baik. Bahkan beliau cukup dekat di kalangan Keluarga Besar Raden Fattah dan ini dibuktikan salah satu cucu Raden Fattah yang waktu itu berada di Jayakarta adalah muridnya. Tidak heran pula Sultan Trenggono Demak sangat menghormati dan mengandalkan dirinya disamping juga Fattahillah.

Setelah berhasil menguasai Sunda Kelapa dan sesuai tugasnya sebagai Adipati, Pangeran Kuningan kemudian bergerak ke arah Selatan hingga akhirnya tiba di sebuah wilayah dataran yang agak tinggi yang kemudian hari dinamakan Kampung Kuningan. Di wilayah Kuningan inilah beliau berhasil menyebarkan agama Islam secara merata. Melalui Jalur kali Krukut yang dulu cukup terkenal sebagai salah satu jalur transportasi utama wilayah jayakarta beliau berdakwah dan kemudian mendirikan tempat ibadah yang kini bernama Masjid Al Mubarok. Dalam keterangan keturunannya Pangeran kuningan sendiri lahir tahun 1503 M, Masjid Al Mubarok dibuat pada tahun 1527 M, yang sebelumnya surah sejak tahun 1525 M, beliau ke jayakarta dengan pengikut sebanyak 7 orang melalui sungai Krukut.

Selain sebagai seorang Adipati, dipercayà pula jika beliau adalah seorang waliyullah. Sosoknya dikenal wara' dan zuhud juga seorang penganut thoriqoh yang cukup kuat. Tutur katanya lembut dan lebih senang beruzlah. Beliau selain seorang adipati dan ulama dikenal juga sebagai ahli pengobatan yang handal. Ini tidaklah mengherankan mengingat ibunya berasal dari Kekaisaran China yang tehnologi pengobatannya waktu itu sudah cukup maju. Dapat pula dikatakan kalau beliau adalah salah satu orang-orang berdarah China yang telah berjasa dalam mengembangkan kota Jayakarta berperadaban maju terutama peradaban Islam.

Keberadaan Pangeran Kuningan Awangga sendirì diyakini wafat pada tahun 1591 M di Jayakarta dalam usia yang sepuh dan kemudian dimakamkan di Kampung Kuningan (Kini masuk wilayah Kecamatan Setia Budi dan sebagian masuk wilayah Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan). Sekalipun kondisi makam beliau menyendiri di pojok gedung Telkom, sampai saat ini makam beliau masih bisa kita ziarahi. Pada masa lalu makam beliau sering disebut masyarakat dengan nama Kramat Kuningan. Seiring berjalannya waktu orang hanya tahu ini makam Pangeran Kuningan.

Dalam keterangan lain, kampung tempat beliau tinggal dahulunya disebut Kampung Pulo bukan seperti yang sekarang ini dan merupakan kawasan yang berhutan lebat dan berawa. Diduga daerah ini dahulunya adalah rawa atau danau sedangkan Kampung Pulo merupakan daerah yang relatif tinggi dari daerah sekitarnnya. Namun demikian di kawasan ini sudah ada penduduk asli yang mendiami area Kampung Pulo dengan mata pencaharian bercocok tanam. Penamaan Kuningan terjadi setelah kedatangan Pangeran Kuningan Awangga. Lambat laun masyarakat akhirnya menyebut daerah ini dengan nama Kampung Pulo Kuningan dan terakhir menjadi Kampung Kuningan.

Ada beberapa cerita menarik tentang keberadaan makam beliau yang disampaikan oleh salah satu keturunan beliau, bahwa sejak masa Bung Karno hingga saat ini berapa kali makam beliau terancam untuk digusur karena adanya pembangunan Wisma Yaso dan juga gedung-gedung tinggi. Namun seolah "beliau" memang tidak ingin "berpindah". Fihak proyek gedung yang sekarang ini bahkan sempat bingung kenapa proyek tersebut banyak kendala, setelah diketahui kalau di tengah bangunan proyek ada makam tua kramat yang seolah terlantar akhirnya fihak penanggung jawab proyek memugar makam ini secara layak.

Sampai saat sekarang makam beliau masih kokoh bertahan. Padahal kondisinya sudah terjepit dan "digempur" bangunan gedung Telkom. Kami sendiri 4 tahun lalu pernah kesini dan kondisinya waktu itu memang sangat terlantar. Sekarang ini kondisinya sudah lumayan. Yang juga tidak kalah anehnya di dekat makam beliau beberapa waktu yang lalu ada peristiwa mengejutkan yaitu dengan keluarnya mata air yang memancar keatas dan rasanya mirip air zam-zam, kebetulan saya sendiri sudah pernah merasakannya. Sampai saat ini mata air yang keluar itu sudah dibuatkan keran khusus agar para peziarah bisa berwudhu. Menurut salah satu keturunan Pangeran Kuningan Awangga, air yang muncul di dekat makam beliau adalah tempat berwudhunya beliau, berkat izin Allah tersebut kemudian muncul kembali.

Keberadaan sosok Pangeran Kuningan Awangga dalam sejarah Jakartà adalah nyata, beliau bukan tokoh khayalan ataupun dongeng, masjidnya ada, makamnya ada, keturunannya juga banyak. Di dalam hidupnya pangeran kuningan mempunyai beberapa 16 anak yang diantaranya :

1. Waliyullah Syeikh Abdullah Malik (Embah Kuningan) Bogor
2. Syeikh Hasyim ( Pangeran Jasim )
3. Nyai Aisyah
4. Pangeran Syekh Muhammad Nagib
5. Waliyullah Pangeran Rohmani
6. Waliyullah Pangeran Naqib
7. Pangeran Hasan
8. Ratu Khodijah
9. Ratu Saidah
10. Ratu Zahroh

Di daerah Kuningan dan beberapa daerah lain banyak ulama-ulama hebat dan tokoh tokoh yang merupakan keturunan beliau yang diantaranya :
1. Maha Guru Ulama Betawi yang bernama Guru Abdul Mughni Bin Sanusi. Guru Mugni bahkan merupakan salah satu 6 Ulama Betawi yang kesohor pada masanya.
2. Guru Rahmatullah bin Guru Mughni yang sama alimnya dengan Sang ayah
3. KH Ali Sibro Malisi bin Guru Mughni ulama besar Betawi yang berpengaruh.
4. Ahli fiqih tingkat dunia yaitu Dr. Nahrawi Abdusalam Al Indunisi (40 tahun menetap di Mesir). Beliau berhasil membuat kitab fiqih yang monumental di Universitas Al Azhar.
5. Guru Abdurahman Basnawi cakung.
6. Guru Abdurahim Basnawi ulama karismatik .
7. Guru Ismail Pedurenan ulama karismatik .
8. KH Hasyim Asyari Kong Naiyan.
9. Guru Semaun bin Pangeran Jasim Pendekar Cisadane.
10. Syekh Muhammad Soleh (Raden Ateng) bin Pangeran Jasim.
11. Guru Simin.
12. Guru Jalusin .
13. Haji Abdurahman bin Haji Muhajir Kali Asin Karawang Jawa Barat .
14. KH Ahmad Taufik
15. DR.Lutfi Fathullah (Ahli Hadist lulusan Damascus)

Sumber : SEJARAH PANGERAN KUNINGAN
Oleh : Iwan Mahmud Al –Fattah

"JENDERAL SOEHARTO DAN SU 1 MARET 1949"

 Jenderal Soeharto....

Tahukah anda, nama ini di tahun 1998 pernah menjadi momok bagi mahasiswa, sehingga ditahun itu pula dia harus jatuh karena aksi besar besaran massa yang dipelopori oleh berbagai elemen mahasiswa. Saya adalah pelaku dan saksi jatuhnya penguasa terlama RI tersebut. Beberapa saksi sejarah dari teman mahasiswa saat itu mungkin tahu bagaimana kerasnya saya saat itu untuk menjatuhkan Jenderal Soeharto, sehingga saya pun kemudian sempat menjadi target untuk "diamankan". Tapi itu cerita lama...
Nama Jenderal Soeharto yang sempat tenggelam di era sekarang ini kini muncul kembali dalam pembahasan sejarah SU 1 MARET 1949, satu peristiwa yang mengegerkan Belanda dan dunia karena ternyata kekuatan perjuangan bangsa saat itu masih ada, padahal fihak Belanda, menganggap fihak TNI didukung rakyat sudah habis, padahal TNI dan rakyat masih terus siap bertempur. Dan salah satu yang dianggap heroik tokohnya adalah Letkol Soeharto yang kelak pada masa orde baru menjadi Presiden terlama. Karir Jenderal Soeharto sendiri sebenarnya nyaris mentok karena "diparkir" di bagian yang kurang bergengsi padahal dia lebih senior dari Jenderal Ahmad Yani. Tidak heran dengan kondisi yang terkucilkan Soeharto pernah berniat pensiun dini sebelum dicegah oleh Jenderal Gatot Subroto. Sosoknya dahulu dianggap koppig (keras kepala) oleh Bung Karno dan dianggap bodoh oleh jenderal jenderal lain, namun siapa sangka saat peristiwa G 30 S PKI, namanya mendadak bersinar. Jenderal Nasution yang justru paling senior justru malah tersingkir.
Di masa orde baru itulah, peristiwa heroik SU 1 MARET 1949 dimunculkan. Sudah bisa ditebak, bahwa sosok yang ditonjolkan adalah Jenderal Soeharto yang saat itu menjadi Presiden. Tentu tim sejarah pada masa itu lebih berorientasi "Soeharto sentris" dan inilah yang menyebabkan SU 1 Maret 1949 menjadi kontroversi dan menimbulkan pertanyaan bagi beberapa sejarawan terutama di masa orba, karena digambarkan peran Jenderal Soeharto seolah mendominasi kuat peristiwa bersejarah tersebut, padahal saat peristiwa tersebut terjadi banyak tokoh berperan besar disitu seperti Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Jenderal Soedirman, Jenderal AH Nasution, Jenderal Gatot Subroto, Syafrudin Prawiranegara, Jenderal Jatikusumo, Jenderal TB Simatupang, Kolonel Zulkifli Lubis, dll... Walaupun demikian menghilangkan nama Jenderal Soeharto pada peristiwa SU 1 Maret 1949 rasanya sangat tidak adil. Kalaupun mau SU 1 MARET 1949 mau direkontruksi sejarahnya, tetap nama Jenderal yang dikenal murah senyum ini tetap harus ada. Memang dulu pada masa orba pernah terjadi ketidak adilan pada pengungkapan fakta sejarah dimana saat itu peran perjuangan para pahlawan dan jenderal² senior terpinggirkan, namun apakah itu harus terulang lagi di era rezim sekarang ini...
Ingat, sejarah hanya bisa berdiri tegak ketika ditulis oleh orang-orang yang berintegritas tinggi. Anda boleh benci terhadap Jenderal Soeharto karena mungkin semasa pemerintahannya beliau pernah melakukan kesalahan seperti cenderung bersikap diktator militeristik, penembakan petrus, keras terhadap petisi 50, penyalahgunaan dwi fungsi ABRI, menganak emas konglomerat, namun bukan berarti kesalahan-kesalahan tersebut menutup perannya di masa lalu. Sekalipun dahulu perannya tidak sebesar nama-nama jenderal hebat seperti Jenderal Soedirman dan Jenderal Nasution, tapi namanya memang pernah ada, terutama pada peristiwa SU 1 MARET 1949.
Jangan aji mumpung dengan semboyan, "sejarah ditulis oleh sang pemenang..." tidak bung, sejarah tetap harus ditulis oleh orang-orang jujur dan berani, hanya pemenang yang curanglah yang tega melakukan distorsi sejarah demi memuaskan dendam ataupun menjilat kepada penguasa...