Sabtu, 27 Juni 2015

BUDI PEKERTI WALISONGO DALAM MENYEBARKAN "ISLAM DI NUSANTARA", (ALAWIYYIN GENERASI AWAL DI NUSANTARA)

Belum lama ini banyak fihak yang memunculkan istilah Islam Nusantara yang kemudian akhirnya istilah ini menjadi pembicaraan hangat banyak orang. Bagi kami sendiri, tema yang satu ini sudah lama  dikaji dan kami buat dalam beberapa tulisan, sehingga ketika muncul istilah Islam Nusantara kami justru memandangnya secara positif apalagi jika ditinjau dari sudut pandangnya Walisongo. Islam Nusantara menurut kami adalah gambaran Islam yang pernah dibawa oleh Para Pendakwah ulung keturunan Rasulullah SAW yang bernama Majelis Dakwah Walisongo. Mereka adalah keturunan dari Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammul Faqih bin Muhammad Shohib Mirbath yang merupakan keturunan Imam Ahmad Al Muhajir yang terkenal akan budi pekertinya. Sayyid Abdul Malik adalah sosok  kelahiran Tarim Hadramaut Yaman dan kemudian hijrah ke negeri India (Naserabad), setelah itu beliau menjadi guru besar dan diangkat menjadi bangsawan kesultanan delhi pada masa itu. Dari India inilah kemudian keturunan beliau banyak yang menyebar ke berbagai negara seperti Samarkand, Turki, Maroko, Mesir, Irak, Iran, India,  dan termasuk Nusantara yang tercinta ini.

Dalam dakwah mereka, keturunan Sayyid Abdul Malik Azmatkhan selalu berusaha memahami kultur masyarakat setempat, disamping itu satu hal yang selalu  ditanamkan dalam hidup mereka adalah Budi Pekerti ditengah masyarakat. Sehingga dimanapun keturunannya berdakwah, selalu diterima oleh masyarakat setempat. Dakwah mereka sangat cerdas, tradisi masyarakat yang banyak digemari mereka bisa masuki dengan unsur-unsur Islam. Hampir disemua tempat, Majelis Dakwah Walisongo bisa diterima dengan tangan terbuka, sekalipun saat itu banyak yang memfitnah mereka, namun pendekatan dakwah yang mengacu pada surat Annahl 125 betul betul mereka praktekkan ditengah masyarakat.

Majelis Dakwah Walisongo dalam menyebarkan Islam Nusantara mencapai puncaknya ketika Kesultanan Islam Demak berdiri dan berjaya dengan Sultannya yang bernama Sayyid Hasan Azmatkhan atau Raden Fattah. Dibawah Raden Fattah dan Majelis Dakwah Walisongo, Islam Nusantara mencapai kejayaan, semua itu karena dalam dakwah mereka selalu menjunjung tinggi budi pekerti yang telah ditanamkan para leluhurnya yang diantaranya adalah :

  1. Bersikap Wara dan Zuhud : artinya benar-benar  bertakwa kepada Allah SWT dengan sebenar-benarnya Takwa, yaitu setia menjalankan semua perintahNya dan menjauhi semua laranganNya dalam semua aspek kehidupan. Terutama sangat berhati-hati dalam persoalan Haram dan Halal dengan menjauhi semua hal-hal yang masih diragukan kebenaranannya menurut agama Islam, apalagihukumnya haram atau haram (syubhat). Meninggalkan keduniawian, tidak tertarik dengan kesenangan dunia, merasa cukup dengan makanan, pakaian dan tempat tinggal yang serba sederhana sekali. Tidak gembira  dengan kehadiran harta dan tida susah dengan kehilangannya dan banggadengan kesederhanaan dirinya. Sebagian waktu hidupnya dipergunakan untuk beribadah kepada Allaw SWT.DI samping menekuni konsep  hidup Wara dan Zuhud tersebut, mereka tidak melupakan untuk mengatasi persoalan hidup, mencari nafkah dan mengumpulkan harta yang banyak yang diperoleh melalui jalan yang wajar dan halal serta diperuntukkan selain memenuhi kebutuhan keluarganya juga disalurkan untuk kepentingan Sabilillah (mendirikan mesjid, panti asuhan anak-anak Yatim, madrasah-madrasah, pondok-pondok pesantren dan membantu mereka yang memerlukan bantuan. Semua hal-hal tersebut dikerjakan karena berpedoman pada firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Adz-Dzaryat ayat 56 : “Tidak Aku jadikan Jin dan Manusia untuk beribadah kepadaKU”. Dan karena mengikuti ajaran Rasulullah SAW seperti yang disabdakan dalam riwayat Ibnu Asakir:“ Beramalah kamu untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya dan beramalah kamu untuk akhirat seolah-olah kamu akan mati esok hari”.
  2. Sabar : Terutama dalam menghadapi semua problem kehidupan.
  3. Pemberani: Terutama dalam  “Jihad Fi Sabililah” (berjuang di dalam menegakkan Agama Allah SWT). Berani  mengatakan yang benar itu adalah benar dan yang salah itu adalah salah. Sebagai realisasi anjuran Allah SWT yang difirmankan dalam Kitab Suci Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 81 : “Dan katakanlah yang benar telah datang dan yang bathil telah lenyap, sesungguhnya yang bathil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap”
  4. Tidak Sombong :  Tidak Takabur.
  5. Tidak Riya’ : (Riya berarti orang yang ingin minta pujian dari orang-orang atas amalannya). Dimana  hal tersebut sangat dibenci oleh Allah SWT seperti  yang diperingatkan dalam firmanNya dalam Kitab Suci Al-Qur’an dalam Surat Al-Baqarah ayat 264 : “Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima) seperti orang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada  manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan Hari Kemudian.”
  6. Tidak Pernah Berdusta, mengingkari janji, berkhianat : Karena ketiga hal tersebut merupakan sifat-sifat (karakter) orang-orang Musyrik. Sebagaimana yang diperingatkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya pada Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim : “Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga. (1). Bila berbicara suka berdusta (2). Bila berjanji suka mengingkari (3). Bila dikhianati suka berkhianat”.
  7. Tidak Egois (mementingkan diri sendiri) : Sebaliknya selalu menomorsatukan kepentingan orang lain. Sebagai pelaksanaan atas anjuran Rasulullah SAW seperti yang disabdakan dalam Hadist Riwayat Tabharani : “Tidak beriman seseorang diantara kamu sehingga ia menyintai saudaranya sebagaimana ia menyintai dirinya sendiri”.
  8. Berkalbu tulus dan ikhlas : Tidak pernah iri dan dengki pada seseorang dan  serta memaafkan seseorang, walaupun orang itu telah merugikan dan menyakiti hatinya. Hal mana dilakukan karena mentaati atas perintah Allah SWT sebagaimana yang difirmankan-Nya dalam Kitab Suci Al-Qur’an dalam surat Al-Imran ayat 134 : “Orang-orang yang menafkahkan hartanya baik diwaktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan”. 
Demikianlah kesimpulan Budi Pekerti Leluhur Alawiyyin dalam garis besarnya. Sudah selayaknya jika mereka mengaku sebagai keturunan Rasulullah SAW ataupun yang bukan keturunan beliau, mempunyai perilaku seperti yang disebut diatas. Islam diterima di negeri ini karena dahulu Walisongo memegang teguh ajaran leluhur Alawiyyin. Sehingga kalau ada sekarang mereka yang mengaku keturunan Rasulullah SAW tapi meninggalkan ajaran budi pekerti diatas, berarti mereka hanya bisa mewarisi nasab darah, sedangkan nasab akhlak sama sekali tidak berbekas. Islam yang dibawa Walisongo adalah Islam yang ramah dan berkarakter, sehingga sampai saat ini kita bisa merasakan nuansa itu. Islam ditangan Walisongo adalah Islam rahmatan lil Alamin yang kemudian menyatu dengan kultur bangsa ini. Islam di Nusantara adalah Islam yang dibawa Walisongo dimana didalamnya penuh dengan budi pekerti sesuai dengan suri tauladan Alawiyyin yang pernah ditanam oleh Al Imam Ahmad Al Muhajir.

Para Kyai Keturunan Walisongo, para tokoh bangsa dan ulama keturunan Kesultanan Azmatkhan yang ada di Nusantara, serta para Habaib yang sekarang ini banyak menjadi “lilin” ditengah masyarakat, sudah selayaknya mempunyai sifat diatas, karena mereka itu adalah keluarga besar Alawiyyin yang salah ciri khasnya adalah Akhlak, betapapun mulianya sebuah nasab tanpa adanya sifat diatas maka sudah selayaknya mereka itu malu menyandang dirinya sebagai Alawiyyin. Alawiyyin sejati itu adalah mereka yang mampu menunjukkan 8 karakter dasar Ahlul Bait. [1] [2] 

Sumber :

[1] Untuk lebih jelasnya lagi mengenai garis besar budi pekerti Alawiyyin, menurut As-Sayyid Muhammad Hasan Al-Aidid pembaca dapat menalaah kitab-kitab seperti : 1. Al-Ilmun Nibras Fit-Tambihi Ala Manhajil Akhyas oleh Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Hasan Al-Attas 2. Al-Masya Arrawiy Manaqib Assadah Al-Kiran Bani Alawiy oleh Muhammad Abubakar Syilliy 3. Qu’tul Qulub oleh Sayyid Abu Thalib Al-Makki

[2] Dikutif Dari Buku Raden Fattah Sang Pendobrak, Iwan Mahmud Al Fattah, Jakarta : Madawis, 2015, hlm 308 - 310.

JASA WALISONGO DALAM MENGISLAMKAN NUSANTARA (Mengikuti Jejak Langkah Al-Imam Ahmad Al-Muhajir)

Apa saja sebenarnya jasa walisongo dalam kehidupan berbangsa dan bernegara ini? apakah hanya sekadar penyiaran dalam bidang agama? Apakah Walisongo gerak dakwahnya hanya terbatas pada kajian-kajian keislaman semata saja?

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini sudah selayaknya bisa kita jawab secara detail dan tuntas pada sejarah mereka, karena akhir-akhir ini ada sebagian kecil orang yang berani meremehkan keberadaan Walisongo, padahal bila dibandingkan kiprah dakwah mereka dengan Walisongo, jauh panggang daripada api. Mereka yang berani “menggugat” keberadaan Walisongo itu, saya ingin bertanya, sudah berapa ribu orangkah yang anda Islamkan? Sanggupkah anda berdakwah ditengah kehidupan saat itu yang notabenenya bukan pemerintahan Islam?. Sanggupkan anda berdakwah ditengah suasana yang masih penuh keterbatasan dan fasilitas? Sanggupkah anda membuat sebuah tradisi Islam yang bertahan sekian ratus tahun ?

Terus terang kondisi seperti ini telah membuat kami prihatin. Pada beberapa situs yang pernah kami kunjungi, Walisongo ini bahkan dianggap sebagai perusak aqidah Islam terutama dalam kehidupan Islam tradisionalisnya (Innalillahi....., memangnya siapa dia berani menilai Walisongo sebagai perusak aqidah dan pembawa bid'ah!), lebih memprihatinkan lagi bahkan nama walisongo ini hampir hampir saja terlempar dari sebuah buku yang katanya "ENSIKLOPEDI" tentang Islam di Nusantara ini..Aneh bin Ajaib, Walisongo hampir lenyap pada buku sekelas 'ENSIKLOPEDIA ISLAM" .

Fenomena ini tentu membuat kami bertanya-tanya ketika  ada fihak yang memandang sinis kepada Walisongo, hanya karena melihat secara sefihak terhadap ajaran dan budaya yang mereka kembangkan dalam menyebarkan agama Islam di Nusantara. Akulturasi yang dibawa Walisongo dianggap “kebablasan” padahal akulturasi yang dilakukan Walisongo pada masa itu sudah difikirkan dan dikaji secara matang oleh semua anggota Walisongo yang track record keilmuannya rata-rata sudah mencapai “Allamah”, mulai dari angkatan pertama sampai berdirinya Kesultanan Islam Demak. Bagi beberapa fihak, Walisongo bahkan sering dikatakan hanya cocok di pulau Jawa ?, padahal kalau saja mereka mau mempelajari sejarah Walisongo secara jernih dan mendalam, medan dakwah Walisongo justru hampir disemua wilayah Nusantara, ini jauh lebih luas jangkauannya daripada prasangka sebagian orang tersebut, dan ini terbukti dikemudian hari dimana banyak keturunan Walisongo yang berhijrah atau berdakwah tidak hanya di pulau Jawa, daerah-daerah seperti Ternate Tidore dan juga Jazirah Al-Muluk (Kepulauan Maluku) yang jauh saja mereka datangi, daerah Sumatra seperti Lampung, Palembang, Aceh, Jambi, Melayu juga mereka tebar dengan dakwahnya. Daerah Sulawesi bahkan ditempati oleh leluhur utama mereka yaitu Sayyid Husein Jamaluddin atau Syekh Jumadil Kubro Awal, bahkan daerah Kalimantanpun juga mereka masuki pada saat pemerintahan Sultan Trenggono dari Kesultanan Demak. Bahkan Jayakarta atau Jakarta juga mendapat perhatian penuh dari Majelis Dakwah Walisongo pada masa itu. Di beberapa Kerajaan kerajaan non Islam saja keberadaan mereka diterima dengan baik mulai dari kerajaan Majapahit sampai kepada Pajajaran,  semua bisa menerima anggota Walisongo dengan baik, sehingga sangat tidak bijak jika sekarang ada fihak yang  bersikap sinis kepada para pendakwah yang telah sukses mengIslamkan Nusantara ini.

Yang juga sering membuat kami tidak habis fikir adalah ketika  ada beberapa fihak yang berani mengatakan bahwa Nasab  atau  silsilahnya walisongo dianggap terputus dengan generasi sekarang dengan alasan tidak tercatat ? Kata siapa tidak tercatat ? umur berapakah mereka itu sehingga berani mengatakan jika Walisongo nasabnya tidak terpelihara dan tidak tercatat? Padahal  jika kita mau pelajari teliti dan mendalam garis keturunan ulama-ulama besar Nusantara,  banyak sekali yang merupakan keturunan Walisongo, bahkan ulama-ulama kelas dunia yang banyak menetap di Mekkah dan menjadi pakunya ulama saat itu merupakan keturunan Walisongo, sebut saja nama Syekh Nawawi Al-Bantani yang merupakan keturunan Sunan Gunung Jati, Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang merupakan keturunan Sunan Giri dari anaknya yang bernama Sultan Minangkabau, atau Syekh Yasin Fadani dari keturunan Sunan Giri, Syekh Junaid Al Batawi dari keturunan Raden Fattah Azmatkhan,  sedangkan yang didalam negeri ada nama Mbah Kholil Bangkalan yang merupakan keturunan Sunan Kudus, ada KH Hasyim Asy’ary, KH Ahmad Sidiq, KH Sahal Mahfud yang merupakan keturunan Syarif Muhammad Kebungsuan bin Sayyid Jamaluddin/Syekh Jumadil Kubro Wajo (leluhur Walisongo), KH Ahmad Dahlan Pendiri Muhammadiyah yang merupakan keturunan Sunan Giri, Buya Hamka yang keturunan Sunan Giri, KH As’ad Syamsul Arifin yang merupakan keturunan Sunan Ampel, Abuya Dimyati Banten yang keturunan Sunan Gunung Jati, Kyai Marogan Palembang yang keturunan Sunan Giri, Guru Mansur Sawah Lio Betawi yang keturunan Raden Fattah, atau nama Abuya KH Abdullah bin Nuh yang dalam penelitian kami ternyata keturunan Raden fattah Azmatkhan dan masih banyak lagi ribuan ulama atau tokoh-tokoh bangsa keturunan Walisongo, dan ini membuktikan jika garis keturunan mereka itu terjaga dengan baik. Dan semua ini tercatat dengan baik pada kitab Al’Mausuah Li Ansaabi Al Imam Al Husaini yang disusun oleh As-Syekh Sayyid Bahruddin Azmatkhan Al-Husaini.

Walisongo memang sepertinya tidak akan habis untuk dikritik dan dicari kelemahannya, baik dari segi sejarah, riwayat atau nasabnya.  Seorang yang saya kenal bahkan pernah berani mengatakan kepada saya bila Walisongo itu ajarannya sudah tidak cocok dengan kondisi sekarang! Ha? tidak cocok ? apanya yang tidak cocok saudaraku? setahu kami justru ajaran ajaran mereka yang fleksibel dan justru banyak fihak yang memujinya, tidak tanggung tanggung Walisongo itu bahkan sering menjadi kajian ilmiah dikalangan beberapa peneliti peneliti sejarah. Mengatakan bahwa metode dakwah Walisongo itu sudah usang hanya karena sebagian orang tersebut “Uphoria” terhadap perkembangan dakwah “dinegeri lain” jelas tidak obyektif. Sudah jelas setiap daerah atau negara strategi dakwahnya tentu tidak sama, dan ini pernah dilakukan Walisongo. Sungguh sebuah hal yang ironis jika ada fihak mendeskriditkan figur-figur Walisongo dengan alasan Walisongo hidup di era abad 14 dan 15 dan orang tersebut hidup di era “modern”, padahal kalau kita mau jujur Islamnya kita pada masa kini, terutama di Nusantara, itu jasa siapa? memangnya Islam yang seperti apa yang cocok untuk negara ini?. Janganlah kita membuat sebuah kesimpulan sesaat dalam memahami ajaran Walisongo apalagi dengan mengatakan bahwa Walisongo itu adalah sebuah “mazhab” tersendiri, sehingga keberadaan ajarannya patut dipertanyakan eksistensinya. Janganlah terlalu berlebihan menganggap bahwa ajaran Walisongo itu seolah ajaran “lokal” yang bertentangan dengan ajaran Islam yang sesungguhnya.

Saudara....perlu kita tahu, Islam yang dibawa Walisongo adalah Islam yang sama seperti di negara-negara yang mayoritas menganut faham Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah. Negeri ini akar keislamannya sama seperti negeri Hadramaut Yaman, Palestina, Maroko (Magribi), Turki, Mesir, Damascus, Sebagian India, Sebagian Pakistan, Irak, Sebagian wilayah Iran yang Sunni, sebagian Afganistan, Samarkand (uzbekistan), Mekkah dan Madinah (terutama pada era Syarif-Syarif Mekkah), serta negara-negara yang menganut faham Ahlussunnah Wal Jama’ah lainnya.  Negara-negara tersebut bahkan sangat menaruh hormat terhadap bangsa kita berkat akar keislaman yang dibawa Walisongo ini. Walisongo itu nama organisasi bukan Mazhab, namun sekalipun nama sebuah organisasi dakwah, ajarannya tidaklah menyimpang dari ajaran para leluhurnya. Walisongo tetap mengikuti ajaran jumhur ulama penerus jejak Rasulullah SAW, terutama Ulama yang menganut faham Ahlussunnah Wal Jamaah. Walisongo itu sangat memegang teguh Al-Qur’an, Hadist, dan juga Ijma dan serta menjunjung tinggi adanya Qias. Akidah mereka jelas Ahlussunnah Wal Jamaah dengan mayoritas menganut faham Asy’ariyah-Maturidiyah, fiqih yang mereka anut adalah Imam Syafi’i, Aliran Tassawuf yang mereka anut juga banyak mengambil pemikiran Al-Ghazali dan Syadzili, Thariqoh yang mereka anut juga Thariqoh Alawiyah dan Thariqoh yang selaras dengan ajaran Rasulullah SAW. Mereka juga sangat cinta akan seni sastra arab dan juga lokal. Dalam bidang Akhlak mereka itu mengikuti jejaknya Al-Imam Ahmad Al-Muhajir yang merupakan nenek moyang Kaum Alawiyyin seluruh dunia, dan Walisongo juga sangat tegas dalam menghadapi penyimpangan dalam bidang pemikiran dan akidah, namun cara mereka menghadapinya penuh dengan hikmah kebijaksanaan seperti yang pernah dilakukan datuknya dahulu, yaitu Al Imam Al-Muhajir dimana Al-Imam Ahmad dahulunya berhasil melakukan dakwah dengan meluruskan pemikiran-pemikiran yang menyimpang pada masa itu di Hadramaut.  Jika kita berkunjung kebeberapa negara seperti Yaman, Maroko, Turki,  maka banyak ulama disana yang merasa kagum dengan cara dakwah Walisongo yang berhasil membuat wajah Nusantara ini menjadi Islam yang ramah, berkarakter namun tidak hilang akan ketegasannya.

Marilah dalam menilai sesuatu itu penuh dengan pendalaman, kaji yang lebih serius, mempelajari sesuatu itu harus penuh kearifan dan juga sikap cerdas dan kritis. Bicara Walisongo itu banyak aspeknya, janganlah kita mempersempit diri dalam melihat sosok sosok yang telah berjasa ini.. Kita juga harus tahu bahwa Walisongo itu pada proses dakwahnya, ternyata tidak hanya bergerak pada bidang agama, namun tanpa diduga pergerakan mereka juga sudah merambah pada bidang bidang kehidupan yang lain, seperti seni, pengobatan, militer, pendidikan, politik, ekonomi, budaya, sosial, dll, ini menandakan jika mereka ini orang-orang yang cerdas. Jangan kira dalam bidang bidang yang disebut tadi mereka tidak punya kemampuan, justru kemampuan-kemampuan seperti ini yang  menjadi syarat ketika mereka terjun langsung di masyarakat, bahkan nantinya peran mereka sangat diandalkan dalam bidang pemerintahan pemerintahan Islam. Dalam bidang pengobatan/Kedokteran ada nama Maulana Malik Ibrahim, dalam bidang pendidikan dan pengaturan negara ada maestronya yaitu Sunan Ampel, dalam bidang seni budaya ada nama Sunan Kalijaga, dalam bidang militer dan pasar uang ada nama Sunan Kudus, dalam bidang pemerintahan (tata negara) ada nama Sunan Gunung Jati dan juga Raden Fattah, dalam bidang hukum ada nama Sunan Giri, dalam hal Baitul Mal dan juga seni sastra ada nama Sunan Bonang, dalam bidang politik ada Majelis Dakwah Walisongo yang mengawasi pemerintahan Islam, terutama Kesultanan Islam Demak. Uniknya semua anggota Walisongo baik sejak Masa Angkatan Pertama s/d Kelima mereka bisa menguasai bidang satu dengan yang lain,

Walisongo itu memang unik, siapa bilang mereka hanya cuma ulama semata ? mereka itu justu banyak yang menekuni bidang pendidikan dan seni, dua bidang yang nantinya memberi pengaruh yang luar biasa pada kehidupan bangsa ini, terutama masyarakat Jawa dan Sunda pada masa itu. Kenapa Jawa dan juga Sunda saat itu menjadi pusat dakwah Walisongo? Itu karena di pulau ini ada dua kekuatan besar yang menonjol di Nusantara, yaitu Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Pajajaran, dan kedua-duanya ternyata dimasuki Walisongo dengan proses Islamisasi yang bisa diterima dengan tangan terbuka.

Kedua bidang yang disebut tadi (pendikan dan seni) bahkan sampai sekarang masih bisa dinikmati seperti misalnya :

  1. Permainan anak anak seperti : Jelungan, jamuran, Jor, gula ganti, gendi gerit, cublak cublak suweng, ilir ilir dan sebagainya.
  2. Nyanyian yang isinya sarat dengan pesan pesan keagamaan seperti Tembang Dolanan Bocah, Lir Ilir.
  3. Seni Ukir bermotif dedaunan, bentuk gayor atau alat untuk menggantungkan gamelan dan bentuk ornamentik lainnya dianggap sebagai seni ukir nasional, padahal itu adalah kerya walisongo, sebelum zaman walisongo kebanyakan seni ukir bermotifkan binatang atau manusia.
  4. Seni drama, seni pahat, seni gamelan, seni pakaian (seperti baju takwa). corak batik bergambar burung yang filosofinya adalah supaya manusia senantiasa berkata baik dengan memelihara lisannya dari mengeluarkan kata kata yang kurang baik.
  5. Pondok-pondok Pesantren yang ada sekarang ini adalah kebanyakan metodologinya mengikuti cara-cara Walisongo, apalagi sebagian besar pengasuhnya banyak keturunan Walisongo.
  6. Tradisi Penulisan yang dilakukan Walisongo sampai saat ini masih banyak diteruskan oleh para keturunannya.
  7. Dan masih banyak lagi jejak-jejak jasa lainnya.

So jadi siapa bilang WALISONGO itu tidak punya jasa...

Walllahu A'lam Bisshowab...

Sumber :

Idrus HA, Kitab Asror Walisongo, Pekalongan : Penerbit CV bahagia, 1995, hlm 29-30.
Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan, The Return Of Dinar Dirham, Jakarta : Madawis, 2015, hlm 91 - 101.
Iwan Mahmud Al Fattah, Raden Fattah Sang Pendobrak, Jakarta : Madawis, 2015.
Faris Khoirul Anam, Al Imam Ahmad Al-Muhajir, Malang, Darkah Media, 2010.

AL IMAM AL MUHAJIR AHMAD BIN ISA, HIJRAHNYA MENGINSPIRASI WALISONGO DALAM MENANAMKAN ISLAM DI NUSANTARA

Tidak banyak yang tahu bahwa kunci suksesnya Walisongo dalam melakukan proses Islamisasi di Nusantara adalah karena mengikuti jejak dan langkah dari salah seorang leluhur utama mereka yaitu Al-Imam Ahmad Al-Muhajir. Selama ini mungkin kita hanya berfikir bahwa suksesnya Walisongo dalam mengislamkan bumi Nusantara dengan kearifan lokalnya hanya berdasarkan kemampuan komunikasi mereka dengan masyarakat, padahal dibalik itu ada sebuah inspirasi besar yang menyebabkan mereka berhasil dalam melakukan dakwah di negeri yang indah dan damai ini, yaitu Al-Imam Ahmad Al-Muhajir, leluhur puncak Kaum Alawiyyin seluruh dunia yang diantaranya adalah keluarga besar Walisongo dan juga sebagian Kesultanan-kesultanan Nusantara seperti Kesultanan Demak, Banten, Cirebon, Palembang, Malaka, Sukapura, Mataram Islam, juga Kyai-Kyai Besar yang berada di daerah Jawa, Sunda, Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, dan beberapa daerah lainnya.

Adanya wacana “Islam Nusantara” yang muncul telah membuat banyak fihak terkaget-kaget, bahkan sampai saat ini telah menciptakan pro dan kontra. Namun demikian ketika wacana tersebut muncul, justru difikiran kami terlintas tiga nama yang berkaitan dengan wacana Islam Nusantara tersebut, yang pertama adalah Al-Imam Ahmad Al-Muhajir, yang kedua Sayyid Abdul Malik Azmatkhan dan yang ketiga adalah Majelis Dakwah Walisongo. Untuk yang kedua dan ketiga kami sudah sering membahasnya dalam beberapa tulisan, sedangkan untuk Imam Ahmad Al-Muhajir, kami sendiri baru beberapa sesi saja menulisnya. Namun untuk sebuah kecintaan, terus terang nama beliau ini sangat melekat di diri kami, setiap ada pembacaan tahlil dan pembacaan Fatehah, tidak lupa nama beliau ini kami sebut dan kami sandingkan dengan nama Syekh Abdul Qodir Jaelani, Sayyid Abdul Malik Azmatkhan, Al Imam Faqih Muqaddam, dan Juga Walisongo. Bahkan di hampir semua majelis taklim di Jakarta baik yang dikelola para Habaib ataupun Kyai-Kyai, nama Al-Imam Ahmad Al-Muhajir sudah pasti disebut.

Al-Ahmad Al-Muhajir jelas bagi kami adalah tokoh besar dan inspirasi besar bagi Majelis Dakwah Walisongo. Dakwah beliau sangat menyentuh hati bagi semua fihak dan hingga kini masih terus dikenang dan dicontoh oleh para keturunannya yang bertebaran di seluruh dunia termasuk Walisongo.  Islam Nusantara yang dikembangkan oleh Walisongo jelas mengambil pola dan metode yang sama dengan ulama yang karismatik ini.

Bagi kami antara Walisongo dan Al-Imam Ahmad Al Muhajir tidak bisa saling dilepaskan, karena Imam Ahmad Al-Muhajir merupakan puncak leluhur Alawiyyin yang ada di Hadramaut yang  salah satu keturunannya adalah Walisongo. Sudah selayaknya nama Al Imam Ahmad Al Muhajir ini selalu kita kenang dan kita contoh perilaku dakwahnya. Sudah selayaknya pula bagi keturunanya bisa mengenal beliau ini lebih dekat seperti kita mengenal para kakek-kakek kita terdahulu. Oleh karena itu untuk mengetahui siapa sesungguhnya beliau serta bagaimana sejarah perjuangan beliau, mari kita lihat sejarah singkat tentang tokoh  Ahlul Bait yang luar biasa ini.

Siapa Al-Imam Ahmad Al-Muhajir ini ?

Al Imam Ahmad bin Isa Arrumi dilahirkan di sebuah kota yang menjadi pusat peradaban Islam, yaitu Basrah, Irak. Kota ini terletak sekitar 545 km dari Bagdad. Terletak di Sepanjang sungai Shatt-al Arab dekat Teluk Persia. Basrah memiliki peradaban penting dalam sejarah awal agama Islam. Didirikan tahun 636, Basrah kadang dijuluki “Venezia Timur Tengah” karena adanya terusan yang melintasi kota ini.

Al Imam Ahmad Al-Muhajir  dilahirkan dari sebuah keluarga yang bahagia yang dijaga kehormatannya oleh Allah SWT. Ayah beliau bernama Isa Al-Naqib bin Ali Al-Uraidhi. Sedang Ibu beliau bernama Zainab binti Abdullah bin Hasan Al Uraidhi. Lengkapknya nasab Al-Imam Ahmad adalah sebagai berikut : Al-Imam Ahmad bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-Uraidhi bin Jakfar Shodiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zaenal Abidin bin Al-Imam Husein binti Sayyidah Fatimah binti Muhammad Rasulullah SAW.

Leluhur Keluarga besar Imam Ahmad bin Isa Al-Naqib (Kadang disebut Isa Ar-Rumi karena wajahnya seperti orang eropa/Rumawi) sebenarnya berdomisili di Madinah Munawaroh, namun kakek beliau yaitu Muhammad An-Naqib bin Ali Al Uraidhi pindah ke Basrah dan meninggal ditempat ini dalam usia 59 tahun. Adapun daerah Uraidh berjarak 4 mil dari Madinah.

Keluarga Al-Imam Ahmad bin Isa adalah keluarga terhormat, mereka dikenal berani, kaya, namun disertai karakter takwa dan istiqomah. Saudara Imam Ahmad yaitu Muhammad bin Isa adalah panglima perang dan pemimpin ekspansi wilayah Islam.

Kondisi politik pada saat Imam Ahmad dilahirkan, Basrah tengah dilanda konflik. Pemberontakan meledak di eufrat, sebuah wilayah di pinggiran Bashrah, kota subur yang dibangun pada masa khalifah Umar bin Khattab. Kala itu pemerintahan sudah beralih di Dinasti Abbasiyah, setelah sebelumnya dikuasai oleh Dinasti Umayyah. Kondisi Basrah tidak terus membaik setelah Imam Ahmad dewasa dan menjadi orang alim. Di beberapa tempat Basrah diguncang oleh adanya pemberontakan dan fitnah yang silih berganti dengan  mengatasnamakan diri sebagai “Keluarga Nabi” padahal mereka itu bukan keturunan Rasululullah SAW.

Al Imam Ahmad bin Isa tumbuh dewas dibawah asuhan orangtuanya. Nuansa Keilmuan dan kemuliaan budi pekerti sangat terkenal di kalangan Ahlul bait itu.  Bagaimanan hal itu tidak terjadi, sedangkan sumber keilmuwan dan akhlak keluarga itu adalah Manhaj Nabawi (Kenabian).

Sejarah telah mencatat budi pekerti keluarga Nabi, baik keturunan Al-Hasan maupun Al-Husain, yang telah dilahirkan di madrasah bermanhaj Nabawi ini. Mereka telah mengawal perjalanan umat, menarik simpati hati, berdiri tegar melawan kebatilan, membayarkan kehidupan mereka sebagai ongkos bagi prinsip dan dakwah Islam, demi meninggikan kalimat La Ilaha Illalah.

Dari lingkungan yang dihiasi dengan ilmu dan kemuliaan inilah Imam Ahmad bin Isa dilahirkan. Beliau tumbuh dewas di antara ayah, kakek, paman-paman, yang mereka adalah Imam, Naqib, dan ulama. Beliau mempelajari ilmu-ilmu agama, baik tafsir, fiqih, adab, sejarah, bahkan ilmu logika kepada keluarganya itu.  Selain itu Bashrah sendiri saat itu adalah kota yang kaya dengan kebudayaan dan peradaban. Berbagai disiplin ilmu berkembang pesat, tokoh-tokoh sufi, pujangga, ahli fiqih, ahli hadist, semuanya ada di kota ini. Di Seluruh penjuru kota penuh dengan Majelis-majelis taklim. Para ulama saling bertukar pendapat, berdiskusi dan membahas berbagai macam keilmuwan. Murid-murid pun banyak yang berdatangan dari kota lain. Di Basrah juga banyak terdapat bermacam-macam mazhab dan faham yang berbeda seperti Syiah dan Mu’tazilah.

Saat Imam Ahmad Bin Isa tinggal dan mengenyam pendidikan di Basrah, Al-Imam Ahmad menguasai  bidang ilmu Agama (diniyah), Sejarah (tarikh) dan filsafat, bahkan keilmuwan beliau juga merambah pada bidang ilmu falak, ilmu sastra, Tassawuf, matematika dll. Hampir semua ulama besar yang terdapat di basrah dan juga beberapa wilayah lain adalah guru Al-Imam Ahmad.

Hijrah Dari Basrah

Untuk beberapa tahun, Imam Ahmad bertahan di Basrah, namun karena fitnah yang terus melanda Irak memaksa Imam Ahmad bin Isa untuk meninggalkan Basrah. Hijrah ini didorong oleh keinginan untuk melindungi keluarga dan sanak familinya dari bahaya fitnah yang melanda Irak pada waktu itu.

Pada umumnya umat Islam menghormati serta menaruh perasaan kasih sayang terhadap keturunan Nabi Muhammad SAW. Ini bukan semata-mata karena mereka adalah keturunan Nabi Muhammad SAW, tetapi juga karena mereka memiliki budi pekerti yang luhur, keilmuwan yang tinggi dan wara. Kedudukan yang tinggi ini telah menyebabkan perasaan cemburu dan prasangka terhadap mereka dikalangan pemerintah. Mereka khawatir kalau-kalau keluarga Nabi ini akan merebut dan menggugat kekuasaan dari Dinasti Abbasiyah.

Dari masa kemasa golongan “Keluarga Nabi” menjadi sasaran pemerintah. Banyak diantara mereka  yang ditangkap dan dibunuh berdasarkan alasan yang bermacam-macam. Namun mayoritas “Keluarga Nabi” ini  bersikap sabar n menjauhkan diri dari kelompok yang menimbulkan kekacauan. Dari pengalaman  yang lalu, golongan tersebut yakin pada keterlibatan dalam dunia politik akan berakhir dengan kekecewaan. Selain itu seperti telah diketahui Al-Imam Ahmad bin Isa adalah salah satu pemuka ahlul bait (keluarga Nabi) yang populer, sehingga tidak diragukan lagi, beliau berada dalam pengawasan negara. Diam atau bergerak, beliau selalu dipantau. Hal ini semakin diperparah dengan fakta bahwa dua pemberontakan yang terjadi kalau itu pemberontakan kaum Negro dan Qaramitah, mengatasnamakan gerakan tersebut sebagai gerakan Alawiyyun. Karena itu dengan berbagai pertimbangan Imam Ahmad memutuskan untuk hijrah ke Hijaz (Saudi Arabia sekarang).

Keluarga besar Imam Ahmad akhirnya hijrah meninggalkan basrah pada tahun 317 Hijriah saat berusia 38 tahun disertai dengan para pengikutnya yang setia.

Rute Perjalan Sampai Madinah

Daerah pertama yang dituju oleh rombongan Al-Imam Ahmad adalah Madinah Al-Munawaroh. Mereka menuju kota Suci itu melalui jalur Syam, karena rute yang biasa dilalui kurang aman. Jalur resmi itu dinamakan jalur Zubaidah, mengambil nama istri Harun Al-Rasyid.

Kafilah Al Imam Ahmad sampai di Madah hiinah dari jalur Tabuk pada tahun 317 H. Mereka tinggal di kota Suci itu selama setahun. Keluarga ini begitu menikmati Madinah sebaga negeri leluhur mereka.

Sejak berpindahnya Imam Ahmad dari Basrah ke Hijaz ini sejak itu beliau dijuluki “Al-Muhajir” atau Seorang yang berhijrah.

Hijrah yang dilakukan Imam Ahmad ini bukanlah “Hijrah Bid’ah”, karena sudah biasa dilakukan keluarga Nabi. Dimulai dari Hijrah Nabi dari Makkah ke Madinah yang kemudian diikuti oleh Imam Ali bin Abi Thalib Dari Hijaz ke Irak, dan anak turunnya seperti Al-Imam Husein bin Ali dari Madinah ke Irak (Karbala) dan juga keluarga Al-Hasani yang hijrah ke Magrib (Maroko). Bahkan  pada zaman sebelumnya, leluhur mereka , Nabi Ibrahi As juga telah melakukan hijrah ini dari Ur ke Al Quds (Palestina).

Hijrah menjadi satu-satunya jalan untuk menghindari gangguan orang-orang musyrik atau orang-orang yang berniat jahat, pergi ke daerah lain demi menyelamatkan keyakinan agama. Bila kondisi memang menuntut, hijrah harus dilakukan meski harus menanggung banyak resiko seperti berpisah dengan anak, teman, dan harta benda.  Tidak diragukan baha hijrah adalah bagian sejarah dan kisah hidup orang-orang sukses.

Berhaji Ke Makkah Al Mukaramah

Pada tahun berikutnya (318 H) rombongan Imam Ahmad Al-Muhajir beserta rombongan menuju Makkah untuk melakukan haji. Dan bersamaah dengan itu rupanya fitnah sekte Qaramitah ternyata telah melanda kota suci Mekkah. Mekkah yang harusnya suci dari perbuatan-perbuatan jahat telah tercemari oleh adanya gerakan Qaramitah, mereka membunuh jamaah yang ada didalam masjid, mereka mencongkel  hajar aswad dari tempatnya, mereka membantai 1700 orang di Masjidil Haram, mereka memenuhi sumur zamzam dengan mayat-mayat, mereka juga merampas harta dan perhiasan ka’bah dan juga merobek robek kiswah penutup ka’bah.

Bertemu Orang Hadramaut

Saat melaksanakan ibadah haji pada tahun 318 H tersebut, Al-Imam Al-Muhajir bertemu dengan rombongan dari Tihamah dan Hadramaut. Tihamah adalah wilayah dataran rendah di Yaman bagian utara. Sedangkan Hadramaut adalah wilayah di selatan Yaman dan saat ini menjadi salah satu provinsi di negara yang terletak di selatan Jazirah tersebut.

Rombongan haji dari Yaman itu lantas belajar ilmu-ilmu agama dan akhlak kepada Al-Imam Ahmad Al-Muhajir. Mereka senang dan terkesan dengan budi pekerti beliau yang mulia. Pada episode selanjutnya, mereka menceritakan kepada Sang Imam tentang fitnah aliran Khawarij di Hadramaut dan mengajak beliau membantu mereka menyelesaikan fitnah itu. Al-Imam Al-Muhajir berjanji untuk datang ke negeri mereka.

Menuju Yaman

Setelah menunaikan haji pada tahun itu, Al Imam Ahmad Al-Muhajir dan rombongan bergerak menuju Selatan. Yang mereka tuju adalah negeri Yaman. Sebuah wilayah yang banyak mendapat pujian dari Rasulullah SAW. Setiba di Yaman Utara, rombongan ini lantas berpisah dengan beberapa anggotanya. Sedangkan Al Imam Ahmad bin Isa meneruskan  perjalanan ke Yaman Bagian Selatan, hingga sampai di desa Al Jubail dilembah Dawan

Tiba di Hadramaut

Pada tahun 320 hijriah Imam Ahmad Al Muhajir menginjakkan kakinya di Hadramaut. Dalam sejarah lama, wilayah ini dikenal dengan lembah Al-Ahqaf karena tekstur bagian timur lembah (wadi) ini didominasi bukit pasir berbatu, yang dalam bahasa arab disebut Al-Ahqaf. Secara umum tekstur Hadramaut terdiri dari lembah dan pasir yang tandus dan terkenal dengan suhu udara yang panas. Kondisi Hadramaut tentu berbeda dengan Basrah yang merupakan daerah subur. Oleh karena itu demi untuk mengetahui apa penyebab Imam Ahmad Al-Muhajir hijrah ke Hadramaut ada baiknya kita mengetahui sebab sebab dibawah ini :
  1. Karena Allah dan Rasul-Nya : Terutama adalah untuk jaminan keselamatan agama beliau dan para pengikut, dari fitnah aliran sesat yang melanda  Basrah ketika itu, sebab itulah hijrah ini diniatkan karena Allah dan Rasul-Nya, bukan untuk yang lain.
  2. Menepati Janji : Sebagaimana diketahui bahwa Al-Imam Ahmad Muhajir bertemu dengan  rombongan dari Tihamah dan mereka itu meminta bantuan Imam Ahmad untuk menyelesaikan fitnah yang terjadi dan Imam Ahmad Al-Muhajir  telah menyanggupi dan berjanji untuk datang ke negeri mereka.
  3. Membantu Orang Hadramaut : Para jamaah haji dari Hadramaut telah meminta kepada Sang Imam untuk membantu rakyat Hadramaut dalam membendung aliran Ibadhiyah (salah satu kelompok Khawarij) yang terus membesar.
Desa-Desa Yang Ditempati Al-Imam Al-Muhajir di Hadramaut
  1. Desa pertama yang beliau tempati adalah Dawan yang merupakan lembah terbesar yang ada di Hadramaut.
  2. Setelah ith beliau hijrah di Hajrain, 100 km disebelah barat kota Sewun. Di Hajrain beliau membeli kebun kurma dan pekarangannya seharga 1500 dinar. Beliau membangun rumah sederhana yang hingga kini bangunannya masih ada dan beberapa kali mengalami renovasi.
  3. Beliau berpindah lagi menuju kampung Bani Jusyair di desa Bur, 112 km dari Hajrain.
  4. Inilah tempat terakhir beliau yaitu Husayyisah, yaitu antara Tarim dan Sewun. Sayangnya Husayyisah yang sekarang menjadi desa mati dan rusak, namun demikian hingga kini makam Imam Ahmad  Al Muhajir masih ramai dikunjungi orang.

Pribadi Imam Ahmad bin Isa
  1. Zuhud : ketika saudara beliau yaitu Muhammad bin Isa menjadi panglima perang dan penguasa di beberapa daerah di Irak, beliau mendatanginya dan memberikan nasehat, sehingga akhirnya Imam Muhammad bin Isa rela meninggalkan semua kekuasaannya itu dan menempuh jalan para pendaluhunya, jalan menuju kebahagiaan akhirat serta ridha Allah. Di Basrah Irak, Imam Ahmad bin Isa memiliki kehormatan dan harta yang banyak, namun beliau tidak mengindahkannya, sebaliknya beliau menyibukkan diri dengan ibadah, perjuangan dan dakwah agama. Fakta ini mencerminkan karakter orang Shalih dan zuhud pada dunia. Tak hanya menasehati orang lain, Imam Ahmad telah rela meninggalkan bisnis dan relasinya di Basrah untuk menuju daerah baru yang belum beliau kenal medan dan situasinya demi menyelamatkan agama yang beliau yakini.
  2. Berilmu luas dan Bijak : beliau mempunyai pengetahuan agama yang luas dan seorang yang bijaksana. Beliau tidak hanya menyampaikan informasi dalam situasi biasa, atau kepada orang-orang yang sefaham dan seakidah, ilmu dan nalar yang dimiliki beliau  mampu dijelaskan melebih standar pada masa itu. Beliau mampu menjelaskan hujjah dan logika  diatas kemampuan yang rata-rata dimiliki manusia. Pendekatan beliau adalah berdiskusi dengan cara yang terbaik (mujadalah billati hiya ahsan) dalam menghadapi aliran sesat, setelah itu beliau mengajak dengan hikmah (kebijaksanaan, lemah lembut) dan memberikan mauizhoh hasanah (nasehat yang baik). Dengan kalangan Ibadhiyah bahkan Imam ahmad mampu “melumpuhkan” mazhab mereka.
  3. Sabar : Keputusan untuk berhijrah dari basrah membuktikan sifat sabar yang beliau miliki. Pertama : beliau rela meninggalkan harta benda di basrah. Beliau rela mengorbankan semua yang dimiliki daripada harus menyerahkan agama dan keyakinan kepada fitnah aliran sesat yang melanda Basrah kala itu. Kedua : hijrah yang beliau lakukan itu bukanlah pekerjaan ringan. Beliau menempuh perjalanan dari Basrah  ke Madinah terlebih dahulu, melalui jalur Syam sejauh 712 mil. Dari Madinah menuju Makkah, kemudian Tihamah, lalu Hadramaut Yaman.
  4. Dermawan : Beliau memiliki  sifat pemurah. Hal ini dibuktikan misalnya dengan menghibahkan kebun korma seharga 1500 dinar dan rumah yang telah beliau beli di Hajrain kepada pembantunya yang bernama Syuwaisyah bin Faraj Al Asbahani.
  5. Pemberani : Rute yang dilewati beliau mulai dari Basrah hingga lembah Hadramaut kala itu merupakan jalur konflik. Mereka harus siap siaga menghadapi serangan perampok dan orang-orang yang berniat buruk, terlebih beliau membawa harta kekayaan yang tidak sedikit yaitu 13 onta penuh dengan emas dan perak yang jumlahnya cukup banyak, belum para perusuh dari sekte Qaramitah. Tantangan lain misalnya keberadaan Srigala padang pasir yang sewaktu waktu menyerang kafilah mengingat jalur yang mereka lewati bukan jalur resmi belum lagi gundukan gunung pasti yang sewaktu waktu bisa berubah karena terpaan angin. Musafir yang melalui padang pasir juga harus pandai mengatur persediaan logistik terutama air. Tantangan yang terberat adalah jika dihitung jarak yang merentang dalam perjalanan yang ditempuh Sang Imam adalah Sepanjang 3.480, 86 km. Bila dibandingkan dengan Peta Indonesia, maka jarak tempuh Al Ahmad Muhajir  dalam hijrahnya itu seperti  jarak 3 kali pulau Jawa, sebuah  perjuangan besar dalam situasi medan berat yang dilalui jumlah rombongan yang banyak serta kondisi jalur yang tidak aman.
  6. Karismatik : Jumlah rombongan yang turut serta dalam hijrah Al Imam Ahmad bin Isa menunjukkan bahwa beliau sangat dicintai oleh pengikutnya. Bayangkan, beliau mampu mengajak 70 orang lebih untuk meninggalkan tanah air, mengembara ke laura negeri untuk mencari sebuah daerah baru yang belum mereka kenal. Andai beliau tidak dicintai maka tidak mungkin beliau mampu mengajak mereka semua. Karisma beliau ini diwarisi dari datuknya, Rasulullah SAW. Berkat karisma yang dipancarkan pribadi Rasulullah SAW, para sahabat rela berkorban membela beliau.
  7. Pebisnis Ulung : Al Imam Ahmad adalah sosok yang terhitung kaya di Basrah, ketika beliau hijrah harta kekayaan yang ditinggalkan, tidak habis hingga turun temurun ke anak cucunya yang ditinggalkan. Padahal dalam perjalanan Imam Ahmad bin Isa juga membawa harta yang banyak sebagi bekal diperjalanan. Beliau banyak bergaul dan mengetahui keadaan negara lain sehingga mempunyai pengalaman dalam bidang perdagangan dan bisnis. Apalagi pada masa itu Basrah adalah negeri tempat berlabuhnya pedagang Islam  dan berbagai golongan. Basrah adalah pelabuhan internasional pada Dinasti Abbasiyah. Basrah pada masa itu menjadi rute dan pusat penting perdagangan.

Peran Imam Ahmad Al Muhajir Di Hadramaut

  1. Menumpas Aliran Sesat : Disebutkan dalam dakwahnya beliau bersikap lemah lembut dan mengeluarkan hartanya, sehingga banyak orang-orang Khawarij yang datang kepadanya dan bertaubat setelah mereka sebelumnya berusaha menentang dan mencaci makinya. Terhadap pengikut Ibadhiyah beliau menggunakan dialog. Cara yang bijaksana ini menjadi daya tarik sendiri bagi para lawan diskusinya. Sang Imam merupakan sosok yang ahli dalam meyakinkan lawan bicaranya. Pendekatan ini menyebabkan aliran Ibadhi perlahan lahan hilang di Hadramaut kemudian berganti menjadi Mazhab Syafi’i dan menganut aqidah Asy’ari, boleh dikatakan  Hadramaut sejak abad ke 7 menjadi negeri Ahlussunnah Wal Jamaah.
  2. Menyelamatkan Keturunan Nabi Muhammad SAW : Dengan hijrahnya maka beliau telah menyelamatkan banyak keluarga Rasulullah SAW, baik dari segi keselamatan fisik maupun kemurnian akidah. Terbukti karena berkat hijrahnya, kemurniah rombongan Ahlul Bait yang beliau bawa hingga kini keturunannya masih terjaga secara akidah, bahkan berkat perjuangan keturunan Sang Imam, Islam yang berdasarkan akidah Ahlussunnah Wal Jamaah menyebar ke segala penjuru negeri.

Peran Al Imam Ahmad Muhajir Bagi Dunia Islam     
        
Mazhab Syafi’i dan Sunni tersebar di Hadramaut berkat perantara Imam Ahmad bin Isa dan para muridnya. Dapat dipastikan, sebelum abad ketujuh hijriah berakhir, mazhab selain Sunni telah musnah dari Hadramaut.

Peran Imam Ahmad Al-Muhajir di dunia Islam, baik secara langsung maupun tidak telah diakui banyak fihak, berkat dakwahnya, beliau mampu menghilangkan mazhab-mazhab perusak itu, serta mampu memberikan Mazhab Syafi’i, hingga kemudian banyak orang yang bertaubat kembali ke ajaran yang lurus. Ahlul Bait yang satu ini benar-benar mendedikasikan dirinya secara total dalam bidang dakwah sehingga akhirnya beliau mampu memperoleh prestasi yang menakjubkan.

Wafatnya Imam Ahmad Al-Muhajir

Setelah perjuangan tanpa mengenal lelah dan penuh kesabaran, Al Imam Al Muhajir berhasil menanamkan metode dakwah dengan cara khasnya. Beliau berhasil pula menanamkan faham Ahlu Sunnah Wal Jammah di Hadramaut.

Beliau tinggal selama 25 tahun di Hadramaut dan wafat dalam usia 93 tahun (bahkan ada yang menulis bahwa beliau wafat dalam usia 100 tahun).
Pada Episode selanjutnya salah satu keturunan Imam Ahmad Al-Muhajir khususnya pada abad 11 Masehi yang bernama Abdul Malik bin Alwi Ammul Faqih telah mengikuti jejak beliau untuk berhijrah ke negeri India, dan seperti mengikuti jejak leluhurnya yang ke 10 itu, Sayyid Abdul Malik mendapatkan nama yang harum di negeri India sehingga mendapatkan gelar “AZMATKHAN” atau “Bangsawan Mulia (Sayyid) dari Keturunan Rasulullah SAW”.

Sayyid Abdul Malik Azmatkhan yang lahir di Tarim Hadramaut inilah yang kemudian nanti menurunkan keluarga besar Majelis Dakwah Walisongo. Beliau hijrah dari Hadramaut untuk berdakwah ke negeri India dan kemudian mendapatkan prestasi dakwah yang baik. Jejak langkah beliau kemudian diikuti oleh salah satu keturunannya. Salah seorang cicit beliau yang bernama Sayyid Husein Jamaluddin/Syekh Jumadil Kubro Awal telah pula mengikuti jejaknya dengan melakukan hijrah secara besar-besaran ke Asia Tenggara khususnya wilayah Nusantara hingga kemudian beliau banyak menurunkan pada pendakwah tangguh yang bernama  Majelis Dakwah Walisongo (diantaranya Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Derajat, Sunan Gunung Jati, Sunan Kudus, Raden Fattah, Raden Bondan Kejawan dll) bahkan sebenarnya jika mau dipelajari, tidak hanya Sayyid Husein Jamaluddin, adik-adiknyapun banyak yang berhijrah di bumi Nusantara ini dan berhasil melakukan proses dakwah dengan akulturasi yang mengagumkan, seperti Sayyid Ali Nurrudin Syah yang merupakan leluhurnya Sunan Kalijaga, Sayyid Qomaruddin yang merupakan leluhurnya ulama ulama besar Garut, belum lagi nama seperti Syekh Quro Karawang, Syekh Datuk Kahfi, serta masih banyak lagi yang lainnya. Bahkan dalam beberapa penelitian salah seorang ahli sejarah dan silsilah dari sukapura Jawa Barat banyak ditemukan fakta yang mengagetkan dan mencengangkan tentang banyaknya keturunan Al-Imam Ahmad Al-Muhajir yang sudah menjadi pribumi Nusantara dan nyaris saja sejarah dan silsilah mereka tertutup.

Pelajaran Dakwah berharga yang pernah ditanamkan oleh Al Imam Ahmad Al-Muhajir kemudian menjadi kunci sukses keturunannya dalam melakukan proses Islamisasi di berbagai penjuru dunia termasuk Nusantara. Dengan metode dakwah yang mencontoh Al-Imam Ahmad Al-Muhajir Walisongo pada masa itu telah mampu menyebarkan Islam dengan cara cerdas dan jenius, dan ini kemudian diikuti oleh kyai-kyai keturunan Walisongo yang ada di Nusantara. Pendekatan ala Imam Ahmad Al-Muhajir dalam menghadapi aliran dan pemikiran sesat pada masa itu, benar-benar dipraktekkan sehingga mereka yang tadinya non muslim dengan sukarela menjadi Islam, mereka yang tadinya memandang sinis terhadap Islam ketika berhadapan dengan Walisongo menjadi Islam yang setia, budaya-budaya yang dianggap menyimpang pada masa itu tidak langsung diberangus, tapi diperbaiki dan diisi dengan unsur-unsur Syariah Islam, sehingga masyarakat saat itu merasa “diorangkan” oleh Walisongo, Islam saat itu betul-betul diterima dengan tangan terbuka oleh berbagai golongan, sekalipun fitnah melanda Walisongo terutama dari mereka yang tidak senang kepada Islam pada masa itu, semua itu dihadapi dengan cara-cara yang cerdas, cerdik dan bijaksana, toh leluhur mereka yaitu Al Imam Ahmad Al Muhajir bahkan lebih berat dari mereka.

Tanpa adanya  perang, tanpa adanya provokasi, tanpa harus harus membawa pedang, tanpa adanya pemaksaan atau caci maki, tanpa adanya sikap sering menyalahkan, "Islam Nusantara" yang pernah ditanam oleh Walisongo berhasil bertahan hingga kini dan itu karena berkat jejak langkah dan nama seorang yang luar biasa pada keturunan Rasulullah SAW, yaitu Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa. Wajah Islam Nusantara adalah wajah Islam yang penuh dengan Toleran, bijaksana, akomodatif tanpa harus hilang ketegasannya, dan itu adalah berkat pembelajaran yang diberikan oleh Al-Imam Ahmad Al-Muhajir kepada para keturunannya. Beliaulah yang menjadi Inspirasi Dakwah Keluarga Besar Walisongo dalam menyebarkan Islam  di Nusantara Yang penuh dengan Rahmatan Lil Alamin ini.

Al-Fatehah untuk Al-Imam Al-Muhajir Ahmad Bin Isa Ar-Rumi Al Husaini..................

Sumber :

Fairus Khoirul Anam, Al-Imam Al-Muhajir Ahmad bin Isa, Leluhur Walisongo dan Habaib Nusantara, Malang, Darkah Media, 2010.
Iwan Mahmud Al Fattah, Asal Usul Sejarah Nama Azmatkhan, Jakarta: Madawis, 2015.

BABAD TANAH JAWA (Naskah “Sejarah Kuno” Dengan Segudang Penyimpangan)

Babad Tanah Jawi, siapa yang tidak kenal buku yang satu ini, khususnya bagi mereka yang mendalami  sejarah dan budaya Jawa, Babad Tanah Jawa atau Babad Tanah Jawi ini adalah “buku wajib” yang harus dimiliki bagi mereka yang ingin mempelajari sejarah Jawa. Buku ini seolah menggambarkan sejarah pulau Jawa secara utuh, mulai dari tokoh, asal-usul dan segudang informasi yang katanya sangat “berharga”. Sampai saat ini tidak sedikit fihak yang sangat terkagum-kagum dengan “kitab” yang satu ini. Seolah “kitab” ini adalah kitab “sucinya” bagi orang yang ing in mempelajari budaya Jawa, baik Jawa yang ada di Barat, Tengah maupun Timur.

Sama seperti Naskah Wangsakerta yang penuh kontroversi namun masih sering digunakan, Babad Tanah Jawi sekalipun kontroversi, peminatnyapun juga masih banyak, bahkan dijadikan “bagian penting” atau “standar wajib” dalam menalaah dan mengukur sejarah yang ada di Jawa.

Buku Babad Tanah Jawa yang selama ini banyak beredar ditengah masyarakat adalah “buah karya” dari  terjemahan dari Punika Serat Babad Tanah Jawi Wiwit Saking Nabi Adam Doemoegiing Taoen 1647 yang disusun oleh W. L. Olthof di Leiden, Belanda, pada tahun 1941 Masehi. Sebelumnya Versi Meinsma sudah duluan beredar pada tahun 1874 M. Disamping itu secara kebetulan kami juga memiliki edisi buku babad tanah jawa yang disusun oleh Dr. Purwadi, Wirjapanitra, Drs. Suwito. Versi Babad Tanah Jawi sendiri sebenarnya banyak namun sekalipun banyak versi perbedaannya tidak terlalu jauh.

Seperti pada pengertian babad pada umumnya, di dalam buku ini terdapat cerita-cerita tentang pendirian sebuah negara (kerajaan) dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di seputar kerajaan tersebut. Sayangnya sampai saat ini bila kita kaji, isi dari Babad Tanah Jawi masih banyak yang bersifat mitos dan pengkultusan, namun anehnya masih banyak juga yang masih “percaya” penuh dengan isinya. Sampai saat ini buku  tersebut sangat digemari banyak fihak, karena dianggap merupakan “gambaran utuh” sejarah di tanah jawa. Kitab ini bahkan sangat dianggap “bermanfaat” dan bisa membantu “wawasan” anda.

Buku Babad Tanah Jawi sendiri banyak versi, Menurut ahli sejarah Hoesein Djajadiningrat, kalau mau disederhanakan, keragaman versi itu dapat dipilah menjadi dua kelompok. Versi Pertama, babad yang ditulis oleh Carik Braja atas perintah Sunan Paku Buwono III. Tulisan Braja ini lah yang kemudian diedarkan untuk umum pada 1788 Masehi. Sementara versi kedua adalah babad yang diterbitkan oleh Pangeran Adilangu II dengan naskah yang bertahunkan 1722 Masehi. Namun intinya semua isi Buku Babad Jawi yang selama ini beredar sama.  
Kami sendiri sampai sekarang bertanya-tanya benarkah tulisan Babad Tanah Jawi yang beredar dan pertama kali diterbitkan Meinsma pada tahun 1874 itu benar-benar asli dari hasil karya penulis pujangga-pujangga Jawa terdahulu, mengingat yang menerjemahkan fihak penjajah kolonial. Apalagi pasca “kekalahan” Pangeran Diponegoro fihak Penjajah ini merubah strategi  dalam menghadapi perlawanan dengan cara menerbitkan buku-buku seperti Babad Tanah Jawi, mengingat masyarakat Jawa memang menyenangi kebudayaan dan seni seperti Forklore (cerita rakyat) atau pertunjukan-pertunjukan seni. Apakah sebegitu buruknya pujangga-pujangga kita terdahulu dalam menulis sejarah bangsanya, apalagi jika itu menyangkut Walisongo dan tokoh Kesultanan-Kesultanan Islam ?

Kasus buku Babad Tanah Jawi ini juga kami samakan dengan naskah wangsakerta yang diklaim Penulisnya adalah Pangeran Wangsakertaa. Padahal Pangeran Wangsakerta adalah Keturunan Cirebon dan merupakan sosok yang sangat membenci Belanda, namun kenapa ada Sejarawan belanda senang ?

Beberapa “sejarawan” belanda seperti De Graff “sangat percaya” dengan isi buku babad tanah Jawa terutama sejak masa Pajang sampai pada masa abad ke 18. Walaupun demikian menurut kami apa yang dipercayai De Graff ini juga patut dikritisi, Benarkah pada era tersebut itu semua data yang ada pada buku ini bisa mentah-mentah kita percayai ? Disamping itu tokoh sejarah lain yang juga tidak kalah tertariknya dengan buku ini adalah Meinsma, bahkan pada tahun 1874 Masehi, Meinsma menerbitkan versi prosa yang dikerjakan oleh Kertapraja. Meinsma mendasarkan karyanya pada babad yang ditulis Carik Braja. Karya Meinsma ini lah yang banyak  beredar hingga kini.”

Perhatikan, siapa saja yang tertarik dan “semangat” mensosialisasikan buku Babad Tanah Jawa ini:
  1. Dr. De Graff Dan Dr. Piageud (mereka yang menulis sejarah kerajaan Islam di Jawa, isi dari buku ini sebagian kami  mendapati hal-hal yang janggal terutama penulisan beberapa nasab yang campur aduk)
  2. Meinsma
  3. Dr WL Olthop
Mereka adalah sejarawan yang berasal dari dari fihak kolonial penjajah, dan menjadi sebuah pertanyaan besar, kenapa mereka ini sangat “semangat” sekali mengsosialisasikan buku yang satu itu. Kami bukan berarti tidak memakai buku yang ditulis De Graff misalnya, namun memang jika kami amati ketika dia sudah masuk pada penulisan silsilah ataupun nasab, seringkali kami mendapati satu dengan yang lainnya saling bertentangan.

Buku ini menurut kami bukan saja menyimpang tapi buku ini jelas sangat merusak pemahaman sejarah dan nasab leluhur kita, terutama keluarga besar Walisongo. Yang juga menjadi perhatian kami, kenapa ketika berbicara masalah Nasab atau silsilah tokoh-tokoh Islam, kebanyakan buku Babad Tanah Jawi banyak terdapat penyimpangan, dan menurut kami bukan tidak mungkin bahwa ini adalah faktor kesengajaan. Karena sepengalaman kami, jika sejarah sudah salah menulis silsilah atau nasab seorang tokoh, akan biaslah sejarah kedepannya, khususnya yang bersangkutan dengan tokoh tersebut. Satu satu saja diselewengkan maka akan “bablaslah” ke depannya, sekalipun faktor silsilah atau nasab ini sering dianggap kecill dan sepele, namun kalau saja kita mau kritis, maka kita akan melihat betapa besar akibat dari adanya kesalahan sebuah penulisan sejarah jika dilihat dari silsilah dan nasab.

Akademisi dan intelektual yang berani mengambil sumber dari buku ini sebagai bagian penting (bukan sebagai pembanding) kebanyakan karyanya kurang begitu diakui oleh sebagian sejarawan. Salah satu korbannya adalah Prof. Dr. Slamet Mulyana, dia pada tahun 1968 menulis sebuah buku yang berjudul Runtuhnya Kerajaan Majapahit dan Timbulnya Kerajaan Islam di Nusantara. Slamet Mulyana, disamping menggunakan “naskah Resident Poortman’ (naskah fiktif yang tidak pernah ada), dia juga menggunakan rujukan dari buku Babad Tanah Jawa, sehingga akhirnya karyanya ini kurang mendapat pengakuan dari sejarawan UGM dan juga UI.

Beberapa keanehan dan “kerusakan”  data Isi Babad Tanah Jawa sampai tahun 1647 Masehi dan juga Babad Tanah Jawi Galuh Mataram adalah sebagai berikut :
  1. Nabi Adam diturunkan di tanah Jawa, (baru kali ini ada pendapat yang mengatakan bahwa Nabi adam diturunkan di Jawa, padahal dalam riwayat Mashyur, Nabi Adam diturunkan di kota Jeddah)
  2. Nasab Nabi Adam sampai kepada masa Walisongo yang sangat aneh (Nasab-nasab yang tercatat di buku ini betul-betul sangat kacau, antara dunia pewayangan dan mitos dicampuradukkan, lihat dibawah nanti).
  3. Nabi Syits Alaihi Salam memiliki keturunan Nurcahya kemudian Nurcahya Nurasa mempunyai anak yang bernama Sanghyang Wening, Sanghyang Wening kemudian mempunyai anak yang bernama Sanghyang Tunggal, Sanghyang Tunggal  kemudian mempunyai anak bernama batara guru. (Nabi Syits ini tidak pernah tertulis bila nasabnya seperti yang diurai dalam buku ini, tidak tercantum nama-nama tersebut dalam uraian nasab para Nabi dan Rasul dan Keturunan Nabi Adam yang mahsyur, nama-nama tersebut jelas merupakan nama-nama yang berasal dari hindu budha, sedangkan Hindu Budha dengan masa Nabi Syits dan keturunan keturunannya belum ada, Masa keturunan Nabi Syits yang disebut  sangat berjauhan dengan masa timbulnya agama hindu dan budha, jelas ini adalah nasab yang salah)
  4. Batara guru adalah selingkuhan putri kerajaan medang (mereka melakukan skandal, jelas ini adalah cerita yang sangat mirip dengan isi beberapa kitab dari dari akidah lain yang isinya banyak bercerita tentang pornografi, kalau anda jeli dan mau membaca beberapa kitab dari sebuah akidah lain, anda akan menemui cerita-cerita yang tidak masuk akal tentang Nabi dan Rasul, mana ada Nabi dan Rasul berzinah dengan anaknya sendiri, atau anak-anak Rasul saling dengki mendengki, mana ada Nabi dan Rasul mau bermabuk mabukan bahkan melakukan skandal, Nabi dan Rasul jelas maksum atau terpelihara dari adanya dosa, kisah-kisah ini akan kita dapati di beberapa kitabnya dari akidah lain, bahkan ada cerita Tuhan berkelahi dengan manusia, dan Tuhan kalah hingga akhirnya menyesal, bener-bener gendeng cerita ini…)
  5. Anak batara guru yang bernama Batara wisnu selingkuh dengan selingkuhan ayahnya (disini lagi-lagi terjadi skandal seks yang mirip dengan cerita cerita porno pada sebuah kitab dari akidah lain)
  6. Batara wisnu akhirnya menikahi wanita selingkuhan ayahnya itu (terjadi disini hubungan incest, mirip kisah dari kitab akidah lain dimana seorang Nabi digambarkan selingkuh dengan anaknya )
  7. Batara wisnu ketahuan ayahnya selingkuh hingga akhirnya ia pergi meninggalkan istrinya dan kemudian bertapa (ayah dan anak berebut wanita yang sama…. Disini seolah sudah tidak ada aturan dari Tuhan lagi, benar-benar jahiliah)
  8. Prabu Watu Gunung (penguasa giling wesi) adalah suami dari istri Batara wisnu yang bernama dewi sinta (disini terjadi incest, betul betul kisah yang biadab)
  9. Dewi sinta menyarankan agar Prabu Watu Gulung beristri bidadari (istrinya sadar bahwa dia sesungguhnya adalah ibunya sendiri, dan mana ada ibu mau dan rela dinikahi oleh anaknya, mana ada ibu tidak mengetahui anaknya sendiri).
  10. Batara Wisnu membunuh Prabu Watu Gunung yang merupakan anaknya sendiri karena dewi sinta telah dinikahi anaknya sendiri (ayah membunuh anak karena si anak telah menikahi ibunya sendiri, cerita yang aneh dan menggelikan.
  11. Keturunan Sanghyang Nurasa berhasil menyatukan seluruh jin, siluman kemudian menghilang di Gunung Tidar Magelang (Pengaruh jin sangat kuat pada masyarakat Jawa, memangnya orang Jawa selalu identik dengan gaib melulu, lha wong pada masa walisongo, masyarakat Jawa itu sudah banyak yang berpretasi dalam beberapa karya, sampai dengan tahun 1900an Masyarakat Jawa itu masih banyak yang menghasilkan pujangga pujangga seperti Ronggowarsito Azmatkhan).
  12.  Salah satu ajaran masyarakat Jawa adalah MOKSA JAWI yaitu ilmu kesaktian yang berasal dari Jin atau Raja Lelembut yang bernama Raja Lautan dan ajaran ini digambarkan dalam bentuk keris (lagi-lagi orang Jawa digambarkan dengan cara seperti ini, ilmu itu asalnya dari Allah, Manusia lebih mulia dari Jin, kalau memang jin lebih mulia kenapa bumi ini yang diperintahkan untuk mengelolanya adalah manusia? Bukanlah dulu Iblis diperintahkan sujud kepada Adam, Iblis jelas terbuat dari api begitu pula Jin, kenapa Orang Jawa digambarkan serba klenik dan tidak cerdas, jelas cerita ini sangat menjatuhkan sosok masyarakat Jawa, sebagai seorang yang juga masih ada keturunan Jawa saya mengatakan bahwa buku ini sangat tidak layak dipercaya).
  13. Ki Ageng Supa dan Sunan Ampel digambarkan bertentangan hanya karena mau membuat senjata (padahal kedua-duanya berasal dari nasab yang sama, dan tidak pernah terjadi pertentangan).
  14. Para Shanghyang maupun bangsa Jin/ lelembut telah mengetahui lewat petunjuk  gaib yang mereka terima, bahwa sebentar lagi pulau Jawa akan dibanjiri para pemimpin makhluk dari berbagai Negara (seolah pulau Jawa ini menggantungkan hidupnya hanya dari Jin atau mahluk halus, Khalifah dimuka bumi ini jelas adalah manusia, dan yang memberikan petunjuk adalah Allah melalui Nabi dan Rasulnya, tidak pernah ada dunia kepemimpinan didunia, mahluk halus bisa memimpin).
  15. Arya Damar diberi hadiah seorang putri china dalam keadaan hamil untuk kemudian disuruh untuk menikahi perempuan tersebut oleh Raja Majapahit (Arya Damar adalah pemimpin dan ulama, pantaskah dia melakukan hal ini, apakah ada dalam Islam ajaran menikahi wanita yang hamil ?)  yang lebih celaka lagi, putri itu adalah istri Brawijaya , sedangkan disisi lain Arya Dillah atau Arya Damar diaggap anak kandung Brawijaya 5, tidak mungkin cerita ini!!!).
  16. Arya Damar atau Arya Dillah berasal dari mahluk raksasa yang suka daging mentah (aneh, mana ada manusia bernasabkan mahluk lain apalagi berasal dari mahluk raksasa, kelihatan sekali cerita mitosnya).
  17. Sunan Kalijaga diceritakan sebagai orang yang gemar judi dan merampok demi untuk membantu rakyat (apakah memang benar kalau Sunan Kalijaga seorang perampok dan tukang judi pada masa mudanya, padahal ayah, kakek, buyutnya adalah Azmatkhan yang alim dan pendakwah sejati, benarkah ayah Sunan Kalijaga seorang yang bakhil seperti yang digambarkan dalam beberapa film?).
  18. Adik Sunan Kalijaga digambarkan gila dan tidak berpakaian dan sudah tidak bisa mengerti bahasa manusia lagi (padahal semua adik Sunan Kalijaga sehat walafiat bahkan adik-adiknya juga merupakan wanita-wanita sholihah).
  19. Sunan Kalijaga tidur disebuah perempatan jalan didaerah Cirebon dengan kondisi auratnya yang berdiri, kemudian tidak lama Sunan Kalijaga digoda oleh istri istri dari Pangeran modang atau Sunan Gunung Jati (Cerita keji dan kejam! Sunan Kalijaga adalah Waliyullah yang nafsunya sudah bisa ditundukkan pada tingkatan tertinggi, Waliyullah itu dalam memandang nafsu sangat hina, mereka tidak mau nafsu membelengu dirinya, sampai-sampai seorang Sunan Bonang lama tidak menikah, hanya untuk berdekatan dengan Allah. Cerita ini sangat keblinger, karena Sosok Sunan Kalijga itu tinggi dimata wali-wali lain. Mana mungkin dia bisa digoda perempuan begitu saja,  cerita ini jelas biadab karena istri-istri Sunan Gunung Jati semua adalah wanita-wanita sholihah dan alim dalam bidang agama, benar-benar keterlaluan menggambarkan istri Waliyullah seperti ini).
  20. Sunan Bonang menyuruh Sunan Kalijaga bertapa dipinggir sungai (apakah mungkin Sunan Bonang memerintahkan Sunan Kalijaga bertapa, sedangkan bertapa tidak ada dalam konsep Islam, sedangkan kedudukan Sunan Bonang adalah Waliyullah).
  21. Sunan Kudus mengajarkan kekerasan kepada muridnya yaitu Arya Penangsang (Sunan kudus adalah ulama yang juga Waliyullah, dan syarat seorang Waliyullah adalah hatinya bersih dan untuk masalah keduniawian nyaris sudah tidak ada lagi, jadi apakah mungkin beliau mengajarkan kekerasan kepada murid yang juga seorang penganut fanatic sebuah tarekat yang diusung oleh Syekh Abdul Qodir Jaelani).
  22. Sunan Prawoto dituduh membunuh Pangeran Bagus Surawiyata saat mau sholat Jumat (benarkah Sunan Prawoto membunuh pamannya yang mau beribadah?, apakah mungkin Sunan Prawoto meninggalkan sholat Jumat hanya karena dia mau membunuh pamannya, padahal dia sendiri adalah santri dan didikan keluarga besar Walisongo, tidak mungkin Sunan Prawoto membunuh pamannya, karena ternyata Pamannya justru mempunyai banyak keturunan, ini membuktikan jika pamannya ini tidak terbunuh, cerita ngawur darimana ini?).
  23. Sunan Prawoto pasrah ketika mau dibunuh (Sunan Prawoto sekalipun dia seorang Sultan yang lemah lembut, jangan dikira dia mudah untuk dibunuh, siapa yang bilang dia lemah, dan lagipula siapa yang mengatakan bahwa ia sakit sakitan dan buta? Padahal syarat seorang Sultan adalah sehat jasmani dan rohani, jelas kisah pembunuhan ini adalah kebohongan besar dalam sejarah demak).
  24. Ratu Kalinyamat digambarkan marah-marah kepada Sunan Kudus karena Sunan Kudus merestui Arya Penangsang membunuh Sunan Prawoto (mana ada santri memarahi kyainya dan mana ada guru menyuruh murid untuk membunuh keluarganya sendiri, perlu diketahui Sultan Hadiri yang katanya dibunuh Arya Penangsang itu justru menantu Sunan Kudus, jadi bagaimana mungkin seorang mertua membunuh menantu, jelas kisah ini adalah sesat menyesatkan, etika dalam keluarga besar Azmatkhan itu sangat tinggi, manalah mungkin seorang santri memarahi kyainya, jangankan marah-marah, mau bertanya saja kadang santri itu sungkan pada kyainya, ini malah marah-marah, memangnya Ratu Kalinyamat segitu rendah etikanya, beliau kan keturunan Sultan yang sudah terbiasa dengan toto kromo).
  25. Ratu Kalinyamat bertelanjang bulat dan sebagai ganti tutup tubuhnya adalah rambut demi untuk balas dendam, (mana ada wanita yang merupakan didikan ulama ulama besar melakukan perbuatan bejat seperti ini, apalagi sampai membuka Aurat hanya untuk pembalasan dendam, Ratu Kalinyamat adalah wanita Sholihah dan juga tangguh, mana mungkin dia merendahkan dirinya seperti itu).
  26. Sunan Kudus digambarkah masih belum puas jika Jaka Tingkir belum mati dan Sunan Kudus juga setuju apabila Jaka Tingkir mati secara misterius (apakah sedemikian bejatnya Sunan Kudus, padahal beliau adalah WALIYUL ILMI dan Ulama yang menjadi anggota Majelis Dakwah Walisongo, seolah Sunan Kudus ini seorang yang haus darah, bener-benar tulisan keblinger).
  27. Ki Ageng Selo yang pernah menangkap petir, kemudian petir itu dilepaskan, kemudian petir ini bisa berumah tangga dan kemudian mempunyai anak dan kemudian anaknya bernama Gundala Putra petir (Nasab manusia itu jelas berasal dari manusia, tidak ada manusia itu berasal dari cacing, bidadari, petir, siluman, jin, dll, manusia bernasabkan kepada manusia, manusia tidak bernasabkan kepada makhluk lain).
  28. Panembahan Senopati dianggap beristri dengan jin penguasa lautan (panembahan senopati adalah penguasa besar dan beliau juga merupakan seorang yang sangat memahami ajaran Islam, apalagi datuk datuk beliau adalah Azmatkhan, sekalipun beliau ini besar, rasanya sangat aneh jika beliau ini dikaitkan pernikahannya dengan mahluk lain).
  29. Trunojoyo dibunuh, hatinya dicacah dan dibagi bagikan kepada bupati dan dimakan bersama, kemudian kepalanya dijadikan keset (benarkah perlakuan ini terjadi? Benarkah ini betul betul  terjadi ? apalagi yang melakukan adalah orang-orang Islam sendiri, seolah mereka yang melakukan ini orang orang yang senang dengan kanibalisme, barbar dan vandalisme).

KESALAHAN TULISAN NASAB PADA  BABAD TANAH JAWA MISALNYA :
1. Adam, beristeri Hawa,
2. Syits (Esis), beristeri Dewi Siti Mulat,
3. Sayid Anwas
4. Sultan Kinan, (istilah Sultan tidak ada dalam penulisan nasab pada masa ini,  
5. Sultan Manail, (istilah Sultan tidak ada pada masa ini,)
6. Sultan Barat (seharusnya Yarid)                
7. Idris (Edris)
8. Sultan Muntawal (seharusnya Matul Syalakh)
9. Sultan Lemah (tidak ada gelar Sultan dalam susunan nasab pada nama ini, seharusnya nama yang benar adalah Lamik)
10. Nuh,
11. Sem (maksudnya Sam bin Nuh)
12. Prabu Irparsat  (maksudnya Arsfakhsyad)
13. Baginda Saleh  (Sholih)
14. Sayidin ‘Anbar (Abir)
15. Sultan Rangu, (seharusnya nama Ra’u)
16. Prabu Susuruh, antara lain berputra (seharusnya Sarukh)
17. Sayidina Kur, antara lain berputra (Seharusnya Narukh)
18. Patih Nadjar, antara lain berputra (seharusnya Azar, Azar sebenarnya bukan ayah Nabi Ibrahim AS, ayah Nabi Ibrahim adalah Tarukh, Azar disebut ayah, namun ayah disini bukanlah ayah kandung tapi ayah panggilan)
19. Ibrahim menikah dengan Siti Hajar,
20. Isma’il

Penulisan diatas mungkin masih bisa kita fahami dan maklumi, karena sumber tulisan yang dipakai adalah masih berdialekan Jawa, namun untuk gelar-gelar yang ada, terkesan sangat aneh dan mengada-ngada, sebab nama-nama gelar yang ditulis seperti gelarPrabu, Baginda, Sultan, Sayyidin. Sayid, dan Patih itu masanya siapa? Bukankah gelar-gelar tersebut  baru ada pada masa abad ke 6 Masehi  dan abad seterusnya, jelas penulisan tersebut patut dipertanyakan.

Untuk Selanjutnya dari Nabi Ismail s/d Nabi Muhammad SAW banyak generasi yang hilang dan ditulis pada nasab dibawah ini, dan kelihatan sekali jika yang menulis Babad Tanah Jawi ini tidak menguasai nasabnya Rasulullah SAW, terutama urutan nasab Rasulullah SAW sampai Nabi Ibrahim AS. Susunan Nasab dari Nabi Ismail AS langsung menuju ‘Ujar (Nizar), padahal disitu masih banyak leluhur Nabi yang tidak ditulis, entah apa maksudnya dari penyusun “kitab” ini yang begitu nekat  memotong nasabnya Rasulullah SAW.Nasabnya Rasulullah SAW langsung masuk pada nama dibawah ini. 

21. Sayidina ‘Ujar (seharusnya Nizar)
22. Sayidina Malar (seharusnya Mudhar)
23. Sayidina Ilyah (Seharusnya Ilyas)
24. Sayidina Malrikah (maksudnya Mudrikah)
25. Sayidina Kangat  (maksudnya Ka’ab)
26. Sayidina Marah (seharusnya Murroh)
27. Prabu Kalap  (seharusnya Qilab)
28. Sayidina Kasa  (seharusnya Qusai)
29. ‘Abdulmanab
30. Baginda Sim, (maksudnya Hasyim tapi salah penulisan, atau memang sengaja?)
31. ‘Abdul Muntalib, antara lain berputra
32. ‘Abdullah, berputra

Dalam urutan Nasab Rasulullah SAW kebawah banyak juga generasi yang hilang, lihat susunan nasab beliau ini:

33. Sayidina Maulana (Gusti Rosul = Muhammad SAW), beristeri Khadijah, antara lain
berputra
34. Fatimah, bersuami Ali bin Abi Thalib, antara lain berputra
35. Sayidina Kusen (harusnya sayyidina Husein, mungkin ini ejaan lama)
36. Sayidina Maulana Zainal ‘Abidin, (seharusnya nama ALI dicantumkan)
37. Sayidina Maulana Zainal ‘Alim, (ini jelas nama yang salah, tidak ada nama ini, seharusnya Muhammad Al Baqir)
38. Syekh Zainal Kabir, (tidak ada nama ini seharusnya nama yang benar Jakfar Shodiq)
39. Syekh Namudinilkabir (seharusnya nama Ali Al Uraidhi, jelas nama Syekh Namudinilkabir salah, apalagi disitu ada gelar Syekh, padahal gelar Syekh populer dipakai pada abad ke 16 Masehi)
40. Syekh Namujuldinil Kubra, (tidak ada nama ini, lagi-lagi kesalahan fatal, yang benar adalah Muhammad An-Naqib)
41. Syekh Sema’un, (tidak ada nama ini, seharusnya Isa Arrumi)
42. Syekh Chasan, (tidak ada nama hasan dalam urutan nasab di generasi ini, seharusnya nama yang benar adalah Imam Ahmad Al Muhajir)
43. Syekh ‘Abdullah, (Abdullah memang benar, tapi yang mahsyur adadalah Ubaidhillah)
44. Syekh ‘Abdulrahman, (tidak ada nama Abdurrahman, seharusnya Alwi Al Mubtakir, jelas ini ada karangan nama)
45. Syekh Maulana Mahmudinilkabir, (tidak ada nama ini, seharusnya yang benar Muhammad Shohibus Ashouma’ah)
46. Syekh Mahmuddinilkobra, (tidak ada nama nasab ini, seharusnya Alwi Atsani)

Pada Generasi selanjutnya nama-nama selanjutnya ini tidak ada  didalam nasab yang disebutkan seperti :

  1.  Ali Kholi’ Qosam
  2. Muhammad Shohib Marbat
  3. Alwi Ammul Faqih
  4. Abdul Malik Azmatkhan
  5. Abdullah Azmatkhan
  6. Ahmad Syah Jalaludin Azmatkhan
  7. Husein Jamaluddin Jumadhil Kubro Azmatkhan
  8. Ibrahim Zaenudin Al Akbar As-Samarkandy Azmatkhan

Ada 8 generasi yang dihilangkan dalam nasab yang disusun dibuku Babad Tanah Jawa ini, justru nasab langsung loncat seperti yang dibawah ini :

47. Maulana Iskak, beristeri Dewi Sekardadu  Dewi Sekardadu merupakan putri Prabu Menak Sembuyu, putra Brawijaya V, putra Bhre  Wirabumi. Maulana Iskak, beristeri Dewi Sekardadu antara lain berputra :
48. Sunan Giri (Prabu Satmata), antara lain berputra
49. Syekh Wali Lanang, antara lain berputra
50. Sunan Giri II, antara lain berputra
51. Pangeran Saba, antara lain berputra
52. Nyi Sabinah, bersuami Ki Ageng Mataram (Pemanahan), antara lain berputra
53. Sutawijaya.

Sumber :  

Babad Tanah Jawi, W.L Olthop, tahun 1941 Alih Bahasa : HR Sumarsono,  Penerbit Narasi Jogyakarta, 2011.
Babad Tanah Jawi Galuh Mataram, Dr. Suwito Santoso,  Delanggu : CV Citra Jaya Murti, 1970.