Senin, 23 Februari 2015

MELACAK JEJAK SEJARAH & SILSILAH MAHA GURU ULAMA BETAWI YANG LEGENDARIS "SYEKH JUNAID AL BATAWI"

Melacak Jejak Sejarah dan Silsilah Maha Guru Ulama Betawi Yang Legendaris, “ Syekh Junaid Al Batawi”

Syekh Junaid Al Batawi, sebuah nama yang cukup fenomena dalam perkembangan sejarah agama Islam di tanah Betawi. Tapi sekalipun nama ini fenomenal, harus diakui sampai saat ini di Betawi orang lebih banyak mengenal Sayyid  Husein Abi Bakar Alaidrus Luar Batang, Sayyid Usman bin Yahya Mufti Betawi, Habib Ali Kwitang, Habib Ali Bungur, Habib Salim Jindan, Guru Marzuki Klender, Guru Mughni Kuningan, Guru Mansur Sawah Lio, dll. Nama-nama ulama yang saya sebutkan  tadi dimata orang Betawi sangatlah dekat, mereka berada pada jajaran generasi tua, namun sekalipun mereka pada jajaran terdahulu, nama mereka sampai kini masih sering disebut-sebut sebagian besar masyarakat Betawi. Masyarakat Betawi sendiri sejak dahulu terkenal sangat religius, kereligiusan mereka diperkuat dengan taatnya mereka terhadap Ulama. Sampai saat ini tingkat kereligiusan masyarakat Betawi masih mampu bertahan dengan baik, bahkan ada pameo, jangan mengaku orang Betawi kalau bukan Islam, jangan ngaku Betawi kalau kagak cinta ulama. Betawi-Islam-Ulama adalah tiga suku kata yang tidak boleh dilepaskan. Kuatnya pengaruh Islam yang ada di Betawi sama kuatnya seperti Islam yang ada di Aceh, Madura, Palembang, Garut, Tasikmalaya, daerah-daerah Jawa, dan daerah-daerah lain. Fanatisme didaerah Betawi terutama terhadap ajaran Islam sampai saat ini masih cukup menggema.

Namun demikian sebenarnya jika kita mau meneliti lebih jauh lagi, sebenarnya ada satu nama yang cukup mentereng namun jarang diangkat dalam khazanah sejarah dan budaya Betawi. Nama ini seolah dilupakan dalam benak sebagian masyarakat Betawi, padahal sejatinya nama tersebut sangat memberikan warna yang kuat dalam kehidupan Islam yang ada di Betawi. Kalaupun ada penulisan tentang nama tersebut, itu hanya terbatas pada buku-buku tertentu saja yang ditulis oleh para akademisi atau budayawan dan sejarawan keturunan Betawi. Gaung nama yang satu ini justru beredar kencang di luar Betawi, itupun bagi mereka yang menekuni biografi dan sejarah Islam.

Siapa nama yang saya maksud tersebut ?

Nama tersebut adalah Syekh Junaid Al Batawi.

Syekh Junaid Al Batawi dalam khazanah Sejarah Betawi memang jarang diangkat sisi sejarah dan silsilahnya. Kebanyakan penulis biografi ulama Betawi menuliskan sosoknya dari pengaruh beliau di Mekkah saja. Padahal sejatinya menurut saya beliau ini masuk jajaran ulama Betawi yang ikut menentukan hitam putihnya Islam di Betawi. Jarangnya beliau diangkat dalam sejarah dan budaya Betawi mungkin disisi lain karena beliau lebih banyak hidup di Mekkah ketimbang di negerinya sendiri, bahkan sampai akhirn hayatnya Syekh Junaid Al Batawi tidak pernah lagi kembali ke Betawi sehingga akhirnya gaung beliau hanya bisa diketahui oleh mereka-mereka yang saat itu mukim atau melaksanakan haji di Mekkah. Saya sendiri sangat menyayangkan minimnya informasi seorang Syekh Junaid Al Batawi ini dan yang lebih geleng geleng kepala lagi, nama beliau nyaris tidak termasuk dalam jajaran sejarah  ulama-ulama besar nusantara. Padahal kedudukan beliau di Mekkah itu sangatlah besar. Ulama sehebat Syekh Junaid Al Batawi jarang saya dapati infonya di beberapa buku biografi ulama Nusantara, benar-benar saya tidak habis fikir, kok bisa ulama sehebat Syekh Junaid Al Batawi nyaris tidak terdeteksi dibeberapa buku sejarah Islam Indonesia, paling tidak jaringan jaringan ulamanya. Benar-benar menjadi sebuah tanda tanya besar

Namun demikian saya justru berani katakan bahwa beliau adalah seorang Maha Guru yang jarang ada tandingannya. Kenapa saya berani mengatakan demikian? karena beliau ini telah banyak menghasilkan ulama-ulama kelas dunia yang salah satunya adalah Syekh Nawawi bin Umar Al Bantani. Semua rata-rata ulama yang ada di Mekkah saat itu banyak yang belajar kepada Syekh Junaid Al Batawi ini.  Syekh Nawawi Bin Umar Al Bantani sendiri adalah Maha Gurunya ulama-ulama Nusantara dan juga dunia. Sampai saat ini kepakaran seorang Syekh Nawawi Al Bantani masih diakui oleh kalangan akademis Islam di Timur Tengah dan itu berkat salah satu gurunya yaitu Syekh Junaid Al Batawi. Syekh Nawawi Al Bantani sangat hebat keilmuwannya, namun beliau sendiri mengakui bahwa guru yang paling mempengaruhi dirinya adalah Syekh Junaid Al Batawi. Syekh Junaid Al Batawi bagi Syekh Nawawi Al Bantani merupakan guru terdekat. Dalam setiap perayaan Haul Syekh Nawawi Banten yang diadakan di Tanara Provinsi Banten, Nama Syekh Junaid Al Batawi selalu disebut-sebut dalam biografi Syekh Nawawi Al Bantani ataupun pembacaan Doa. Syekh Nawawi Al Bantani sendiri kelak banyak menelurkan ulama-ulama besar nusantara yang diantaranya Hadratus Syekh Hasyim Asy’ary, KH Ahmad Dahlan dan masih banyak lagi ratusan muridnya yang menyebar diberbagai belahan dunia dan banyak menjadi ulama besar.

Kedekatan Syekh Nawawi Al Bantani dan Syekh Junaid Al Batawi sudah dimulai sejak masih di Pekojan Jakarta Barat. Pada masa itu (tahun 1800an) Pekojan banyak dihuni ulama dan madrasah-madrasah keilmuwan. Jangan bandingkan Pekojan dulu dengan Pekojan Sekarang, Pekojan pada masa tahun 1800an banyak dihuni ulama-ulama habaib dan keturunan keturunan Asli Jayakarta. Pekojan pada masa itu sangat kuat Keislamannya. Berbeda dengan sekarang dimana penduduknya lebih banyak dihuni beberapa etnis dari Tionghoa. Pekojan dulu adalah kampung Islam namun kini penduduknya yang mayoritas Islam sudah berkurang. Begitu terkenalnya Pekojan pada saat itu, menyebabkan Seorang Syekh Nawawi muda tertarik belajar hingga bertemu dengan Syekh Junaid Al Batawi. Hubungan mereka terus berlanjut tatkala Syekh Junaid Al Batawi hijrah ke Mekkah sampai akhirnya beliau menetap dan wafat disana.

Ketertarikan saya sendiri  terhadap tokoh yang satu ini setelah membaca beberapa biografi tokoh ulama Betawi yang ditulis oleh beberapa orang diantaranya Ridwan Saidi. Sayangnya dalam beberapa penulisan tentang Syekh Junaid Al Batawi ini kebanyakan belum begitu tuntas, terutama pada sejarah maupun silsilahnya. Sangat saya sayangkan bila biografi beliau ini minim, padahal beliau ini bukan ulama sembarangan. Bagi saya ketika seorang ingin meneliti Biografi seorang tokoh, apalagi biografi seorang ulama, faktor silsilah jelas sangat penting, karena dengan kita mengetahui asal-usul silsilah dari tokoh tersebut, justru kedepannya akan banyak hal-hal yang tersembunyi boleh jadi akan terungkap. Ridwan Saidi sendiri dalam sebuah penulisannya, kebingungan tentang jati diri dari Syekh Junaid Al Batawi ini. Nah berawal dari belum tuntasnya biografi Syekh Junaid Al Batawi inilah saya akhirnya tertarik untuk melacak siapa sebenarnya Syekh Junaid Al Batawi. Sebagai seorang yang menyandang gelar Syekh dan Haji sudah tentu tokoh sekelas beliau bukan tokoh “kacangan”. Gelar Syekh pada masa itu gelar terhormat bahkan sampai sekarang gelar itu masih dihormati. Untuk memperoleh gelar Haji pun pada masa lalu bukanlah perkara mudah, hanya orang-orang tertentu saja pada masa itu bisa berangkat ke tanah suci Mekkah. Jelaslah Syekh Junaid Al Batawi ini adalah tokoh yang luar biasa. Oleh karenanya saya sempat berfikir, “masak iya tokoh sekelas Syekh Junaid Al Batawi tidak ada jejak dan sejarahnya di Betawi”, “masak iya beliau tidak punya keturunan di Betawi ini”. Betawi sendiri bagi saya adalah sebuah daerah yang unik, karena sejak dahulu wajah keislaman masyarakatnya sangat kental, padahal disisi lain daerah ini adalah pusat pemerintahan Hindia Belanda. Bayangkan disebuah daerah pusat penjajahan namun justru kehidupan masyarakat Islamnya masih bertahan dengan kuat.

Melacak sejarah dan silsilah Syekh Junaid Al Batawi memang tidak semudah yang dibayangkan, berapa kali saya berusaha menyelusuri jejak beliau, paling tidak keturunannya, saya seolah terbentur tembok. Namun demikian saya tidak mau menyerah untuk terus mengungkap sejarah beliau ini. Bagi saya penting sekali untuk mengungkap dan mengangkat sejarah seorang tokoh seperti beliau, apalagi beliau adalah seorang ulama besar. Saya sendiri heran kenapa tertarik sekali untuk mengangkat sejarah beliau (kelak jawabannya akan bisa saya fahami sendiri setelah saya tahu silsilah yang beliau miliki).

Akhirnya berkat pelacakan yang cukup melelahkan, beberapa waktu yang lalu saya mendapatkan info jika keturunan Syekh Junaid Al Batawi ada di daerah Bandung Jawa Barat. Terus terang mendapatkan informasi “emas” ini saya langsung memburu keturunan beliau di Bandung tersebut. Sebelumnya saya menghubungi terlebih dahulu keturunan Syekh Junaid Al Batawi ini untuk mengadakan Silaturahim sekaligus melakukan penelitian sejarah dan silsilah Syekh Junaid Al Batawi ini.

Alhamdulillah Allah masih meredhoi saya untuk bertemu dengan salah seorang keturunan Syekh Junaid Al Batawi. Beliau ini adalah satu-satunya keturunan Syekh Junaid Al Batawi yang ada di Indonesia. Saya merasa tersanjung karena bertemu dengan salah keturunan ulama besar Betawi pada masa lalu, saya bahkan sempat dag dig dug karena bertemu dengan tetesan keturunan ulama besar seolah saya berhadapan langsung dengan Syekh Junaid Al Batawi sendiri.

Pertemuan saya dengan keturunan Syekh Junaid Al Batawi yang bernama Bapak Asep Muhammad As’ad berlangsung dikediaman beliau yang asri. Alhamdulillah saya diterima dengan baik dan ramah. Pak As’ad banyak memberikan informasi yang berharga, beliau bahkan memberikan saya beberapa manuskrip dan data data tertulis berupa Silsilah keluarga besar Syekh Junaid Al Batawi serta sanad keilmuan yang beliau miliki. Yang membuat saya tambah senang ternyata Bapak As’ad ini juga menguasai sejarah dan silsilah keluarga besar Syekh Junaid Al Batawi, sehingga obrolan saya dengan beliau menjadi lebih lancar. Dalam obrolan saya dengan beliau, beliau bahkan tidak segan-segan mengkritik mereka yang menulis tentang Syekh Junaid Al Batawi tapi mereka tidak mau mencari silsilah dan sejarah Syekh Junaid Al Batawi. Tidak itu saja bahkan beliau juga sangat menyayangkan jika ada yang berani menghina Fattahillah yang menurut beliau adalah Pejuang Sejati Jayakarta.

Dari beberapa data yang beliau berikan saya, saya sempat melihat bahwa sanad keilmuan ternyata bersambung juga dengan Guru Mansur Sawah Lio yang juga ternyata merupakan salah satu kerabat beliau. Berdasarkan silsilah yang diberikan kepada saya, memang antara GURU MANSUR dan SYEKH JUNAID AL BATAWI adalah kerabat dekat. Dan ini juga kemudian dipertegas oleh keturunan Guru Mansur yaitu KH Fattahillah bahwa mereka memang kerabat dekat dari SYEKH JUNAID AL BATAWI. Guru Mansur sendiri terkenal sebagai Ahli Falak. Bahkan KH Fattahillah sempat berapa kali komunikasi dengan Bapak As’ad dan itu langsung saya dengar.

Hal yang juga tidak kalah menariknya, bahwa nama Al Batawi yang disandang Syekh Junaid Al Batawi menunjukkan jika BETAWI pada masa lalu sudah merupakan etnis atau nama  yang diakui di luar negeri seperti Mekkah Madinah. Beliau pada saat di Mekkah bukan terkenal dengan panggilan SYEKH JUNAID AL JAWI, tapi beliau lebih terkenal dengan nama SYEKH JUNAID AL BATAWI dan itu berlangsung sampai wafatnya beliau ditahun 1840 Masehi dengan usia 100 tahun. Adanya fakta ini membuktikan jika nama BATAWI/BETAWI bukanlah berasal dari BATAVIA, karena nama BATAVIA dalam sejarah kolonial adalah merupakan proyek propagandanya Pemerintah Belanda melalui salah satu jurnalisnya yang bernama DE HANN dengan buku OUD BATAVIA (kini sering dijadikan sebagian orang sebagai rujukan dalam melihat wajah Betawi atau Jakarta) dan itu terjadi setelah tahun 1900an. Pemerintah Belanda melalui Gementee Batavianya selalu melakukan kampanye bahwa BETAWI berasal dari kata BATAVIA.  Bahkan ini dilakukan juga oleh  beberapa jurnalis kebangsaan China dengan mengatakan bahwa BETAWI berasal dari BATAVIA. Namun propaganda ini tidak berhasil dimata masyarakat Betawi saat itu, terutama mereka mereka yang tidak bisa berbahasa Belanda dan mereka yang masih memegang teguh ajaran Islamnya. Mereka masyarakat Betawi yang berada di pedalaman lebih mendengar petuah sesepuh adat Jayakarta, mereka lebih mendengar dan mematuhi apa kata ulamanya, mereka lebih mendengar dan mengikuti pejuang-pejuang politik Betawi yang merupakan didikan dari bangsa sendiri bukan dari Budaya dan Pendidikan Belanda. Orang-orang yang dekat dengan Pemerintah Belanda kurang mendapat tempat dimata masyarakat Betawi. Mereka yang dekat dengan pemerintahan Belanda sering dijuluki golongan BATAVIEREN. Batavieren adalah watak OKNUM Pribumi yang kerjanya hanya bisa menjilat dan mengkhianati bangsa sendiri.

Saya sendiri heran kalau sampai sekarang masih ada fihak yang “ngotot” untuk memaksakan istilah BETAWI dengan BATAVIA (bahasan ini pernah saya tulis). Tidaklah mungkin seorang Syekh Junaid Al Batawi yang merupakan keturunan dari pejuang Jayakarta mau memakai nama BATAVIA yang jelas-jelas berasal dari negeri penjajah, padahal sejatinya Keluarga besar Syekh Junaid Al Batawi sangat anti terhadap penjajah, sudah tentu pemakaian nama Al Batawi tidak ada kaitan sama sekali dengan Batavia, hanya mereka yang berfaham BATAVIEREN lah yang senang jika Betawi berasal dari kata BATAVIA. Batavia jelas lebih identik dengan kekerasan, karena ini adalah nama suku kuno yang ada di belanda, yang pada masa kekaisaran Romawi banyak yang dijadikan gladiator, mereka senang berperang dan kekerasan. Tentu dengan menisbatkan nama Al Batawi, Syekh Junaid  pasti mengerti apa itu arti nama Al Batawi. Adanya nama Batawi ini jauh lebih dahulu dibandingkan ketika nama ini muncul pada masa Muhammad Husni Thamrin. Muhammad Husni Thamrin sendiri dalam silsilah keluarganya masih merupakan bagian kerabat dekat keluarga besar Ratu Bagus KH Ahmad Syar’i Mertakusuma yang merupakan penulis terakhir Kitab Al Fatawi. Ratu Bagus KH Ahmad Syar’i sendiri jika dilihat nasabnya masih merupakan kerabat Syekh Junaid Al Batawi, itu artinya antara Muhammad Husni Thamrin, KH Ahmad Syar’i dan Syekh Junaid Al Batawi adalah berkerabat atau bersaudara.

Dalam perbincangan saya dengan Pak As’ad (saya memanggilnya Pak As’ad) diketahui bahwa memang Syekh Junaid Al Batawi adalah seorang ulama besar dan pernah berpengaruh besar Di Mekkah pada masa tahun 1800an. Di Mekkah Syekh Junaid Al Batawi dipandang sebagai seorang Maha Guru, Waliyullah dan ulama karismatik. Bagi masyarakat Jawi (nama Indonesia pada masa itu), Syekh Junaid Al Batawi merupakan ulama yang paling sering didatangi dan sering dimintai sesuatu dan juga diharapkan doanya. Begitu berpengaruhnya Syekh Junaid Al Batawi serta keturunannya, pada saat Ibnu Saud merebut Mekkah dari tangan Syarif Ali ditahun 1925 Masehi, keluarga besar Syekh Junaid Al Batawi merupakan keluarga yang wajib dilindungi oleh penguasa selanjutnya, artinya keberadaan mereka tidak boleh diutak atik oleh penguasa era Ibnu Saud. Menurut pak As’ad kedudukan keluarga Syekh Junaid Al Batawi pada saat Syarif Mekkah berkuasa sangatlah dihormati, bahkan hingga kini menurut Pak As’ad keluarga besar Syekh Junaid Al Batawi yang ada di Mekkah bisa mengadakan acara Maulid atau Isra Mi’raj, padahal kegiatan-kegiatan seperti Maulid dan kegiatan sejenis ini di Mekkah merupakan hal yang “tabu” dilakukan bagi kalangan ulama dan penguasa Arab Saudi. Sampai saat ini hubungan keluarga besar Syekh Junaid yang ada di Jakarta dan Arab Saudi masih terjalin dengan baik. Pak As’ad sebagai satu-satunya keturunan Syekh Junaid AL Batawi yang ada di Indonesia masih terus menjalin komunikasi dengan keluarga beliau di Jeddah.

Pertemuan saya dengan satu-satunya keturunan Syekh Junaid Al Batawi di Bandung ini cukup berkesan. Dari pertemuan ini saya belum berhenti untuk terus melacak sejarah dan silsilah ulama besar ini. Pertemuan dengan Pak As’ad tentu telah membuka banyak pintu gerbang informasi mengenai tokoh yang luar biasa ini. Penelitian saya mengenai Syekh Junaid Al Batawi ini semakin berkembang setelah saya mendapatkan kitab Al Fatawi dan Kitab Wangsa Aria Jipang Jayakarta. Didalam kitab yang menulis tentang Sejarah dan Silsilah Keluarga Besar Jayakarta ini, saya mengetahui bahwa salah satu leluhur Syekh Junaid Al Batawi adalah merupakan salah satu  orang berpengaruh di Jayakarta. Bahkan dalam Catatan kitab Al Fatawi leluhur Syekh Junaid Al Batawi adalah Pemimpin Mujahidin Jayakarta pada masa itu. Leluhur Syekh Junaid Al Batawi yang tercatat dalam kedua kitab tersebut adalah PANGERAN CAKRAJAYA ADININGRAT. Beliau juga terkenal dengan panggilan Tumenggung Mataram, beliau dijuluki Tumenggung Mataram karena beliau mempunyai pengaruh pada Kesultanan Mataram, apalagi pada masa itu beliau sering bolak balik antara Jayakarta dan Mataram guna melakukan konsolidasi perlawanan melawan penjajah Kafir. Pangeran Cakrajaya sendiri kelak dalam perjuangannya harus gugur syahid dan kemudian dimakamkan di Halaman Mesjid Al Mansur Sawah Lio Jakarta Barat. Pangeran Cakrajaya ini juga kelak menurunkan Guru Mansur Sawah Lio. Guru Mansur adalah ulama yang pemberani dan terkenal keras dalam menghadapi penjajah, beliau Guru Mansur terkenal dengan kalimat “BETAWI REMPUGLAH!” (kelak kata-kata ini  digunakan untuk nama Ormas Betawi yang bernama FORUM BETAWI REMPUG/FBR).

Dalam catatan Kitab Al Fatawi dan Wangsa Aria Jipang Jayakarta. Pangeran Cakrajaya bernama Pangeran Cakrajaya Nitikusuma, beliau adalah Pangeran Adiningrat yang ke 8 di Jayakarta. Adapun menurut  hukum dan silsilah Jayakarta yang dimaksud dengan PANGERAN ADININGRAT adalah Penguasa atau Bangsawan Jayakarta yang tidak mempunyai pusat pemerintahan dan dia berfungsi sebagai PANGLIMA PERANG. Tidak adanya pusat pemerintahan, karena seluruh bangsawan Jayakarta terus bergerak dan bergerilya sampai batas waktu yang tidak ditentukan, terutama dalam menentang penjajahan yang dilakukan oleh siapa saja, baik itu VOC, Inggris ataupun Perancis. PANGERAN ADININGRAT bisa saja patuh kepada pemerintah kesultanan lain selama pemerintahan itu tidak tunduk pada VOC, namun apabila ada kesultanan tersebut bekerja sama dengan VOC maka Pangeran Adiningratpun bisa menentukan sikap mandiri dan bahkan bersikap keras. Pangeran Cakrajaya sendiri selama hidupnya telah banyak melakukan perjuangan melawan penjajah diantaranya :
  1. Melakukan perang total menghancurkan segenap kubu pertahanan VOC.
  2. Melakukan peperangan demi peperangan dengan dibantu Pejuang Mataram Karang Anyar (Solo, Semarang, dan Cirebon)
  3. Melantik Pangeran Ratu asal Mangkunegaraan Surakarta.
  4. Perang melawan W.Daendels.
Dari keterangan kedua kitab ini jelas menunjukkan bahwa leluhur Syekh Junaid Al Batawi adalah orang penting di Jayakarta. Pangeran Cakrajaya Nitikusuma atau Pangeran Cakrajaya Adiningrat ke 8 adalah Penguasa Jayakarta pada masa itu. Sebagai seorang penguasa Jayakarta pada masa itu, jelas pengaruhnya besar. Memang secara de facto kekuasaan dipegang oleh penjajah kafir VOC namun secara de jure pemerintahan Jayakarta masih terus berdiri dan dipertahankan. Belanda boleh saja mengklaim bahwa di Jayakarta tidak ada pejuang, Belanda boleh saja menulis jika bahwa pemerintahan yang sah adalah Pemerintahan mereka. Tapi faktanya keluarga besar Jayakarta masih terus bertahan dan selalu melakukan perlawanan dari mulai Front Timur dengan basis pertahanan di Jatinegara Kaum, kemudian basis pertahahan Front Barat yang diantaranya daerah Rawa Belong dan Jelambar, semua terus melakukan gerakan gerilya dengan semangat jihad Fisabillah.

Tentu sebagai keturunan orang penting Di Jayakarta kedudukan Syekh Junaid Al Batawipun dipandang penting oleh sebagian masyarakat Jayakarta pada masa itu.

Pangeran Cakrajaya Nitikusuma sendiri keturunan langsung Aria Jipang Jayakarta. Aria Jipang Jayakarta adalah cucu Raden Fattah Azmatkhan yang merupakan pendiri Kesultanan Demak Bintoro, Kesultanan Islam pertama dipulau Jawa. Aria Jipang atau Aria Penangsang sendiri bisa berada di Jayakarta karena mendapat tugas langsung dari Sultan Trenggono untuk membantu Fattahillah dalam memajukan kota Jayakarta. Pemerintahan pada masa Fattahillah sendiri bernama PEMERINTAHAN HIKMAH JUMHURIYAH JAYAKARTA. Pada tahun 1540 Masehi tersebut Aria Jipang bahkan sempat menjadi Mangkubumi di Jayakarta. Beliau bersama Fattahillah terus menegakkan nilai-nilai Islam yang bersandarkan ajaran Walisongo yang bercirikan Ahlusunnah Wal Jama’ah. Aria Jipang sendiri adalah mantu sekaligus keponakan Fattahillah, karena istri Fattahillah yang bernama Ratu Mas Nyawa adalah bibi beliau, disamping itu salah satu anak Fattahillah ternyata juga dinikahi oleh Aria Jipang. Disamping sebagai mantu Fattahillah, Aria Jipang juga merupakan mantu Sunan Kudus. Di Jayakarta sendiri Aria Jipang juga menikah dengan Ratu Ayu Jati Balabar yang merupakan Cucu Raja Pajajaran terakhir yaitu Prabu Surawisesa. Jadi jelas, bahwa Pangeran Cakrajaya Nitikusuma adalah keturunan langsung dari Aria Jipang yang merupakan salah satu tokoh yang ikut mengembangkan Kota Jayakarta pada masanya.

Pangeran Cakrajaya Nitikusuma kelak banyak menurunkan ulama-ulama Betawi tempo dulu. Dari beberapa catatan silsilah keluarga Syekh Junaid Al Batawi, keturunan beliau banyak yang merupakan Penghulu Betawi dan banyak juga yang mengikat kekerabatan dengan beberapa ulama di daerah Jawa lainnya. Ikatan kekerabatan melalui jalur pernikahan Keluarga Besar Syekh Junaid diantaranya misalnya dengan keluarga besar Syekh Muntaha di Jawa Tengah, Syekh Muntaha adalah Ulama yang terkenal Hafalan dan juga Ilmu Al Qur’annya. Disamping itu ada juga yang menikah dengan salah seorang ulama dari Karawang.

Dari catatan tersebut diketahui pula bahwa Syekh Junaid Al Batawi memiliki kekerabatan dengan Keluarga Besar Pendekar Pituan Pitulung (Pitung), karena leluhur mereka sama-sama berasal dari Aria Jipang Jayakarta. Keluarga Besar yang satu ini dari beberapa data yang saya peroleh memang banyak menurunkan ulama, pejuang dan juga penulis, pencatat sejarah dan silsilah di negeri Jayakarta. Jika Keluarga besar Pitung banyak terdapat di daerah Rawa Belong dan sekitarnya, keluarga besar Syekh Junaid Al Batawi kebanyakan banyak terdapat di Pekojan dan sekitarnya. Memang jarak Pekojan dan Pusat pemerintahan Belanda pada masa itu tidak terlalu jauh, namun demikian sekalipun daerah ini dekat dengan pusat pemerintahan penjajah Belanda, kehidupan agama Islam di daerah Pekojan justru berlangsung dengan baik. Keluarga besar Pekojan dan Rawa Belong sendiri membina dengan baik hubungan kekerabatan mereka. Dapat dikatakan sentral keluarga besar Keturunan Jayakarta yang saat itu bertahan ditengah gempuran penjajah adalah Daerah Rawa Belong dan sekitarnya, Pekojan, Jelambar, Jatinegara Kaum, Tanah Tinggi Kayu Putih Pulo Mas dan beberapa tempat lainnya.

Dari paparan keterangan diatas jelas hubungan antara ulama atau tokoh betawi itu saling terkait. Saya baru menyebutkan nasab dari fihak Syekh Junaid Al Batawi saja, belum lagi bila dilacak semua nasab-nasab dari beberapa kyai atau ulama Betawi lainnya, apalagi saya juga mendengar jika beberapa ulama Betawi ada yang mempunyai catatan silsilah masing-masing, hanya saja sebagian mereka itu masih enggan untuk membuka nasab dan sejarah keluarga besarnya, dikarenakan sebagian beliau itu khawatir jika dibuka secara luas, akan terjadi pro dan kontra. Memang jika kita akan membahas masalah nasab tidak semua orang bisa menerima ilmu yang satu ini dengan terbuka. Padahal faktor nasab adalah hal yang sangat penting dalam perjalanan seorang tokoh apalagi tokoh itu merupakan ulama besar yang namanya terus menerus dibicarakan.

Walaupun keterangan Syekh Junaid Al Batawi tidak begitu banyak dibicarakan di kedua kitab tersebut diatas (ini logis, karena Syekh Junaid Al Batawi hidup diluar Indonesia), namun keterangan tentang leluhur Syekh Junaid Al Batawi sudah cukup jelas dituliskan serta telah disusun secara kronologis. Keterangan Leluhur Syekh Junaid Al Batawi sampai yang keatas bahkan tercatat dengan rapi dikitab Al Fatawi. Keterangan lain dari leluhur Syekh Junaid Al Batawi bahkan juga terdapat di Kitab Nasab Ulama Keturunan Walisongo yang berjudul Al Mausuuah Li Ansaabi Al Imam Al Husaini. Secara nasab memang Syekh Junaid Al Batawi masih satu rumpun dengan Walisongo yang mempunyai FAM AZMATKHAN AL HUSAINI. Ya Syekh Junaid Al Batawi ini nasab aslinya berdasarkan ulama nasab yang bersanad, diketahui bahwa beliau adalah Dzurriyah Rasulullah SAW melalui jalur keluarga Imam Abdul Malik Azmatkhan bin Imam Alwi Ammul Faqih dari Hadramaut Yaman.

Catatan sejarah dan silsilah Syekh Junaid Al Batawi jelas terang benderang. Kalau kita mau sabar dan teliti Insya Allah keterangan tentang beliau itu ada, apalagi keturunannya juga banyak di Jakarta dan Bandung. Seharusnya masyarakat Betawi yang sekarang mengangkat kembali nama beliau ini. Jika perlu nama beliau ini diabadikan untuk kepentingan dakwah islamiah, sangatlah ironis jika orang Betawi tidak mengenal nama yang ulama satu ini. Sebagai ulama asli dari Betawi patut juga kita puji karena beliau telah berhasil mengharumkan nama BETAWI di beberapa mancanegara. Nama BATAWI pada masa beliau cukup terhormat di MEKKAH dan MADINAH. Kenapa pula kita tidak mengenal beliau. Orang Betawi wajib hukumnya mengetahui sejarah dan silsilah beliau ini.

Semoga mencerahkan….

Wallahu A’lam Bisshowab…

Sumber :

Al Mausuuah Li Ansaabi Al Imam Al Husaini, Al-Allamah As-Sayyid Bahruddin Azmatkhan & Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan, Penerbit Majelis Dakwah Walisongo Jakarta, Edisi II Vol 24, 2014.
Intisari Kitab Al Fatawi & Catatan Perjalanan Hidup Gunawan Semaun Mertakusuma, Ratu Bagus Gunawan Semaun Mertakusuma, Penerbit Al Fatawi Jakarta, 1982.
Diagram Silsilah Syekh Junaid Al Batawi, Syekh As’ad Al Batawi, 1923.
Diagram Sanad Keilmuan Syekh Junaid Al Batawi & Guru Mansur.
Kitab Al Fatawi, KH Ratu Bagus Ahmad Syar’i Mertakusuma, Penerbit Lembaga Keadatan Jayakarta Al Fatawi, 1954 (Penulisan terakhir).
Wangsa Aria Jipang Jayakarta, Ratu Bagus Gunawan Semaun Mertakusuma, Penerbit Agapress Jakarta, 1986.
Pangeran Jayakarta 1527 – 1970 (Pangeran-Pangeran Jayakarta Keturunan Ario Jipang),  Gunawan Semaun Mertakusuma, Pemda DCI Djakarta, 1970.
Profil Orang Betawi-Asal Muasal Kebudayaan Dan Adat Istiadatnya, Ridwan Saidi, Penerbit PT Gunara Kata, Jakarta: 2004.