Senin, 23 Februari 2015

KLARIFIKASI TERHADAP TUDUHAN FATTAHILLAH SANG MUJAHID AGUNG JAYAKARTA YANG DIANGGAP SEBAGAI PEMBUNUH ORANG BETAWI TAHUN 1527 M

Beberapa tahun ini saya melihat ada seorang budayawan Betawi yang cukup senior yang dalam beberapa tulisannya sering mempermasalahkan kredibilitas moral seorang Fattahillah yang dianggapnya sebagai penjahat perang ditahun 1527 Masehi saat Pelabuhan Sunda Kelapa berhasil direbut oleh Aliansi Kekuatan Demak, Cirebon, Banten dan para Mujahid mujahid Islam dari beberapa Kesultanan di Nuswantara. Biasanya tema tentang Fattahillah akan terangkat menjelang ulang tahun Jakarta pada setiap tanggal 22 Juni. Secara kritis bahkan mungkin kalau boleh saya katakan secara total ia telah mengupas tentang jati diri seorang Fattahillah dari kaca mata yang dia punya. Bagi beliau Fattahillah adalah "musuh besar" bagi orang Betawi.

Tidak tanggung-tanggung dalam beberapa tulisan yang ia buat, dengan nada sinis ia katakan bahwa Fattahillah lebih merupakan seorang pembunuh ketimbang seorang pahlawan, Fattahillah saat itu dikatakan sebagai biang keladi terbunuhnya orang-orang Betawi di Sunda Kelapa. Bahkan ada sebuah majalah di Jawa Timur yang terpengaruh pernyataannya dengan menulis bahwa “TANGGAL 22 JUNI ADALAH HARI PEMBANTAIAN BETAWI”. Bahkan dia juga pernah mencap bahwa FATTAHILLAH adalah “SOLDIER FORTUNE” dan julukan “SI PEMBAWA AMARAH”. Pernyataan kontroversialnya ini sering ia sosialisasikan kepada sebagian masyarakat Betawi. Anehnya sampai saat ini jarang saya dapati beberapa tulisan yang membantah pernyataan budayawan “nyentrik” ini.

Bagi saya sendiri ketika ada sebuah pernyataan sejarah yang kontroversial itu sah sah saja selama itu dilandasi dengan kajian-kajian yang bisa ditepertanggungjawabkan, terutama pertanggungjawaban keilmiahan data yang dimiliki serta keberadaan asal usul rujukan yang dia pegang. Bagi saya sangatlah penting dalam menilai sebuah kebenaran sejarah berdasarkan asal usul dari sebuah tulisan tersebut, baik itu dari sisi penulisnya, siapa saja yang punya kepentingan terhadap tulisan itu, apakah tulisan itu untuk kepentingan ilmu pengetahuan atau politik, apakah tulisan itu berdasarkan pandangan langsung atau melalui orang yang kesekian, serta tidak lupa faktor moralitas dan kejujuran intelektual juga wajib dijunjung tinggi.

Adanya tuduhan sejarah hitam pada Fattahillah menurut saya perlu kembali dikaji ulang, karena ini menyangkut seorang tokoh yang mendirikan kota yang menjadi Barometer bangsa ini. Tanpa ada peran beliau, Jayakarta atau Jakarta mungkin tidak seperti yang sekarang ini. Terus terang saat saya mendengar Fattahillah dituduh secara keji seperti itu, saya langsung kaget dan sempat tidak percaya, apakah ucapan itu benar benar keluar dari mulut seorang budayawan yang selama ini saya hormati? Untuk itu maka akhirnya saya berusaha mencari berbagai fakta dan data mengenai adanya tuduhan tersebut dan akhirnya memang saya ketahui bahwa tuduhan bahwa Fattahillah adalah seorang pembunuh benar adanya. Namun demikian sebagai orang yang menjunjung adanya perbedaan, maka sayapun berusaha mencari latar belakang kenapa budayawan yang sering dipanggil ENGKONG ini bisa berucap seperti itu.Sayapu berusaha mencari sumber sumber apa saja yang dijadikan rujukan oleh engkong ini sehingga secara sefihak berani mengatakan bahwa Fattahillah adalah pembunuh orang Betawi. Dari penelusuran saya ternyata ada beberapa rujukan yang dipakai engkong kita yang menurut saya perlu dipertanyakan obyektifitas dan validitasnya. Diantara referensi yang beliau pakai ini diantaranya adalah :

1. BABAD TANAH JAWI (terutama pada bukunya yang berjudul Babad Tanah Betawi). Bagi anda yang kritis dalam bidang sejarah saya jamin anda banyak mendapatkan fakta dan data-data yang aneh didalam buku yang satu ini, sudah terlalu banyak keanehan-keanehan isi dari Babad Tanah Jawi, kebanyakan lebih banyak bersifat mitos dan pembunuhan karakter terhadap Walisongo. Buku ini terlalu subyektif, spekulatif dan tidak analitik. Dalam bidang ilmu sejarah diperguruan tinggi buku jarang jadi rujukan.

2. NASKAH WANGSAKERTA yang disangkutkan kepada Pangeran Wangsakerta yang berkuasa di Cirebon dipertengahan abad ke 17. Sampai saat ini naskah Wangsakerta masih menjadi kontroversial yang sengit dalam bidang sejarah. Nina L Lubis yang merupakan pakar ilmu sejarah di Universitas Pajajaran dengan keras menolak naskah ini yang beliau anggap palsu, apalagi setelah diadakan pengecekan usia kertas naskah, ternyata naskah tersebut baru sekitar 100 tahun saja, apalagi naskah ini belum ada perbandingannya, pernyataannya Nina L Lubis ini juga bahkan diamini beberapa guru besar lainnya.

3. OUD BATAVIA yang ditulis oleh F.DE HANN. Pertanyaan kepada De Hann, apakah sampel yang dia pakai itu daerah Betawi atau Jawa Barat? Dan jangan lupa dia adalah sejarawan kolonial Belanda, tentu sudut pandangnya adalah eropa sentris yang memang saat itu sering memandang rendah kaum pribumi, apakah De Hann sudah “menguliti” habis habisan wilayah Jayakarta ? atau memang sampelnya di Jawa Barat?

4. TULISAN DE QUOTO. Dia ini adalah penulis kronik sejarah Portugis. Dalam beberapa tulisan De Quoto adalah sejarawan yang sering melecehkan dan menghina Fattahillah.

5. TULISAN D.J. BAROS. Sama seperti De Quoto dia sering menulis sosok Fattahillah dengan tulisan-tulisan yang sinis.

6. SUMA ORIENTAL oleh TOMI PIRES. Dalam pendataan sejarah orang ini patut dipertanyakan validitas datanya, karena tulisan yang dia buat kebanyakan berdasarkan apa yang dia dengar saja, dia tidak pernah bertemu dan juga dari sisi waktu juga sudah berlainan.

Dari beberapa sumber yang saya dapati, tulisan De Quoto dan D.J Baros yang paling memberikan pengaruh kepada engkong kita terhadap tuduhan kepada Fattahilah, padahal Diogo De Quoto itu lahir tahun 1542 M dan wafat tahun 1616 M. Jadi ada jarak 15 tahun dari masa Fattahillah, itupun jika dihitung dari tahun lahir, jadi pada umur berapa dia mulai menulis, kok bisa dia menulis kronologis sejarah secara “rapi” tentang Fattahillah?. Tulisan De Quoto ini bisa didapati di buku DE ASIA, dan asal anda tahun buku itu baru terbit tahun 1645!. Dua orang ini DIOGO DE QUOTO & JOAO DE BAROS adalah penulis sejarah Portugis yang sering menulis Fattahilah dengan kata-kata seperti “PENGKHIANAT”, “ORANG RENDAHAN DARI PASAI”. Sepertinya kedua sejarawan portugis ini sangat menbenci sekali sosok Fattahillah yang telah berhasil mengusir bangsanya dari pelabuhan Sunda Kelapa. Tulisan mereka mengenai peristiwa tahun 1527 hanya secuil, sedangkan yang lain sangat detail, mungkin mereka malu menceritakan disejarah mereka kalau bangsanya ternyata bisa dikalahkan oleh pasukannya Fattahillah. Mereka mungkin malu karena saat itu Portugis sedang mengalami masa kejayaan dalam bidang militer dan juga kelautan namun bisa dikalahkan oleh Fattahillah berka kejeniusannya dalam melakukan peperangan tersebut. Fattahillah mungkin telah belajar banyak atas kekalahan Pasai dan Malaka, jadi untuk di Sunda Kelapa sepertinya Fattahillah tidak mau kecolongan.

Jadi kesimpulannya menurut saya pernyataan engkong kita itu patut ditinjau ulang kembali validitasnya. Fattahillah adalah seorang Jenderal, Panglima Perang plus juga merupakan ulama, beliau adalah tokoh yang multi talent. Ayahnya adalah Mufti Kesultanan Pasai di Aceh yang bernama Maulana Mahdar Ibrahim, ia juga masih terhitung cucu samping dari Maulana Malik Ibrahim (walisongo senior). Ibunya juga merupakan keluarga Walisongo karena merupakan adik dari Sunan Giri. Silsilah Keluarga Besar Fattahillah berasal dari Sayyid Abdul Malik Azmatkhan Al Husaini yang merupakan leluhurnya Walisongo. Jadi keberadaan seorang Fattahilah ini sangat jelas dan terang benderang. Fattahillah adalah produk pendidikan asli keluarga besar Walisongo yang berazaskan Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah. Islam yang dianut Fattahillah adalah Islam yang damai, santun dan toleran, jadi bagaimana mungkin ia dituduh sebagai pembunuh?. Fattahillah adalah merupakan bagian penting dari keluarga besar Walisongo yang dakwahnya selalu mengedepankan Akhlak dan budi pekerti. Dalam sejarah hidupnya, beliau tidak pernah melakukan pembunuhan karena beliau juga seorang ulama, tuduhan bahwa beliau seorang pembunuh jelas sangat menyakiti para keturunannya yang kini banyak bertebaran di beberapa daerah termasuk Jakarta. Perlu juga diketahui bahwa keturunan keturunan Fattahillah itu banyak yang jadi ulama dan juga pejuang dalam membela kehormatan bangsa dari penjajahan, dan ini tercatat dibeberapa catatan keturunan beliau dan juga catatan catatan para ulama keturunan Walisongo. Fattahillah jelas bukan pembunuh, dia adalah bunga bangsa bagi negara ini dan orang yang sangat berjasa dalam mendirikan kota Jakarta, dia bukan pembunuh...semoga mereka yang menuduh beliau sebagai pembunuh orang betawi diberikan cahaya kebenaran dari ALLAH SWT.......Amin.....

Wallahu A’lam Bisshowab...

Sumber :

Kitab Wangsa Aria Jipang di Jayakarta (Alih dari Kitab Al Fatawi, As-Sayyid Ratu Bagus D Gunawan Mertakusuma, Penerbit Agapress, Jakarta 1986.
Ensiklopedia Nasab Al Husaini, Al Allamah As-Sayyid Bahruddin Azmatkhan Al Hafizh, Penerbit Majelis Dakwah Walisongo, Volume 24, Edisi tahun 2014.
Diagram Keluarga Besar Walisongo, Iwan Mahmud Al Fattah & As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan , Penerbit Majelis Dakwah Walisongo Jakarta, 2014.
Fattahillah Sang Mujahid Agung Pendiri Kota Jakarta, Iwan Mahmud Al Fattah & As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan, Penerbit Majelis Dakwah Walisongo Jakarta, 2014.