Selasa, 04 Juni 2024

"FATALISTIK DALAM DUNIA ILMU NASAB"

 Tertarik akan tulisan Kang Lukmantara Adeng tentang Study tour siswa yang telah banyak memakan korban, yang dalam perkembangan selanjutnya fokus permasalahan justru telah melebar kemana mana hingga menghilangkan pokok masalah sesungguhnya.

Fatalistik seperti yang dikemukan Kang Adeng adalah sebuah istilah dimana terdapatnya "kesalahan dalam hal-hal tertentu namun kemudian ditolak semuanya". Mudahnya ketika ada sebuah kesalahan atau kekhillafan dari orang per orang atau lembaga per lembaga, maka beban kesalahan tersebut ditimpakan kepada semua orang yang bekaitan dengan mereka.
Biasanya hal tersebut ditujukan kepada kasus besar yang viral atau yang berasal dari tokoh besar atau lembaga² yang sudah memiliki nama besar baik itu lembaga keagamaan, lembaga negara, lembaga sosial, dll. Stigma akan semakin melekat manakala kesalahan yang dilakukan terus berulang ulang dan dilakukan banyak pribadi atau personil² yang berada di lembaga, sampai² sering muncul kalimat, "oknum kok banyak", "oknum kok satu lembaga", "oknum tapi kok bertahun bertahun", dll, yang kesannya sangat menjengkelkan dan mengecewakan. Adanya kekecewaan tersebut bisa juga dikarenakan telah terjadi beberapa efek yang tidak baik pada sebagian orang. Mungkin sudah menjadi rahasia umum kalau kepolisian RI kita dianggap buruk imagenya karena berbagai perilaku anggotanya. Tapi apakah semua anggota demikian ? anggota² DPR itu menurut sebagian orang cuma makan gaji buta...pertanyaannya, apakah memang semuanya seperti itu ? Guru² sekarang kerjanya cuma cari untung kalau ada kegiatan study tour ? Hahhhh ? Benarkah itu Tuan Takur ? Semua petugas parkir di Indomaret dan alpamaret itu bikin kesel deh karena suka muncul dadakan kayak tahu bulat ? Kl untuk tukang parkir silahkan dibahas di forum tersendiri deh.
Dari semua itu adilkah bila terjadi kesalahan atau kekhilafan satu dua oknum lantas ditimpakan kepada umum atau dibebankan kepada lembaga atau organisasinya ?
Dalam dunia nasab yang saat ini sedang gaduh nampaknya fatalistik telah memasuki tahap-tahap yang sangat rawan karena sudah melibatkan banyak fihak termasuk mereka yang awam dalam dunia nasab. Ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah dan MUI sudah harus secepatnya untuk menghentikan polemik nasab yang sudah berkepanjangan ini.
Pada awal-awal tahun 2000an sampai tahun 2017 adalah masa dimana terjadi debat nasab, baik itu di dunia nyata maupun di dunia maya. Hanya saja pada masa itu belum ada istilah viral. Saat itu keluarga besar keturunan Wali Songo yang lama tidak terdengar dalam kancah ilmu nasab telah muncul dalam rangka menyatukan semua trah wali songo yang selama ini masing-masing "sibuk" dengan klannya. Tujuan utamanya adalah untuk menjalin silaturahim.
Kemunculan keturunan wali songo ini ternyata tidak mulus begitu saja, karena beberapa waktu kemudian telah menimbulkan "gesekan" pada fihak lain terutama pada beberapa kalangan habaib karena mereka dianggap dari jalur wanita. Selain itu muncul sebuah pendapat dari beberapa habaib lain jika zuriah walisongo nasabnya dianggap terputus karena tidak adanya kitab yang sezaman yang menulis keberadaan mereka. Tentunya dengan adanya pendapat tersebut telah memunculkan kegelisahan yang mendalam pada zuriah wali songo sampai pernah ada yang menangis dan marah dihadapan saya karena nasab datuk²nya dianggap terputus. Di sisi lain ada kasus perkasus dimana ada juga oknum² yang mengambil kesempatan dalam kesempitan dengan mencangkok nasab keturunan wali songo untuk kepentingan pribadi sehingga semakin membuat rumit permasalahan nasab wali songo.
Intimidasi bahkan sikap kurang pantas menerpa pada beberapa zuriah wali songo termasuk zuriah wali songo pendiri kesultanan Islam besar seperti Kesultanan Islam Darussalam Palembang, Kesultanan Islam Banten, Kesultanan Islam Cirebon, dll.
Sekalipun demikian ada juga beberapa habaib yang tidak setuju akan pendapat "terputusnya keturunan Wali Songo". Diantara mereka ada yang mempunyai pertautan nasab melalui pernikahan. Ada juga karena faktor sanad keilmuwan.
Fam Al Azmatkhan yang berasal dari Imam Abdul Malik bin Imam Alwi Ammul Faqih (paman alfaqih muqaddam) akhirnya juga menjadi olok-olok ketika digunakan zuriah Wali Songo sebagian mereka yang buta akan literasi ilmu nasab. Sampai ada yang tega mengatakan Zuriah Nabi kok hidungnya pesek, zuriah Nabi kok mukanya gak Arab, apa Azmatkhan ? Sama kayak Shah Rukh Khan ya ? Intinya jika memakai gelar Al Azmatkhan maka dianggap mengada ada dan pengen diaku sebagai orang India, haluu kata mereka yang anti dengan nama fam ini, padahal nama tersebut bisa ditemukan pada kitab² nasab dan pohon nasab Alawiyin.
Hal itu terus berlangsung sebelum munculnya isu nasab tahun 2023 yang menggegerkan. Pendapat bahwa nasab walisongo telah terputus bahkan ada yang berusaha mensosialisasikannya terus menerus sehingga membuat takut sebagian keturunan Wali Songo dan lebih memilih nama nama pribumi. Tidak sedikit yang dengan entengnya mengatakan bahwa nasab walisongo itu berasal dari ahwal. Ahwal yang bermakna "BUKAN KETURUNAN NABI" atau dimaknai sebagai jalur perempuan sering dimunculkan untuk keturunan Wali Songo dan ini jelas sangat melukai keturunan² langsung walisongo tanpa putus (garis nasab). Istilah Ahwal bahkan juga sudah merambah kepada klan arab non sayyid kepada etnis etnis di Nusantara (walaupun mungkin tidak semua). Saya sendiri pernah mendengar istilah ini ketika salah satu kerabat saya yang akan menikah. Tentu saja mendengar istilah itu perasaan saya agak gimana gitu...
Sebagai orang yang juga mengikuti perkembangan dunia nasab dari tahun ke tahun tentu hal² tersebut diatas sangatlah mengkhawatirkan saya...saya tidak berharap gara² masalah nasab ini terjadi perang saudara. Jangan karena pendapat orang per orang atau lembaga per lembaga semua lantas dipukul rata, semua lantas disamakan. Saya faham walaupun efek pendapat "keturunan wali songo terputus" cukup besar terutama di kalangan yang minim akan data sejarah dan data nasab wali songo, tapi bukan berarti kita mengatakan bahwa semua habaib pendapatnya sama. Memang pendapat "terputusnya keturunan Wali Songo" akan sangat berbahaya jika ditelan mentah-mentah oleh masyarakat awam karena ini adalah klaim sefihak.
Demikian pula kepada fihak KH Imaduddin, Nurfadil (Mogi), Gus Abbas Buntet, Gus Fuad Plered), dkk, seharusnya juga bisa menahan diri untuk tidak melakukan hal yang sama. Setahu saya antum² ini penulis bagus, khusus untuk Gus Fuad, saya punya buku karya anda yang covernya lidah Rolling Stones, isinya bagus sekali. Untuk penelitian atau "tesis" KH Imaduddin seolah mengulang kejadian yang sama beberapa tahun yang lalu bahwa tidak sah sebuah nasab jika tidak tercatat sezaman. Padahal kaidah seperti itu belum merupakan kesepakatan ulama ahli nasab. Kalau metode itu digunakan betapa banyak nasab yang terputus apalagi di Indonesia yang zuriahnya banyak tersebar di berbagai daerah pedalaman. Jika mau memakai metode kitab sezamàn maka hadist hadist yang sekarang pun bisa digugat keberadaan karena kitab hadist ditulis pasca Rasulullah SAW. Belum lagi nasab² Bangsa Arab itu mayoritas muncul karena adanya hafalan² yang kuat yang dimiliki mereka bahkan sampai saat sekarang.
Permasalahan nasab juga jangan dilebarkan kemana-mana apalagi sampai memukul rata kalau semua habib itu jahat dan haram untuk dicium tangannya. Kalau pendapat anda tidak mempercayai Imam Ubaidilah itu adalah hak anda tapi jangan juga memaksa mereka yang percaya nasab habaib yang sekarang yang bersambung kepada Imam ubaidillah berdasarkan kitab kitab yang menjadi rujukan mereka. Jangan juga ngotot dan memaksa banyak orang untuk memindah mindahkan nasab Wali Songo ke jalur lain sedangkan yang masih kokoh percaya ke jalur Imam Alwi Ammul Faqih bin Muhammad Shohib Mirbat juga masih banyak. Nasab itu bukan jalur "transit bus", nasab harus melihat pendapat² mashur yang berasal dari ulama ulama ahli nasab yang memang sepanjang hidupmya telah berkecimpung secara serius. Ilmu Nasab bukan hanya sekedar "ahli baca kitab" dan tiba² sim salabim mengklaim diri saya ahli nasab...sangat panjang prosesnya, yang ulama ahli nasab kadang enggan disebut ahi nasab karena begitu beratnya untuk masuk pada kriteria tersebut.
Cukup dan sudahilah polemik nasab saat ini, karena saya lihat sudah sangat tidak sehat lagi dan kebablasan apalagi sampai menggagas "perang" dengan habaib dan muhibinnya...olalaah...sama-'sama beragama Islam kok mau bentrok keras-kerasan ? Sama orang kafir saja kita harus baik apalagi sesama muslim. Konsep siapa yang sampeyan gunakan sehingga dengan sesama muslim harus gontok gontokan apalagi sampai harus main fisik ?
Saya faham jika dulu ada anda yang mungkin mempunyai pengalaman yang tidak mengenakkan dengan habaib yang menurut anda sering dawir kepada kyai² untuk kepentingan pribadi, tapi itu bukanlah hanya anda saja yang mengalaminya tapi beberapa fihak ada juga yang merasakannya, tapi semua itu bisa diredam dengan adanya kesabaran dan karya serta mengikuti nasehat² ulama untuk tidak menyibukkan diri dengan perdebatan nasab. Beberapa fihak yang dekat dengan saya bahkan selama 24 tahun telah merasakan bagaimana rasanya diroasting habis habisan sampai² hidupnya tidak nyaman dan sering berpindah pindah karena dianggap "musuh besar" dalam llmu nasab sampai julukan "habib palsu" melekat kuat pada dirinya karena perjuangan menegakkan nasab keturunan wali songo. Mereka² yang menahan ini diri lebih memilih untuk berkarya sambil terus membuktikan bahwa "kunci utama nasab" adalah akhlak. Tujuan utama ilmu nasab adalah "SILATURAHIM" bukan permusuhan. Kalau ada habib yang jelek akhlaknya nasehati, jika tidak mau tinggalkan. Seperti kalam Mbah Maimun bahwa jika ada habib yang buruk mereka seperti quran yang robek. Masih lebih banyak habaib yang akhlaknya mulia seperti murid² habib Umar bin Hafizh, Habib Abdullah Bilfaqih Malang, dll. Lihatlah dulu bagaimana indahnya akhlak hb Ali bungur, hb Ali kwitang, hb Salim Jindan, hb Abdullah bin Muhsin Al Atas Empang Bogor, ,Hb Soleh tanggul, Guru tua palu, Hb Neon Surabaya, Hb Anis Solo, hb Umar al attas condet, hb Abdurrahman Assegaf. Habib2 yang saya sebut ini dekat hubunganya dengan kyai keturunan wali songo. Kepada habib² yang masih muda terutama mereka yang masih minim ilmu dan adab dan selama ini rajin menyerang nasab keturunan wali songo, mungkin mungkin bisa belajar kepada datuk² antum bagaimana menjadi uswah.
Bagi saya jika ada habib yang akhlaknya buruk maka sesungguhnya dia tidak sadar jika nasab sejati Rasulullah SAW tidak hanya nasab darah tapi adalah nasab akidah dan nasab akhlak. Perilaku berlebihan dalam mengagungkan nasab sudah harus ditinggalkan. Janganlah mengedepankan ashobiyah atau fanatisme golongan sampai harus meruntuhkan nilai nilai moral pada masyarakat.
Kedepannya marilah kepada semua fihak baik itu orang per orang atau lembaga untuk lebih bijak dan terbuka dalam hal nasab, marilah kita untuk berhati-hati dalam membuat pernyataan status terhadap sebuah nasab apalagi sampai mengeluarkan "fatwa" sebuah nasab, apalagi nasab-nasab yang sudah mashur seperti nasab Wali Songo dan juga nasab Baalawi. Bagi mereka yang memang tidak memahami ilmu nasab atau awam, batasilah diri anda untuk tidak ikut ikutan. Bagi ulama yang mempunyai gerbong ummat namun memang terbatas pengetahuannya akan ilmu nasab sebaiknya tidak ikut ilkutan kisruh, "lebih baik memadamkan api daripada menyiramnya dengan bensin".
Ingatlah sekali lagi, hakikat ilmu nasab adalah menyatukan, yang retak dilem, yang bocor ditambal, yang jauh didekatkan, yang marah diademkan dan yang tidak benar diluruskan. Ilmu nasab tidak boleh didasari atas kebencian dan dendam. Ilmu nasab erat kaitannya dengan akhlak apalagi bila mereka mengaku sebagai zuriah Nabi SAW.
Wallahu a'lam bisshowab...
Bekasi 23 Mei 2024, ditulis di Aula Muzdalifah Iclamic Center Bekasi dalam rangka Halal Bi Halal Keluarga Besar Pondok Pesantren Al Masturiyah Sukabumi...