Salah satu sejarah besar yang gaungnya sebenarnya sejajar dengan sejarah para pendiri bangsa seperti Bung Karno, Bung Hatta, KH Wahid Hasyim adalah Masjid Jami Matraman.
Masjid Jami Matraman adalah salah satu monumen atau bukti nyata masuknya Islam di wilayah Jakarta.
Kronologis berdirinya masjid tua ini tidak lepas dari kiprah para jihadis Kesultanan Mataram yang saat itu dipimpin oleh seorang Sultan Besar Tanah Jawa yang bernama Sultan Agung Mataram.
Sultan Agung yang mempunyai misi menghancurleburkan VOC di Batavia telah mengirimkan ribuan prajurit tempur dari berbagai wilayah di Nusantara. Expedisi besar militer ini jelas telah membuat VOC was was. Oleh karena itu demi menggagalkan expedisi besar tersebut segala cara ditempuh termasuk dengan memutus logistik prajurit. Hasilnya dua kali pengiriman expedisi militer tersebut mengalami kegagalan. Kegagalan dua penyerangan tahun 1628 dan 1629 jelas membuat Sultan Agung tidak puas. Sekalipun demikian expedisi militer yang terhitung besar pada masa itu telah membuat kagum fihak VOC.
Walaupun demikian pertempuran besar dua kali tersebut tidaklah sia-sia, karena kepala Jan Pieterzoon Coen berhasil ditebas oleh prajurit prajurit khusus Kesultanan Mataram. Sampai saat ini menurut sebagian riwayat kepala JP COEN telah ditanam di salah satu anak tangga makam Imogiri.
Pasca penyerangan di tahun 1629 Masehi yang mengalami kegagalan, bukan berarti gagal untuk yang lain. Para prajurit Mataram lain ada yang tetap bertahan dan kemudian membuat pemukiman serta mendirikan masjid yang berada di pinggir Sungai Ciliwung.
Berdirinya Masjid yang diberi nama Masjid Abdi Dalem Mataram dan kemudian namanya menjadi Masjid Jami Matraman telah menjadikan wilayah ini menjadi salah satu bagian penting dalam berkembangnya Islam di Jakarta. Matraman sendiri dahulu bukan hanya sekitaran Masjid Matraman, namun wilayahnya sampai beberapa wilayah di Jakarta Timur mulai dari Salemba, Menteng, Sebagian Jatinegara, Bearland, Kayu Manis. dll.
Masjid Jami Matraman kemudian berkembang sampai kemudian mengalami perubahan yang revolusioner ketika datangnya putra Pangeran Diponegoro yang bernama Pangeran Joned Dipomenggolo. Beliau datang setelah berhasil meloloskan diri dengan menceburkan diri ke laut sekitaran Kepulauan Seribu, sedangkan ayahnya tetap ditahan dan dibawa ke Ambon untuk kemudian dibawa lagi ke Makasar. Dengan hilangnya Pangeran Joned, penjajah menganggap jika anak Pangeran Diponegoro ini sudah mati ditelan laut. Namun siapa sangka, dengan kebesaran Allah putra Pangeran Diponegoro yang dikenal pemberani itu berhasil diselamatkan oleh seorang nelayan, dan si nelayan begitu tahu jika yang diselamatkannya adalah anak seorang pahlawan besar Islam, maka dimuliakanlah Pangeran Joned ini.
Selanjutnya kedatangan Pangeran Joned ke wilayah Batavia khususnya wilayah pemukiman yang dihuni oleh keturunan keturunan prajurit tempur Mataram telah berhasil membuat wajah Masjid Jami Matraman mengalami perubahan besar, bangunannya menjadi lebih mentereng, selain itu aktifitas keagamaan juga semarak, juga terdapat pelatihan pencak silat aliran mataraman yang merupakan aliran bela diri yang dikembangkan Pangeran Joned.
Aktifitas Masjid yang semarak ditambah bangunan yang mentereng telah membuat fihak penjajah curiga, akhirnya tahulah mereka bahwa dibalik semua itu ternyata terdapat nama putra Pangeran Diponegoro. Akhirnya putra Pangeran Diponegoro inipun diburu untuk ditangkap.
Santernya berita akan ditangkapnya Pangeran Joned telah membuat dirinya bergerak pindah dari satu tempat ke tempat lain hingga berakhir di wilayah Bogor Jawa Barat. Sampai wafatnya beliau tidak pernah tertangkap lagi,. Di Bogor beliau kehidupannya sangat sufistik sekali dan cenderung menutup diri untuk menghindari incaran penjajah.
Saat hijrah itu, Pangeran Joned ternyata telah meninggalkan salah satu keturunannya yang kemudian secara turun temurun tetap masih berhubungan dengan Masjid Jami Matraman dan keluarga trah lainnya. Selain itu beliau juga meninggalkan salah seorang guru besarnya yang dimakamkan di tengah tengah Pasar Kaget Matraman Dalam yang dikenal dengan nama Kumpi Haji yang makamnya dikramatkan.
Berdasarkan silsilah yang pernah diperlihatkan kepada saya, ternyata keturunan Pangeran Joned bin Pangeran Diponegoro ini menyebar di wilayah Matraman dan sekitarnya. Dahulu tahun 50 dan 60an mereka sering saling berkunjung karena eratnya kekerabatan. Artinya sebenarnya untuk mencari penduduk asli 7 keturunan dari Pangeran Diponegoro sangatlah mudah bila melihat diagram silsilah yang dibuat pada tahun 1954 oleh salah satu sesepuh keluarga ini. Pencatatan silsilah yang rapih ini bukti nyata jika mereka keturunan Pangeran Diponegoro menjaga betul garis keturunan.
Diantara sekian banyak keturunan Pangeran Diponegoro ini adalah guru ngaji saya sejak kecil yang bernama Al Ustadz Haji Muhammad Yusuf Ishak. Ini tentu kejutan besar buat saya karena siapa sangka saya justru belajar ngaji dari salah satu keturunan Pangeran Diponegoro yang keilmuannya Masya Allah luar biasa. Selain nama beliau ada nama Haji Faruk yang dahulu dituakan masyarakat Matraman Dalam dan sekitarnya dan secara kebetulan anak anak beliau juga dekat dengan kakak kakak saya. Dan tidak disangka adalah salah seorang Guru Sekolah Taman Siswa yang sangat dihormati oleh masyarakat Matraman Dalam yang bernama Pak Ashak Salim (biasa dipanggil Pak Ak) adalah juga turunan Pangeran Diponegoro. Yang aneh bahkan beberapa teman SD saya dulu ada yang juga keturunan Pangeran Diponegoro. Nama-nama lain juga banyak yang ternyata saya kenal..
Pertanyaannya kenapa dulu beliau² yang saya sebut itu tidak pernah bercerita ya kalau mereka adalah turunan orang besar ? Padahal sebagian mereka adalah tokoh masyarakat. Nampaknya faktor sejarahlah yang membuat mereka enggan untuk membuka diri, mereka lebih nyaman beraktifitas sosial tanpa membawa embel-embel keturunan. Nampaknya ajaran Pangeran Diponegoro dan Pangeran Joned yang sufistik sangat meresap kepada mereka. Tapi satu hal karakter yang biasanya khas pada mereka yang pernah saya temui, tegas dan berani tapi itu tadi mereka banyak cenderung lebih merendahkan hatinya...
Jejak sejarah dan peran Keluarga Besar Pangeran Diponegoro di wilayah Matraman sangatlah besar. Riwayat perjuangan Sang Pejuang Sejati dari Gua Selarong tidak berhenti begitu saja. Di tanah Jakarta salah satu putranya bahkan terus menggelorakan perlawanan. Jakarta adalah wilayah yang sarat dengan sejarah besar. Dari sekitaran masjid Matraman inilah akan lahir para pendiri bangsa. Dari wilayah ini pulalah akan banyak datang ulama² besar dari berbagai wilayah yang salah tujuannya mengibarkan bendera dakwah di Masjid Matraman seperti KH Abdullah Bin Nuh, KH Ali Hamidi, KH Abdullah Syafii, KH Fathulah Harun, KH Mahmud Romli, KH Nur Ali Bekasi, Habib Ali Kwitang, Habib Salim Jindan, Haji Agus Salim, dll. Para ulama dan pendiri NU kelak juga akan mewarnai perjalanan sejarah Masjid Jami Matraman mengingat mereka sering berkunjung ke kediaman KH WAHID HASYIM.
Sampai hari ini Masjid Tua yang didirikan atas prakarsa Srikandi Tempur Kesultanan Mataram, Wandansari dan Pangeran Faqih serta didukung para prajurit Mataram terus menorehkan sejarah.
SUMBER : Buku Masjid Laskar Mataram