Selasa, 26 Januari 2016

WAJAH HADRATUSSYAIKH MBAH KH HASYIM ASY’ARY DARI BERBAGAI SUDUT PANDANG

NU sepertinya tidak pernah habis untuk dibahas, selesai pembahasan satu, muncul lagi pembahasan lain. Seolah jika tidak membicarakan NU tidak “meriah”, ibarat anak muda, “gak ada loch gak rame”. Nyaris semua fihak, baik yang “cinta” ataupun yang “benci” kepada NU, tidak pernah habis-habisnya membicarakan organisasi yang didirikan oleh ulama karismatik yang berasal dari Tebu Ireng yaitu Mbah KH Hasyim Asy’ari Azmatkhan dan merupakan murid terkasih dari Mbah Kholil Bangkalan Azmatkhan. 
Pada muktamar yang lalu beberapa pembahasan juga sempat ramai seperti Isu Islam Nusantara, dan juga “meriahnya” pemilihan Ketua Umum. Kami sendiri pada waktu itu juga sempat ikut terlibat untuk membuat sebuah kajian yang berkaitan dengan nasab Mbah KH Hasyim Asy’ari ini. Terlibatnya kami dalam kajian tersebut semata-mata demi memberikan sebuah pencerahan tentang beberapa sudut pandang mengenai Mbah KH Hasyim Asy’ari ini terutama pada Nasab yang beliau miliki.
Sebagai ujung tombak berdirinya NU, bagi kami Mbah KH Hasyim Asy’ari sosok besar yang tidak akan pernah habis untuk dibicarakan, dan lagi-lagi dalam kesempatan kali ini kami juga juga ikut-ikutan untuk “latah” dan “nimbrung” dalam menyikapi sebuah isu yang baru dua hari ini dilemparkan oleh beberapa fihak, yaitu tentang wajah Mbah Hasyim Asy’ari. Tentu dalam kajian kami kali ini seperti biasa, kami tidak akan menghakimi semua fihak, kami justru mencoba untuk memberikan atau menawarkan kepada mereka yang pro dan kontra bahwa dibalik “tanya jawab’ ada data-data yang kiranya kami berharap bisa memperkaya khazanah sejarah tentang tokoh yang mereka bicarakan. Kami yakin baik pro maupun dan kontra semuanya sangat mencintai Mbah KH Hasyim Asy’ari ini, hanya saja mungkin perlu kedepannya dibangun sebuah dialektika yang lebih mengedepankan data dan fakta yang ada tanpa harus saling menjatuhkan.
Berbicara tentang bagaimanakah wajah Mbah Hasyim sebenarnya, sudah banyak fihak yang mengetahuinya. Namun persoalan kemudian timbul, setelah pada tanggal 22 Oktober 2015 pada saat perayaan Hari Santri yang diadakan di Gedung Perintis Kemerdekaan Jakarta Pusat (kebetulan berdekatan dengan rumah kami), wajah Mbah KH Hasyim Asy’ari ditampilkan dalam bentuk yang berbeda dimana wajahnya dibuat klimis padahal sebelumnya bahwa wajah beliau memiliki jenggot dan kumis. Mungkin bagi sebagian orang NU hal itu tidak mengapa, tapi bagi orang lain berbeda, apalagi Mbah Hasyim Asy’ari milik semua komponen bangsa.
Persoalan lukisan ini tiba-tiba menjadi isu besar, padahal sebenarnya itu adalah sebuah lukisan yang biasanya identik dengan nilai subyektifitas dan yang namanya subyektifnya, biasanya selalu tergantung dari sudut pandang si pelukis dan juga tergantung dari nara sumber yang ia peroleh sehingga akhirnya muncul lukisan tersebut. Dalam dunia lukis sudut pandang penulis sangat menentukan, untuk mencapai sebuah nilai yang ideal dan sama dengan wajah aslinya tidak semudah yang dibayangkan. 
Pertama kali munculnya lukisan wajah Mbah Hasyim Asy’ari kami sendiri menyikapinya dengan hati-hati dan berusaha untuk mencoba kembali untuk memperkuat bagaimana sebenarnya wajah Mbah Hasyim Asy’ari ini. Ingat Mbah Hasyim Asy’ari ini kan usianya diatas 75 tahun, sehingga proses perjalanan wajahnya bisa saja terjadi banyak perubahan karena perjalanan waktu. Namun demikian untuk tidak bertele-tele, baiklah kami akan coba kembali untuk mencoba memberikan data-data yang kami miliki bagaimana sebenarnya wajah Mbah Hasyim Asy’ari ini.
Salah satu bukti otentik mengenai wajah Mbah Hasyim Asy’ari, kita bisa lihat pada buku Sejarah Hidup KH.A. Wahid Hasyim yang dicetak ulang oleh Mizan pada tahun 2011 dan disusun oleh Haji Abu Bakar pada tahun 1955 dan terdapat pada halaman 66. Ini adalah bukti otentik yang tidak terbantahkan karena ditulis oleh para ahli sejarah yang dokumentasinya kami anggap cukup luas biasa. Dalam buku ini kita akan bisa melihat dengan jelas bagaimana sebenarnya wajah Mbah KH Hasyim Asy’ari. Perlu diketahui bahwa pembuatan buku ini setelah 2 tahun wafatnya KH Wahid Hasyim dan 8 tahun pasca wafatnya Mbah KH Hasyim Asy’ari (25 Juli 1947/9 Ramadhan 1366). Tentu dengan jarak waktu yang sangat dekat ini, dan saksi-saksi sejarah masih banyak yang hidup, sangat mengetahui betul bagaimana wajah Mbah Hasyim Asy’ari ini. Kami sendiri setelah mendapatkan buku ini jadi sangat yakin kalau wajah Mbah Hasyim Asy’ari begitulah adanya. Kebetulan buku tersebut diberikan kepada kami oleh salah satu cicitnya KH Wahid Hasyim.
Buku kedua yang juga tidak kalah menarik adalah yang disusun oleh Muhammad Asad Shihab yang berjudul Al-Allamah Muhammad Hasyim Asy’ari Waadi’u Istiqlali Indonesia dan diterbitkan oleh Darus-Shodiq Beirut dan telah diterjemahkan oleh KH Mustofa Bisri dengan judul Hadratussyaikh Muhammad Hasyim Asy’ari Perintis Kemerdekaan Indonesia dan diterbitkan oleh Kurnia Kalam Mulia Yogyakarta pada cetakan pertama tahun 1994. Di buku ini dalam covernya sangat jelas bagaimana sebenarnya wajah Mbah KH Hasyim Asy’ari ini. Jangan lupa yang menerjemahkan kitab tersebut adalah salah satu ulama karismatik NU saat ini yaitu As-Syekh KH Mustofa Bisri.
Buku ketiga yang juga tidak kalah menarik adalah yang disusun oleh Prof.Dr. Ahmad Mansur Suryanegara yaitu Api Sejarah Jilid 2 yang diterbitkan oleh Salamadani Bandung, Cetakan V 2014, halaman 197. Disitu secara jelas akan kita temukan bagaimana wajah Mbah KH Hasyim Asy’ari yang sebenarnya. Bahkan wajah beliau disitu sama persis dengan wajah yang ada pada buku Sejah KH Wahid Hasyim yang dibuat tahun 1955. Bahkan dibawah wajah beliau ditulis dengan tulisan ejaan lama. 
Buku keempat yang bisa temukan tentang wajah Mbah KH Hasyim Asy’ari adalah yang disusun oleh Drs.Latifhul Khuluq MA yang berjudul Fajar Kebangunan Ulama, Biografi KH Hasyim Asy’ari yang diterbitkan oleh LKIS tahun 2000. Di cover depan buku ini wajah Mbah KH Hasyim Asy’ari sama persis dengan buku sejarah KH Wahid Hasyim yang disusun oleh Haji Abu Bakar. Buku ini adalah satu diantara salah satu karya terbaik tentang biografi Mbah Hasyim Asy’ari karena ditulis dengan fakta-fakta ilmiah dan sebagai kata pengantarnya adalah Profesor Howard M. Federspiel dari McGill University, Motreal, dan Ohio University.
Buku Kelima, dengan judul KH Hasyim Asy’ari Memodernisasi NU dan Pendidikan Islam yang ditulis oleh Rohinah M.Noor MA pada tahun 2010 cetakan ke II dan diterbitkan oleh Grafindo Khazanah Ilmu Jakarta. Pada cover buku ini sangat jelas bagaimana wajah Mbah KH Hasyim Asy’ari dihari tua beliau. Buku yang berasal dari sebuah penulisan tesis ini telah menjadikan wajah ulama karismatik NU ini sebagai cover depannya dengan ukuran yang sangat mudah untuk dilihat.
Buku keenam dengan judul Dahlan –Asy’ari Kisah Perjalanan Wisata Hati yang ditulis oleh Susatyo Budi Wibowo pada tahun 2011 Cetakan Pertama dan diterbitkan oleh Diva Press Jogyakarta. Pada buku ini kita sekali lagi bisa menjelaskan bagaimana sebenarnya wajah Mbah KH Hasyim Asy’ari ini.
Terakhir adalah lukisan Mbah KH Hasyim Asy’ari yang kami peroleh sekitar 20 tahun lalu. Kami sendiri baru ngeh mengenai wajah beliau ini, setelah dua hari ini ramainya pemberitaan tentang lukisan beliau. Pada lukisan ini wajah Mbah Hasyim Asy’ari bahkan sangat mirip dengan beberapa anggota Walisongo, kami sendiri bertanya-tanya siapa sebenarnya yang telah melukis beliau ini, mengingat lukisan ini bagi kami cukup berbeda sudut pandangnya.
Bagaimana lukisan yang kemarin dipajang di gedung perintis kemerdekaan yang diributkan karena tidak memakai “jenggot” itu ? 
Berdasarkan Situs Harian Republika yang kami baca pada hari ini, Lukisan tersebut, merupakan karya Badri dari Pasuruan yang dijadikan kover buku Guru Sejati Hasyim Asy'ari. "Lukisan tersebut dipesan khusus oleh Gus Riza Yusuf Hasyim untuk memvisualkan perjuangan Mbah Hasyim ketika menghadapi kekejaman tentara Nippon," Setelah lukisan itu selesai dibuat, ia bersama Gus Riza dan Mas Badri, pergi menghadap almarhum KH Hamid Baidlowi dan Bapak Bulkin (khadam Mbah Hasyim yang ikut ditangkap tentara Jepang) untuk memastikan kalau lukisan itu benar menyerupai wajah Kiai Hasyim. "Kami ke sana meminta pendapat soal wajah Kiai Hasyim, apa benar seperti di lukisan itu, tak berjenggot." Setelah memeriksa lukisan itu, keduanya menyatakan, Mbah Hasyim raut wajahnya klimis, tidak berjenggot. "Lalu, saya kembali bertanya kepada ayah saya, Ahmad Riyadi (anak salah satu pengawal Mbah Hasyim)," ujarnya. Menurut dia, beliau menjawab, memang benar Mbah Hasyim itu penampilannya selalu klimis, wangi, rapi dengan jas kerah shanghai warna abu-abu pekat. "Jadi, lukisan itu sudah benar. Mbah Hasyim itu klimis tak berjenggot, jadi tak usah dijadikan polemik lagi," kata Masyamsul.
Dari semua penjelasan ini akhirnya kami bisa mengambil kesimpulan bahwa sebenarnya bahwa sudut pandang mengenai wajah Mbah KH Hasyim Asy’ari itu memiliki pandangan sendiri-sendiri, sekalipun fakta dan data tertulis dengan jelas wajah beliau seperti pada buku Sejarah KH Wahid Hasyim, namun demikian tidak juga bisa anggap remeh adanya informasi orang-orang yang pernah dekat dengan beliau ini, yang mungkin juga tahu bagaimana sisi lain dari wajah ulama yang karismatik itu. Mereka yang pernah dekat bisa saja mempunyai informasi lain mengenai ulama yang luar biasa ini.
Penilaian mengenai ini bukan karena urusan “jenggot” yang akhir-akhir ini sering menjadi polemik pada beberapa fihak, kami sendiri tidak anti “jenggot” dan juga tidak menyalahkan ulama yang tidak mempunyai “jenggot”. Guru-guru kami sendiri ada yang berjenggot ada pula yang tidak, diantara mereka banyak pula yang alim seperti Habib Saggaf bin Mahdi bin Syekh Abubakar itu berjenggot, Abuya KH Thohir Rohili dari Atthohiriyah itu bahkan klimis, Sayyidil Walid Al-Habib Abdurrahman Assegaf dari Madrasah Tsaqofah Islamiah sangat klimis dan bersih, namun anak-anak beliau ada yang memelihara jenggot ada pula yang tidak dan semua itu berlangsung damai-damai saja, bahkan Ulama kelas dunia seperti Mama’ KH Abdullah bin Nuh bisa kita lihat wajahnya, bagi kami lukisan Mbah KH Hasyim Asy’ari yang tidak berjenggot adalah sisi lain dari interpretasi seorang pelukis yang memiliki sumber informasi dari orang-orang terdekat Mbah KH Hasyim Asy’ari, sedangkan bagi mereka yang bersikukuh bahwa beliau memakai jenggot berdasarkan bukti-bukti yang ada, mungkin juga mempunyai pandangan bahwa hal tersebut adalah prinsip yang tidak boleh dirubah dan ini juga patut kita hormati. Dan sekali lagi kami tekankan, bahwa dari lubuk hati kami yang terdalam tidak ada sama sekali perasaan apriori terhadap mereka yang setia dan konsisten tentang masalah jenggot itu, bagi kami ini hanyalah masalah sudut pandang masing-masing sesuai dengan “kadar pemahaman” yang ada. Perbedaan seperti ini jika dijadikan sebuah dialektika yang diiringi dengan kecerdasan menganalisa, betapa majunya peradaban Islam ini, sekalipun berbeda pendapat jika dibicarakan dalam satu forum maka semuapun bisa jadi cair...
Wallahu A’lam Bisshowab...........