Selasa, 26 Januari 2016

10 NOVEMBER 1945, PERANG “BRUTAL“ TENTARA SEKUTU DAN AREK-AREK SUROBOYO (Mengenang Keberanian Rakyat Surabaya)

Allahu Akbar.......Allahu Akbar........Allahu Akbar............. 
(Takbir Legendaris Bung Tomo dalam perang 10 November 1945)
Sengaja kami mengambil judul yang sedikit “seram” ini karena memang begitulah kenyataannya. Dan ini juga sesuai dengan apa yang telah digambarkan oleh Des Alwi yang merupakan saksi sejarah langsung dalam perang yang sangat mendebarkan tersebut. Perang yang berlangsung sejak tanggal 10 s/d 30 November 1945 memang telah dimenangkan oleh Inggris, namun jangan lupa Inggris hanya berhasil menguasai wilayah geografis Surabaya, namun secara moral mereka tidak pernah mampu meruntuhkan mental perjuangan arek-arek Suroboyo. Sekalipun pejuang surabaya mundur keluar wilayahnya, namun perlawanan masih terus dilakukan dengan cara Gerilya. Jelas dengan adanya perlawanan diluar kota Surabaya itu telah menunjukkan kepada dunia bahwa arek-arek Suroboyo tidak pernah kalah.
Perang 10 November 1945 adalah satu perang terbesar dan terhebat yang pernah dilakukan rakyat Indonesia terhadap penjajah. Kalau dulu rakyat Surabaya masih bersabar terhadap penindasan Belanda dan Jepang, namun untuk kali ini para arek Suroboyo sepertinya sudah tidak mampu lagi menahan kemarahan mereka terhadap kezaliman tirani penjajahan. Dalam perang 10 november 1945 ini, musuh yang mereka hadapi adalah Tentara Sekutu yang baru saja berhasil mengalahkan Jerman dan Jepang diberbagai medan tempur pada perang dunia ke 2, sehingga dengan modal pengalaman tempur yang menurut mereka “hebat” itu, Inggris datang ke Surabaya dengan sangat jumawa dan PD untuk kemudian menundukkan dan menguasai kembali wilayah Surabaya yang terkenal sebagai pelabuhan armada laut terbesar kedua penjajah Jepang di wilayah Asia Tenggara. Kedatangan Tentara Sekutu ini jelas sangat membuat rakyat Surabaya berang karena dibelakang mereka ternyata berdiri fihak Belanda yang ingin kembali berkuasa.
Sebelumnya, kedatangan tentara Sekutu yang dimotori oleh Inggris sudah lebih dahulu tiba di Surabaya, bahkan pada tanggal 27 Oktober 1945 dengan congkaknya, mereka berani mengancam rakyat Surabaya, dengan kesombongan yang luar biasa mereka berani melakukan parade kekuatan untuk menggertak rakyat Surabaya. Dengan kekuatan 20.000 personil mereka begitu percaya diri. Akibat ancaman dan tantangan dari tentara Inggris ini sudah tentu rakyat surabaya tidak terima dan kemudian melakukan perlawanan hebat, sehingga dari tanggal 27 s/d 29 Oktober 1945 terjadilah pertempuran hebat babak pertama yang nyaris dimenangkan oleh para pejuang dan arek-arek Suraboyo, sayang pada saat pasukan Inggris yang sudah berada di ujung kekalahan ini, dengan liciknya mereka kemudian mengajak berunding pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Bung Karno dan Bung Hatta, padahal sebelumnya kedua proklamator tersebut dianggap sebelah mata. 
Dari hasil perundingan itu kemudian disepakati bahwa semua fihak agar menahan diri untuk melakukan gencatan senjata. Tentu keputusan ini sangat “menyakitkan” bagi para pejuang Surabaya dan arek-arek Suroboyo, apalagi saat itu Tentara Inggris sudah hampir kalah di berbagai Front, namun sebagai rakyat mereka kemudian hanya bisa patuh untuk tidak melakukan kontak senjata. Sayangnya dengan adanya perjanjian ini fihak Inggris kemudian mengambil kesempatan untuk memperkuat armadanya untuk kemudian melakukan serangan balik besar-besaran. 
Pertempuran Babak Pertama yang berlangsung pada tanggal 27 s/d 29 Oktober 1945 itu jelas telah memukul mental pasukan Inggris yang terkenal tangguh, mereka tidak menyangka jika ternyata lawan yang mereka hadapi sangat nekat dan terkenal berani bahkan nyaris membuat mereka kalah, padahal saat itu Tentara Inggris telah dilengkapi dengan berbagai persenjataan yang sangat modern. Dalam beberapa catatan harian beberapa perwira Inggris, mereka menyatakan kalau saja perundingan dengan Bung Karno gagal maka Inggris sudah dipastikan kalah, dan ini adalah aib besar dalam sejarah militer mereka yang sejak dahulu selalu memperoleh kemenangan gilang gemilang. Pada perang babak pertama ini bahkan banyak pasukan Inggris yang depresi dan nyaris seperti orang gila karena pasokan logistik yang mereka miliki sudah disabotase dan diblokir pejuang kita. Semua sumber logistik seperti air dan makanan betul-betul sudah diisolasi, sehingga saking begitu kelaparannya tentara Inggris, nasi basipun mereka makan.
Pertempuran babak pertama memang telah selesai, namun secara diam-diam Tentara Inggris rupanya sudah mempersiapkan pasukan kedua yang ditujukan untuk menghancur leburkan kota Surabaya. Keadaan semakin genting ketika terdengar kabar kalau Brigadir Jenderal Malaby tewas pada tanggal 31 Oktober 1945, padahal dalam sejarah perang Inggris mereka tidak pernah kehilangan perwira tingginya. 
Dari sejak tanggal 31 Oktober sampai tanggal 9 November 1945 suasana kota Surabaya begitu mencekam bagi para rakyat jelata, namun tidak bagi para pejuang dan arek-arek Suroboyo yang sudah mulai siap sedia. Inggris terus melakukan ancaman dan provokasi terhadap Rakyat Surabaya. Rakyat Surabaya diultimatum untuk segera menyerah dan memberikan senjatanya kepada fihak sekutu dalam kondisi tangan diatas, sebuah penghinaan yang luar biasa. Sementara itu di kota Jakarta para pemimpin bangsa seperti Bung Karno dan Bung Hatta berusaha melakukan negoisasi agar fihak Inggris tidak melakukan serangan terhadap rakyat Surabaya. Namun sepertinya fihak Inggris tidak memperdulikan pemimpin bangsa kita ini. Dengan congkaknya bahkan Panglima Perang Tentara Sekutu wilayah Jawa Letnan Jenderal Christison bahkan berani mengatakan bahwa Bung Hatta adalah seorang pemimpi dan pengkhayal bahkan menuduhnya dengan menulis bahwa Bung Hatta telah melemparkan tanggung jawab.
Puncak dari provokasi itu adalah ketika tanggal 9 November 1945 Tentara Inggris melalui pesawat tempurnya menebarkan Pamflet dengan ultimatum agar rakyat surabaya menyerah. Namun kemudian ultimatum ini dijawab oleh Gubernur RM Suryo dengan tegas dengan penolakan, bahkan Gubernur RM Suryo dengan suara yang bergetar, tenang dan berwibawa menyerukan agar rakyat Surabaya bersiap-siap untuk menghadapi pertempuran. Gubernur RM Suryo mengatakan demikian karena sudah mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat agar rakyat Surabaya dipersilahkan untuk melakukan perlawanan jika tentara sekutu memang menyerang. Sekalipun kecewa terhadap keputusan pemerintah pusat, namun RM Suryo sebagai Gubernur Jatim tetap berbesar hati. Fihak Jakarta sendiri sepertinya sudah sangat sulit untuk menahan Tentara Sekutu yang begitu bernafsu untuk meluluhlantakkan kota Surabaya. Di sisi lain, kekuatan militer Jakarta belum sekuat seperti Surabaya. Dengan kekuatan personil berjumlah 28.000 disertai perlengkapan tempur yang dahsyat seperti Tank, Pesawat, Kapal Perang, pasukan Inggris sudah bersiap-siap menghabisi rakyat Surabaya. Beberapa pasukan elit mereka seperti pasukan Gurkha bahkan dikerahkan pada misi ini. Tentara Gurkha memang terkenal hebat pada perang dunia kedua, kekejaman mereka sudah terkenal dimana-mana. Namun untuk kali ini Tentara Gurkha yang hampir semuanya berasal dari Nepal dan India mungkin lupa kalau yang mereka hadapi kali ini adalah Arek-arek Suroboyo yang terkenal pemberani dan nekat. Penggunaan Tentara Gurkha ini bahkan sampai diprotes keras oleh Nehru Pemimpin India, namun nasi sudah menjadi bubur, Gurkha rupanya harus berhadapan dengan arek-arek Suroboyo, disisi lain, beberapa tentara Inggris yang berasal dari India yang beragama Islam juga menjadi serba salah ketika mereka melihat betapa kerasnya “jihad fi sabilillah” arek-arek Suroboyo ini, sehingga pada satu kesempatan Bung Tomo meminta agar arek-arek Suroboyo tidak memperlakukan secara kejam tentara India yang Islam bila sudah tertangkap.
Menjelang penyerbuan 10 November 1945 ini, para pejuang Surabaya seperti BKR (Badan Keamanan Rakyat), TKR (tentara Keamanan Rakyat), Polisi Istimewa, BPRI (Badan Pemberontak Rakyat Indonesia), PRI (Pemuda Rakyat Indonesia), Laskar Hizbullah, Gerakan Pemuda Islam Indonesia yang kesemuanya menyatakan akan bertahan total sampai titik darah penghabisan. Para tokoh-tokoh pejuang seperti Gubernur Jawa Timur RM Suryo, Kolonel Sungkono, Dr. Moestofo, Sumarsono, Residen Sudirman, Ruslan Abdul Gani, Des Alwi, M Yasin, dll, telah menyatakan untuk semua bersatu padu melawan Inggris yang diboncengi Belanda. Salah satu tokoh yang cukup menonjol yaitu Bung Tomo melalui Radio Pemberontak bahkan terus menggelorakan perlawanan dan mengajak rakyat Surabaya ikut bertempur sampai titik darah penghabisan. Pidato Bung Tomo yang menggetarkan itu selalu diiringi dengan takbir “Allahu Akbar”. Takbir ini bahkan membuat pejuang dari agama lain ikut terbakar untuk sama-sama menghadapi pasukan Inggris. Bung Tomo yang merupakan sosok yang sangat religius bahkan juga telah mendapatkan suntikan moral dari Hadratussyekh Hasyim Asy’ari dalam perang 10 November 1945. Mbah Hasyim bahkan telah mengeluarkan “Resolusi Jihad” pada tanggal 22 Oktober 1945 yang akhirnya sangat berpengaruh bagi rakyat Indonesia. Bahkan dengan adanya “Resolusi Jihad” ini telah mampu menghadirkan ribuan ulama dan santri untuk turun langsung dalam perang 10 November 1945. Tercatat pada saat itu nama KH Abbas dari Pesantren Buntet yang ditunggu oleh kalangan ulama Jawa Timur, demikian pula KH Mustofa Kamil dari Garut. Kehadiran para ulama tersebut telah membangkitkan Barisan Sabilillah. Semua santri dan ulama turun langsung dalam perang yang “keras” ini. Bahkan keberadaan ulama-ulama tersebut telah banyak memberikan suntikan pada kekuatan “spritual” arek-arek Suroboyo yang memang sejak dahulu sangat menghormati ulama. Cerita tentang potensi spritual yang dimiliki para ulama ini bahkan banyak sekali yang menyaksikan termasuk Des Alwi sendiri.
10 November 1945 ......
Pagi hari dimulailah perang yang dahsyat. Seperti yang sudah kami tuliskan pada judul diatas. Perang ini adalah perang “brutal” dan sengit, karena fihak inggris telah mengerahkan semua kekuatan darat, laut, udara, sehingga para pejuang di Surabaya dikurung pada semua sektor. Dari pagi serangan sporadis sudah dilakukan, semua persenjataan lengkap dikeluarkan dan pasukan Sekutu mulai memasuki kota Surabaya. Namun demikian semua elemen rakyat Surabaya telah bersatu padu dalam menghadapi penjajah ini. Arek-arek Suroboyo dengan gagah berani bahkan nekat maju menerjang tentara Inggris. Para pemuda yang ikut bertempur yang sebenarnya tidak berpengalaman, namun dengan semangat juang yang tinggi, nekat melakukan aksi pasukan berani mati. Dengan bermodalkan berbagai senjata tajam, mereka betul-betul menunjukkan nyali sebagai arek Suroboyo sejati. Pasukan Gurkha yang terkenal kejam kali ini menghadapi nyali orang-orang yang memang sudah “nekat” untuk mati. Duel satu lawan satu bahkan sering terjadi, sekalipun korban banyak berjatuhan, namun istilah “mati satu tumbuh seribu” sudah sangat terpatri pada diri arek Suroboyo. Des Alwi yang menyaksikan perlawanan gila-gilaan arek-arek Suroboro bahkan telah dibuat geleng-geleng dan setengah tidak percaya melihat kegigihan arek Suroboyo dalam melakukan pertempuran. Des Alwi bahkan sangat kagum dengan kenekatan arek suroboyo yang berani menghadang Tank tempur milik Tentara Inggris, bahkan mereka berani meledakkan dirinya dengan granat, sehingga dengan adanya perlawanan ini banyak membuat Tentara Inggris ngeri. Sekalipun kota Surabaya terus dibom oleh pesawat tempur, hal itu tidak meruntuhkan moral arek-arek Suroboyo.
Begitu nekatnya para Arek Suroboyo ini bahkan telah membuat jalur komando di lapangan sedikit kacau, terutama bagi mereka yang biasa menjadi komandan tempur yang selalu menggunakan strategi perang, seperti BKR dan TKR. Para arek Suroboyo memang sudah tidak memikirkan lagi nyawa mereka, apalagi setelah keluarnya resolusi jihad. Padahal diantara mereka banyak yang tidak bisa menggunakan senjata hasil rampasan tentara Jepang, bahkan dengan modal keris, pedang, bambu runcing itu sudah cukup untuk duel satu lawan satu dengan pasukan Inggris dan Gurkha yang terkenal ahli dalam memainkan senjata. Bagi Des Alwi sekalipun jalur komando dilapangan kacau balau karena kenekatan arek-arek Suroboyo, namun ternyata efeknya telah membuat pasukan inggris berfikir keras dan jeri dalam menundukan Surabaya dengan arek-areknya ini. Para arek Suroboyo yang nekat tersebut memang tidak pernah mau berada di garis belakang, rata-rata mereka mengatakan bahwa berada di garis belakang itu adalah hal yang memalukan bagi arek Suroboyo, bagi mereka kematian tidak masalah yang penting mereka mampu menghabisi tentara Inggris. Setiap arek Suroboyo bahkan selalu bertanya dimana musuh mereka berada, sehingga bila terlihat tanpa fikir panjang mereka langsung menerjangnya. Beberapa tentara Inggris yang tertangkap bahkan tidak ada ampun lagi mereka habisi ditempat.
Prestasi terbesar arek-arek Suroboyo adalah ketika beberapa mereka ada yang berhasil menjatuhkan sebuah pesawat tempur inggris yang didalamnya terdapat Brigadir Jenderal Loder Sydmons, padahal Jenderal yang satu ini terkenal sebagai Jenderal tempur yang paling disegani dan mempunyai banyak prestasi. Total pesawat yang berhasil dijatuhkan menurut Des Alwi adalah 7 pesawat, sebuah prestasi yang mengagumkan mengingat penggunaan senjata anti pesawat belum banyak yang mampu menggunakannya. Memang sebenarnya senjata-senjata peninggalan Jepang itu cukup banyak yang telah dirampas oleh para pejuang dan arek-arek Suroboyo, total 37.000 pucuk senjata yang berhasil dirampas, namun dari banyak senjata itu, ternyata banyak pula yang tidak bisa menggunakannya, sehingga para komandan BKR atau TKR yang biasa bertempur berusaha keras untuk mengajarkan mereka bagaimana menggunakan senjata api.
Dari mulai tanggal 10 sampai tanggal 30 November, surabaya benar-benar menjadi kota perang, arek-arek Suroboyo bertempur tanpa kenal lelah, sementara itu para pejuang dari daerah lain sudah masuk ke wilayah ini untuk ikut membantu pertempuran. Sementara itu Bung Tomo dengan tidak bosan-bosannya terus menggelorakan dan menyemangati arek-arek Suroboyo dengan takbir.....Allahu Akbar.....Allahu Akbar...Allahu Akbar.....semua golongan disuruh bersatu oleh Bung Tomo, apakah dia Madura, China, Bugis, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Sunda atau apakah dia Islam ataupun agama lain, semua disuruh untuk terus berjuang. 
Pertempuran di bulan November yang dimulai sejak tanggal 10 s/d 30 November 1945 ini memang menyisakan tragedi kemanusiaan yang tidak sedikit, tercatat hampir 15.000 rakyat surabaya tewas, dan ini tentu membuat dunia mengecam tentara Sekutu yang katanya datang hanya untuk melucuti tentara Jepang, namun anehnya kalau hanya untuk melucuti, kenapa pasukan yang dibawanya setara dengan pasukan tempur pada perang dunia kedua ?. 
Satu hal yang perlu dicatat, sekalipun tentara Inggris berhasil menguasai Kota Surabaya pada tanggal 30 November 1945, pada hakekatnya mereka itu hanya bisa menguasai kota tersebut dalam keadaan hancur lebur, karena sebelumnya arek-arek Suroboyo telah menjadikan Surobaya menjadi Lautan Api. Arek-arek Suroboyo berprinsip, silahkan saja Surabaya dikuasai, tapi jangan harap tentara Inggris bisa mendapati kota Surabaya dalam keadaan utuh, semua infrastruktur sudah dibakar habis oleh para pejuang dan arek-arek Suroboyo. Fasilitas penting seperti pemancar radio, logistik, obat-obatan, dan senjata-senjata sudah dibawa keluar dari kota Surabaya, sehingga ketika Inggris merasa berhasil menguasai kota surabaya, sesungguhnya mereka hanya mendapati puing-puingnya saja. Sehingga otomatis pergerakan mereka tidak dilanjutkan untuk masuk ke wilayah pinggir Surabaya, apalagi kekuatan mereka semakin berkurang karena adanya perlawanan-perlawanan di daerah lain. Di sisi lain, para pejuang dan arek-arek Suroboyo tidak pernah berhenti untuk melakukan serangan mendadak besar-besaran di beberapa Front yang telah dikuasai Inggris.
Perang dahsyat babak kedua yang terjadi di Surabaya ini memang telah menjadikan inspirasi terhadap beberapa daerah lain untuk melakukan perlawanan secara gagah berani terhadap penjajahan, setiap detik, setiap menit, setiap jam dari mulai tanggal 10 s/d 30 semua rakyat Indonesia terus memantau dan mendengarkan Siaran Radio RRI yang terus berkumandang menyiarkan perang sabil tersebut. 
Perang 10 November 1945 jelas adalah perang “brutal” dalam sejarah perjuangan bangsa kita, sekalipun arek-arek Suroboyo harus menghadapi kekuatan yang maha dahsyat namun berkat keimanan terhadap Allah SWT dan semangat jihad fi sabillah yang telah digelorakan oleh para ulama yang kemudian dilantunkan oleh takbirnya Bung Tomo patut kita jadikan sebagai pelajaran yang berharga, betapa hebatnya sebuah kekuatan namun jika kita yakin kalau Allah selalu bersama kita, maka kekuatan apapun itu tidak akan pernah menang melawan kekuatan Allah SWT....
Allahu Akbar.......Allahu Akbar........Allahu Akbar............
Sumber : 
Alwi, Des. Pertempuran Surabaya 10 November, Jakarta : Buana Ilmu Populer, 2012.
Suryanegara, Ahmad Mansur. Api Sejarah Jilid 2, Bandung : Salamadani, 2014.
Sutomo (Bung Tomo). Menembus Kabut Gelap, Bung Tomo Menggugat, Pemikiran, Surat, dan Artikel Politik (1955 – 1980), Jakarta : Transmedia Pustaka, 2008.