29 hari di bulan Ramadhan 933 H seluruh pasukan Mujahidin Nusantara dibawah kekuatan Kesultanan Demak, Pasai, Cirebon, Banten, Ternate, Palembang, dan daerah lain menahan diri untuk tidak berperang di Sunda Kelapa, ini demi menghormati keagungan bulan suci Ramadhan. Ini juga atas perintah Majelis Wali Agung (Walisongo) dan Sultan Trenggono. Pasukan Mujahidin diarahkan untuk berjaga-jaga diperbatasan wilayah Sunda Kelapa. Pasukan baru boleh bereaksi jika memang ada serangan dari fihak lain. Sedangkan Portugis sudah berhasil dipatahkan sebelum Ramadhan. Selama 29 hari Sunda Kelapa aman tentram dan barulah pada malam takbiran ribuan pasukan mujahidin memasuki Kraton Marunda Kelapa tempat bertahtanya Ratu Sunda Kelapa yang juga merupakan Bibi dari Fattahilah. Tidak ada pertempuran, yang ada justru pasukan Mujahidin mendapat sambutan hangat rakyat Sunda Kelapa, bahkan Ratu Sunda Kelapa secara ikhlas menyerahkan tampuk kekuasaan kepada Fattahillah. Pada dasarnya Rakyat Sunda Kelapa pada waktu itu sudah Islam dan ini dibuktikan pada tahun 1512 Masehi mereka ikut jihad suci ke Malaka bersama Demak, Pasai, Palembang dll untuk menghadapi Pasukan Angkatan Laut Kerajaan Katolik Portugis yang membawa misi Gold, Gospel and Glory..
Pada malam yang suci itu yang hadir cukup banyak, diantaranya Maulana Hasanudin Banten, Pangeran Sungereksa Jayawikarta, Pangeran Kuningan Awangga dll untuk menyaksikan penyerahan lambang kekuasaan Sunda Kelapa kepada Fattahillah. Semua berlangsung penuh kekeluargaan mengingat Ratu Sunda Kelapa juga kerabat Fattahillah. Sunda Kelapa pada dasarnya Islam namun pasca dianeksasi pajajaran posisi mereka jadi terjepit di tengah kekuatan Kesultanan demak dan Pajajaran. Namun secara idiologi mereka lebih dekat ke Islam secara politik mereka harus tunduk ke Pajajaran.
Malam itu gema takbir membahana....
Dini hari...saat Fattahillah selesai sholat tahajud beliau kemudian membaca Al Qur'an..saat masuk SURAT AL FATH AYAT 1 FATTAHILLAH mendapat ilham dari Allah agar nama Sunda Kelapa diganti menjadi FATHAN MUBINA. Nama ini juga mengingatkan Fattahillah akan kemenangan perjanjian Hudaibiyah.
Nama ini kemudian diproklamasikan saat Fattahillah menjadi Khotib Idul Fitri pertama di Jakarta pada tanggal 1 Syawal 933 H atau jika dilihat kalender masehi maka hari itu jatuh pada tanggal 1 Juli 1527 Masehi...
Allahu Akbar ! Berdirilah negeri Jayakarta !