Selasa, 04 Agustus 2015

PANDANGAN SINIS CHRISTIAAN SNOUCK HORGRONJE TENTANG ARAB HADRAMAUT DAN ISLAM

Dalam tataran para akademisi yang berkecimpung dalam dunia sejarah pemikiran dan pergerakan politik Islam di Indonesia, nama yang satu ini mungkinsangat tidak asing. Dia adalah salah seorang “akademisi”, orientalis sekaligus politikus yang memang sejak awal telah ditugaskan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk menyelidiki gerak gerak perjuangan bangsa Indonesia. Namanya diangap begitu “berjasa” dan di kalangan pemerintah kolonial, karena telah berhasil memberikan “pencerahan” dan “kemajuan” dalam mengatasi berbagai perlawanan bangsa Indonesia pada saat itu (seperti wilayah Aceh yang terkenal akan para Mujahidinya).

Nama lengkapnya sendiri adalah Christian Snouck Hurgronje, dia seorang orientalis Belanda terkenal dan merupakan ahli politik imperialis.Lahir pada 8 Februari 1857 di Oosterhout dan meninggal pada 26 Juni 1936 diLeiden. Ia merupakan anak keempat pendeta J.J. Snouck Hurgronje dan Anna Maria,putri pendeta Christiaan de Visser.

Orangtua Christian Snouck Hurgronje , Anna Maria de Visser sangat populer di kalangan pendeta sebagai puteri Pendeta ProtestanDs. Christiaan de Visser, rekan sejawat Ds. J.J. Snouck Hurgronje dengan Anna Catherina Scharp. Pada tanggal 3 Mei 1849 Ds. J.J. Snouck Hurgronje dan Anna Maria de Visser yang belum resmi menikah dikeluarkan dari Gereja Hervormd di Tholen atau Zeeland Belanda karena melakukan hubungan gelap. Padahal waktu itu Ds.J.J. Snouck Hurgronje telah menikah dan mempunyai enam orang anak. Ds. J.J.Snouck Hurgronje dan Anna Maria de Visser baru resmi menikah setelah sekitar enam tahun tragedy pengusiran di Gereja Hervormd. Yakni, setelah istri Ds. J.J.Snouck Hurgronje yang pertama meninggal dunia 31 Januari 1855 di Terheij (1986: 119) – (2002 : 7)

Christian Snouck Hurgronje dalam perjalanan pendidikannya, telah menyelesaikan pendidikan tinggi dalam bidang bahasa-bahasa Semith pada tahun 1880 Masehi dengan desertasi yang berjudul “Perayaan Makkah”. Ia yang berasal dari keluarga Pendeta Protestan Tradisional dalam hidupnya telah dipenuhi dengan pemikiran-pemikiran liberal.

Ketertarikan Christian SnoukHorgronje akan bahasa Smith tentu semakin membuat kajian kali ini menarik,sebab bahasa Smith itu ternyata akar sejarahnya, disamping Arab dekat juga denganbangsa Yahudi, sehingga  semakinmenguatkan dugaan jika ia “diindikasikan” sebagai bagian keturunan Yahudi(perlu kajian selanjutnya….), apalagi guru-guru dan rekannya banyak yangberdarah yahudi,  dan jika melihatketerlibatan dia dalam menghancurkan perlawanan rakyat Aceh, patut diduga jikaia bagian dari Yahudi Zionis karena secara kebetulan gerakan Christian SnoukHorgronje itu bersamaan waktunya dengan berkembangnya gerakan teosofi(gerakan kebathinan Yahudi) yang mempunyai Loji di Aceh dan juga berfungsisebagai markasnya.

Snouck adalah sosok yang kontroversial. Pada saat di Mekkah dalam rangka tugas dan “pengabdian” kepada pemerintahnya, dia banyak melakukan banyak “terobosan". Di Makkah Snouck pernah menyatakan diri masuk Islam dan berganti nama menjadi Abdul Gaffar pada tanggal  16 Januari 1885, di hadapan Qadi Jeddah dengan dua orang saksi. Setelah itu Snouck pindah tinggal bersama-sama dengan Aboebakar Djajadiningrat dari Pandeglang, seorang tokoh yang kebetulan tinggal sementara di Makkah. Namun, dalam surat kepada seorang teman sekaligus gurunya yang ahli islamologi Jerman Theodor Noldeke, ia menyebutkan bahwa ia hanya melakukan idhar al-islam, bersikap Islam secara lahiriah. Dalam suratnya tersebut ia juga menyebutkan bahwa semua tindakannya itu sebenarnya adalah untuk menipu orang Indonesia agar mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya (2011: 61 – 62).

Sampai saat ini mungkin snouck ini masih dianggap “pahlawan” dinegerinya, namun bagi kami pribadi sosok ini justru merupakan “biang keladi” rusaknya sejarah Islam Nusantara. Beberapa pandangannya mengenai Islam jika dikaji lebih cermat lagi, banyak sekalinya isinya yang penuh dengan distorsi. Berbagai penyimpangan pemikiran tentang Arab dan Islam telah dia tuangkan dan paparkan dengan mengatasnamakan “keilmiahan”,  padahal sudah jelas dia ini merupakan seorang politikus yang bermain dua kaki. Oleh karena itu kami lebih memandangnya sebagai politikus ketimbang akademisi.

Christian Snouck Hurgronje, menurut orang Eropa dianggap sebagai seorang orientalis yang ahli dalam bahasa Arab dan Islam dari Universitas Leiden Belanda. Ia diangkat menjadi professor karena keahliannya dalam mengepalai bagian pelajaran bahasa arab dan pelajaran Islam di universitas tersebut.

Beberapa pandangan sampai saat ini sudah banyak menyebar di negeri ini,dan ironisnya pandangan “Profesor” yang satu ini masih ada juga pengikutnya, padahal jelas-jelas semua pemikirannya didasari atas kepentingan penjajah kolonial. Diantara pemikirannya misalnya :
Dalam beberapa tulisannya di buku yang berjudul De Islam in Nederlandsc-Indie yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Islam di Hindia Belanda, ia menulis yang diantaranya :

1. Di Kepulauan Hindia ada dua keadaan yang menguntungkan bagi kelanjutan penyebaran agama Islam dengan cepat. Penduduk kepulauan ini pada waktu itu sebagian besar masih berada ditingkat perkembangan ruhaniah yang meskipun secara khusus sangat berbeda-beda, namun pada hakikatnya sama rendahnya dengan bangsa Arab pada zaman Nabi Muhammad, dan yang hingga kini masih tampak pada penduduk Afrika Tengah (1983 : 11).

Sanggahan : Jelas sekalijika Snouck ini sangat memandang rendah kemampuan Islam dan kebudayaan orang Arab, Indonesia dan Afrika Tengah dianggapnya pada saat itu sangat terbelakang. Padahal kebudayaan Arab dan Islam pada saat dia mengatakan itu, peradabannya lebih tinggi dari bangsanya yang justru datang kenegeri ini hanya untuk merampok dan menjajah. Ketika bangsanya Snouck ini datang ke Nusantara, justru peradaban Islam Nusantara itu sudah jauh berkembang apalagi jika ditinjau dari sisi ruhaniah, justru Eropa pada masa itu masih terjebak dengan “kegelapannya”. Islam dan Arab bahkan jauh lebih awal sudah memberikan warna pada Nusantara ini. Pada masa Kesultanan Demak saja semua bidang kehidupan sudah sangat maju, belum lagi di Aceh yang juga merupakan pusat peradaban Islam di Sumatra, belum lagi Palembang, Ternate, Malaka, Melayu, Patani, Champa, dll. Bangsa Arab pada masa Nabi juga sebenarnya tidak sebodoh yang dia katakan, karena pada saat itujustru dunia sastra sangat berkembang pesat, karena karena kepercayaan mereka saja yang menyimpang, dan itu bukan berarti peradaban bangsa Arab itu rendah, sepertinya tuan Christian Snouck Horgronje ini harus banyak belajar tentang peradaban Arab dan Islam (atau dia pura-pura tidak tahu ?).

2.  Di sana, orang-orang kafir di daerah pedalaman seperti orang batak di Sumatra, orang dayak di Kalimantan, orang arafuru di Sulawesi di mata penguasa Kerajaan Islam didaerah pesisir tetap merupakan jenis manusia yang lebih rendah tingkatannya, dan agama Islam dengan ajarannya tentang “jihad” memberikan dalih yang tepat sekali kepada penguasa-penguasa tersebut untuk melakukan pemerasan terhadap mereka.Mereka ini dibebani pajak yang berat, dijadikan budak beliau, dan dikuasai tanpa ada usaha untuk memimpin dan mendidiknya (1983 : 11).

Sanggahan: Luar biasa tuduhan Snouck ini, dia mengatakan bahwa orang di daerah pedalaman itu seolah masih terbelakang, padahal suku-suku yang dia sebut itu mempunyai budaya dan kearifan lokal yang justru menurut kami lebih maju dari bangsanya Snouck. Seolah-olah bangsanya itu sangat memikirkan bangsa Indonesia untuk lebih maju. Para penguasa Islam dia katakan tidakmemikirkan dan tidak membimbing suku suku tersebut menuju kehidupan dan peradaban yang lebih maju. Padahal banyak fihak dari Kesultanan-Kesultanan sudah lebih dulu memasuki suku-suku pedalaman tersebut untuk membina hubungan baik, baik itu dalam bidang adat, pemerintahan, maupun dalam rangka dakwah Islamiah, pemerintahan Islam dia identikan dengan tirani dan pemerintahan yang zalim, seolah pemerintahnya yang notabenenya penjajah dan perampok lebih “memikirkan” nasib suku-suku tersebut, seolah pemerintahan bangsanya jauh lebih “beradab” dan “beretika”. Snouck dengan sinisnya menyatakan bahwa ajaran “jihad” itu tujuan utamanya untuk menindas eksistensi kehidupan suku-suku tersebut. Konsep “jihad’ dianggapnya untuk membuat aturan hidup yang“menyakitkan”. Padahal apa yang dia kemukakan itu justru menyimpang dari ajaran “jihad” itu sendiri. Jihad dianggapnya bertujuan untuk melanggengkan perbudakan (padahal Islam menentang keras perbudakan !), dia mengatakan bahwa “jihad’ juga sah untuk menentukan sebuah pajak yang berat. Olala……. sepertinya Snouck inisangat anti dengan istilah yang satu ini, padahal pengertian jihad tidak seperti dengan apa yang dia fahami.

3. Kaum pendatang bangsa Arab dari Hadramaut, yaitu daerah tandus di Arab Selatan, yang merantau ke kota-kota dagang di Hindia Timur, memberi pengaruh yang sama pula arahnya. Makin kuat pengaruh itu bekerja di suatu tempat, makin banyak pula kehidupan orang-orang Islam disitu kehilangan kesahajaannya yang menarik hati, dan sifatnya Nampak suram dan kaku, dan acapkali juga menjadi kurang toleran (1983 : 13 -14).

Sanggahan : Jelaslah pernyataan “Tuan” Christian Snouck Hurgronje tidak sesuai dengan fakta sejarah yang ada. Karena kedatangan bangsa Arab dari Hadramaut justru banyak memberikan dampak yang positif dalam kebudayaan dan kehidupan sosial Nusantara dan itu sudah dimulai sejak kedatangan Walisongo yang merupakan keturunan dari Arab Hadramaut. Justru kedatangan bangsanya ChristianSnouck Hurgronjekenegeri ini membawa banyak melapetaka bagi rakyat Nusantara. Arab Hadramaut yang dia maksud memang lebih banyak ditujukan kepada para Sayyid dari keluarga Alawiyyin. Padahal keluarga besar Alawiyyin itu datang ke negeri ini tujuan utamanya untuk berdakwah dan memberikan kemajuan peradaban pada wilayah yang mereka tempati. Tidak percaya ? lihatlah beberapa kesultanan-kesultanan Nusantara, disitu banyak keturunan Alawiyyin yang jadi pemimpinnya, lihatlah ulama-ulama yang menyebarkan Islam secara damai di berbagai wilayah Nusantara, disitu banyak orang Arab Hadramaut baik yang sudah berbaur maupun yang baru akan melakukan proses akulturasi. Para ulama dan Kyai-kyai besar di Pulau Jawa, Madura, Sumatra, Kalimantan bahkan leluhurnya banyak yang berasal dari Arab Hadramaut keturunan dari Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammul Faqih bin Muhammad Shohib Mirbath. Kehidupan Arab Hadramaut baik yang Sayyid dan non Sayyid sejak masa Walisongo sampai kepada masanya Snouck justru lebih banyak diterima oleh bangsa ini, mereka terjun dan berbaur dengan masyarakat tanpa sungkan-sungkan, ketimbang bangsanya Snouck yang lebih banyak bersikap elitis dan borjuis. Arab Hadramaut, apalagi mereka yang berkecimpung dalam bidang dakwah, perdagangan bahkan banyak yang menjadi proyek percontohan dalam berperilaku budi pekerti di tengah masyarakat. Dalam hal toleransi Arab Hadramaut itu sangat toleran terhadap hal-hal kebangsaan, lihatlah walisongo dan juga para habaib yang hidup pada abad ke 19 bahkan hingga sampai saat ini, kalaupun sekarang ini ada habaib yang dipandang kurang baik, itu hanyalah oknum dan sebagian kecil saja. Yang jelas Arab Hadramaut sudah memberikan warna penting dalam kehidupan bangsa ini.

4. Setelah pulang ke tanah air, sebagai orang-orang yang telah mengalami pembaharuan jiwa mereka (orang-orang yang baru pulang haji) menjadi orang-orang yang fanatic.Sesungguhnya pengaruh haji itu atas kehidupan ruhani kebanyakan haji, kalaupun ada, kecil sekali (1983 : 28).

Sanggahan : Sepertinya Christian Snouck Hurgronje ingin membolik balik fakta  yang sesungguhnya tentang haji ini, karena justru orang yang pulang dari haji justru sisi ruhaniahnya akan lebih meningkat, secara aplikasi, sikap dan pemikirannya seorang muslim dan muslimat itu akan jauh lebih baik dibandingkan sebelum dia naik haji, haji adalah ibadah yang sangat bernilai tinggi dan diidam-idamkan kaum muslim dan muslimat, jadi darimana dia mengambil ukuran kalau haji pengaruhnya kecil bagi orang Islam ? Kalau haji tidak penting, untuk apa Snouck menjadi mata-mata di Mekkah bahkan sampai harus pura-pura masuk Islam dan disunat lalu menetap Mekkah dan menjadi intelnya Belanda ? Kalau dia mengatakan orang-orang yang haji jadi lebih fanatic dalam beragama, justru memang itu tujuan mereka berhaji (semakin fanatic menjalankan ajarannya). Sepertinya memang fihak Snouck dan “majikannya” sangat kuatir kepada masyarakat yang pulang haji, karena memang banyak dari jamaah haji setelah pulang, mereka jadi lebih berani dan frontal terhadap penjajah, hal ini sangat wajar, karena begitu mereka berada di Mekkah dan madinah, mereka banyak bertemu ulama-ulama besar yang berasal dari Indonesia yang memberikan mereka motivasi untuk melakukan perlawanan terhadap penjajah belanda. Ulama-ulama Indonesia seperti Syekh Nawawi Banten, Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi dll memang sepanjang hayat mereka terus menanamkan nilai-nilai perjuangan kepada jamaah haji yang berasal dari Indonesia, sehingga di samping berhaji, para jamaah datang membawa oleh-oleh dari Mekkah dengan pemikiran yang berlawanan dengan penjajah. Inilah yang menyebabkan Snouck dan tuannya memandang sinis terhadap ritual haji, karena ternyata telah membahayakan pemerintahan mereka.

5. Marilah kita kembali kepada masalah pengajaran. Dapat dimengerti bahwa dalam pendidikan di sekolah. Al-Qur’an sedikit sekali mengandung unsur-unsur pembina kehidupan. Anak-anak sedikit banyak dibiasakan pada ketertiban dan belajar ucapan-ucapan bahasa Arab dan mengenal huruf Arab sertacara-cara menjalankan ibadah.

Sanggahan : Al-Qur’an dia katakan sedikit sekali mengandung unsur-unsur pembinaan kehidupan ? aneh, apa dia sudah mempelajari keseluruhan isi Al-Qur’an, sehingga berani mengatakan seperti ini, terlihat sekali betapa dangkalnya pemahaman tuan Snouck ini terhadap Al-Qur’an, padahal dia anggap sebagai orang yang ahli bahasa Arab dan Islam.  Al-Qur’an itu kalau dia mau berfikir justru diperuntukkan untuk semua manusia, artinya non Islampun kalau mau mempelajari lebih dalam Al-Qur’an dipersilahkan, ini karena sifatnya yang universal dan itu sudah banyak bukti, bagaimana banyak para ahli ilmu pengetahuan non islam yang telah membuktikan tentang kebenaran Islam. Sudah jelas Al-Qur’an adalah pedoman hidup bagi manusia, artinya jika itu merupakan sebuah pedoman bagi manusia, apakah mungkin di dalamnya minim dengan adanya ajaran atau pembinaan kehidupan terhadap manusia ? Tuan Snouck sepertinya memang sangat benci sekali dengan kitab suci Agama Islam ini.

6. Bahwa hal ini sedang mengalami perubahan dapatlah dianggap sebagai suatu keadaan yang menggembirakan. Sebab meskipun pengajaran di pesantren kita hormati sebahi pernyataan iman yang sungguh-sungguh, pengajaran itu sama sekali berdasarkan tanggapan tentang alam manusia zaman pertengahan dan sekali-kali tidak mempunyai tujuan untuk mempermudah asosiasi yang begitu diharapkan antara kehidupan pribumi dengan peradaban zaman kita (1984 : 257 – 260).

Sanggahan :  Pengajaran Islam di pesantren dia katakan hanya berpatokan pada abad pertengahan saja dan tidak mempunyai tujuan serta hanya mempersulit kehidupan pada zamannya Christian Snouck Hurgronje. Ini jelas tuduhanyang tidak berdasar, Islam masuk ke Indonesia mempunyai tujuan yang pasti. Dan di Nusantara, Islam itu bukanlah dimulai pada abad pertengahan, justru Islam sudah masuk jauh lebih awal daripada yang dikira oleh para sejarawan eropa termasuk “Tuan” Christian Snouck Hurgronje. “Tuan”Christian Snouck Hurgronje mengira jika Islam Nusantara itu baru dimulai pada abad pertengahan (abad 15dan 16) padahal Islam sudah pada masa Sahabat Nabi sudah masuk ke negeri ini, dan bukti-bukti arkeologisnya dapat kita temukan pada beberapa tempat. “Tuan” Christian Snouck Hurgronje seolah ingin menegaskan bahwa peradaban bangsanya jauh lebih “beradab” dengan peradaban Islam yang telah dibawa oleh para ulama kita seperti Walisongo dan Alawiyyin yang banyak dianut para pribumi Nusantara. Pribumi tegasnya dia ingin katakan terbelakang, sedangkan  bangsanya itu lebih “berperadaban”.

Sumber :

Aqib Suminto, PolitikI slam Hindia Belanda, Het Kantoor voor Inlandsche Zaken, Jakarta: LP3ES,1986, hlm. 119. Lihat pula Lathiful Khuluq, Strategi Belanda Melumpuhkan Islam; Biografi C. Snouck Hurgronje, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Budi Ichwayudi, Hipokritisme Tokoh Orientalis Christiaan Snouck Hurgronje,dalam Religio: Jurnal Studi Agama-agama, Volume 01, Nomor 01, Maret 2011.
Mr. Hamid Al-Qadri, Christiaan Snouck Hurgronje ,Politik Belanda Terhadap Islam Dan Keturunan Arab, Jakarta : Penerbit Sinar Harapan, 1981.
Prof. Christiaan Snouck Horgronje, Islam di Hindia Belanda (terj.) S. Gunawan, Jakarta : Bharatara Karya Aksara, 1983.