Satu lagi ulama mastur zaman dahulu yang keberadaannya baru saya temukan yaitu, Syekh Zakaria.
Makam beliau berada di daerah Lenteng Agung Jakarta Selatan, tepatnya di Jalan Agung Raya Gang Kramat RT 11 RW 03 Kelurahan Lenteng Agung Kecamatan Jagakarsa. Letak makam agak tersembunyi karena harus masuk kedalam sebuah Gang. jarak makam beliau dengan Mushola yang bernama Al Makmur tidaklah terlalu jauh. Kalau kita kesana menanyakan makam tersebut, Insya Allah sebagian masyarakat mengetahuinya.
Kata Kramat yang menjadi jalan untuk menuju makamnya adalah berasal dari "kekeramatan" yang dimilikinya. Lagi-lagi ini membuktikan jika sebuah daerah ada nama kata "Kramat" biasanya banyak terdapat makam-makam ulama yang memiliki "Karomah".
Pertanyaan selanjutnya, Siapakah Beliau Ini ?
Beliau adalah salah satu Ulama, Waliyullah yang ditugaskan oleh Kesultanan Demak untuk membantu Pangeran Jaga Raksa/Jaga Karsa dalam menghadapi Pasukan Portugis. Spesialisasi beliau adalah di bidang perairan (Angkatan Laut). Oleh sebab itu untuk memperlancar dan mempermudah tugasnya, Syekh Zakaria diberikan pos di Pinggir Sungai Ciliwung.
Dalam riwayat yang disampaikan kepada saya oleh keturunan Pangeran Jaga Raksa dan juga salah satu sepuh yang juga penduduk asli Lenteng Agung. Syekh Zakaria adalah merupakan seorang Waliyullah. Banyak sekali karomah-karomah yang dimiliki beliau. Adanya keistimewaan ini menyebabkan banyak orang mendatangi makam beliau. Saya sempat bertanya kepada beliau yang bernama Bapak Abdul Manaf tentang apa saja "karomah dan keistimewaan Syekh Zakaria ini?", Pak Manaf dengan tersenyum menjawab, "kalau ente mau tahu karomah Datuk Agung Zakaria, ente nginep aje di sini, Insya Allah ente entar ngerasain...."
Berdasarkan uraian Bapak Abdul Manaf yang merupakan orang asli Betawi Lenteng Agung, pada tahun 1963 saat terjadi peristiwa Trikora di Irian Barat, pernah datang seorang komandan RPKAD (sekarang Kopassus). Komandan itu bernazar kepada Allah kalau anak buahnya tidak ada yang terluka atau tewas pada saat tugas di Irian Barat itu, maka dia akan membuat bangunan makam Syekh Zakaria. Dan memang atas Izin Allah, Sang Komandan dan anak buahnya telah berhasil diselamatkan Allah. Setelah pulang dari tugas tersebut Sang Komandan kemudian membangun secara permanen makam Syekh Zakaria. Pak Abdul Manaf juga menambahkan, beberapa binatang yang berada di samping makam beliau seperti Kambing dan ayam adalah hasil nazar beberapa orang yang berhasil di dalam hajatnya, tentu itu semua semata-mata karena Allah dan kembali semuanya kepada Allah. Pak Manaf juga menambahkan, bahwa yang datang berziarah itu kadang orang-orang jauh, ada yang dari Jogya, Banten, Cirebon, Jawa, Sumatra, dll.
Dahulunya sebelum dibangun makam Syekh Zakaria berbentuk gubuk sederhana, dan hanya terdiri dari 3 makam saja. Sejak tersebarnya berita-berita tentang keistimewaan Syekh Zakaria ini, ada saja orang yang kemudian berziarah...
Salah satu karakter yang menonjol pada diri Syekh Zakaria adalah sikap zuhudnya. Beliau ini tidak mau terkenal, artinya beliau ini hidupnya bersahaja, tidak mencintai ketenaran dan cenderung ingin selalu beruzlah.
Menurut Pak Abdul Manaf pada tahun 1973 suasana di tempat tinggalnya itu hanya terdiri dari 4 rumah saja dan saling berjauhan. Lenteng Agung tempat beliau tinggal masih banyak hutan-hutannya. Pada tahun 1970an lokasi tempat beliau tinggal pernah juga dijadikan tempat Shooting Filmnya Benyamin Suaeb (Bang Ben). Anehnya setiap pengambilan gambar yang berada di dekat makam selalu saja hasilnya gelap sedangkan pada saat di Sungai Ciliwung hasil gambarnya jelas.
Dalam penelitian terhadap tokoh yang satu ini, Hal yang membuat saya terkejut adalah pada saat saya melihat nisan beliau ini, sangat mirip sekali dengan nisannya Pangeran Wijayakusuma dari Jelambar yang merupakan putra Fattahillah, dan yang juga saya baru ingat ada nama putra Fattahillah yang namanya mirip dengan Syekh Zakaria ini dan berasal dari Lampung. Fattahillah adalah seorang yang ahli dalam bidang kelautan dan Syekh Zakaria pun ahli dalam bidang kelautan, Pangeran Wijayakusuma makamnya menyendiri, Syekh Zakaria juga menyendiri, makam Syekh Zakaria tidak jauh dari air, begitupun Pangeran Wijayakusuma. Yang juga membuat saya semakin penasaran, bukankah Syekh Zakaria itu hidup pada masa Fattahillah ? Saya sendiri mempunyai dugaan, "apakah Syekh Zakaria ini putra Fattahillah ?"
Jawabannya tentu membutuhkan penelitian lebih mendalam tentang nasab dari Waiiyullah mastur ini....
Mastur memang tersembunyi....jadi ya kita harus banyak-banyak mencari data-data yang bisa mendukung apa yang kita tulis....