Menyebut nama Ciganjur, biasanya orang akan mengingat nama KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Sejak kedatangan Gus Dur inilah, nama Ciganjur semakin banyak dikenal masyarakat. Ciganjur semakin terkenal saat para aktivis Mahasiswa di era tahun 1998 berhasil mendorong para tokoh bangsa seperti Amin Rais, Megawati, Dan Sultan Hamengkubuwono untuk membuat sebuah deklarasi bersama yang bernama Deklarasi Ciganjur.
Sejak kedatangan keluarga Gus Dur ke Ciganjur, geliat daerah ini semakin berkibar, apalagi rumah Gus Dur sering banyak dikunjungi tokoh-tokoh besar dari berbagai kalangan. Di kediamannya tersebut, bahkan Gus Dur sering menyebut sebagai Pesantren Ciganjur. Rumahnya tidak pernah sepi dari kunjungan-kunjungan masyarakat. Puncaknya adalah ketika beliau wafat, Ciganjur menjadi macet total, apalagi beliau ini pernah menjadi Presiden RI.
Menarik untuk dikaji, kenapa Gus Dur sangat kerasan tinggal di daerah ini. Padahal setahu saya keluarga besar KH Wahid Hasyim itu lebih banyak tinggal di daerah Taman Matraman Timur atau kini bernama Taman Amir Hamzah Jakarta Pusat. Kebetulan rumah saya juga berada di daerah Matraman Dalam, jadi sedikit banyak saya tahu kehidupan Gus Dur bersaudara di daerah Matraman ini. Sehingga ketika beliau hijrah ke Ciganjur saya jadi bertanya-tanya, apalagi posisi rumah tersebut berada di Selatan kota Jakarta yang jauh dari segala aktifitas yang beliau lakukan di pusat-pusat kota Jakarta.
Saya sendiri mengenal Ciganjur sebagai daerah yang cukup kental keislamannya. Di tahun 1980an daerah ini adalah salah satu daerah yang sangat hijau dan rindang lingkungannya, sampai saat sekarang kesan itu masih saya rasakan. Terakhir saya datang ke tempat ini saat wafatnya Gus Dur, dan anehnya dan tanpa saya sangka-sangka sejak dari RSCM sampai di kediaman beliau di Ciganjur, saya ikut mengiringi mobil Ambulance yang membawa jenazah beliau tersebut. Terlihat saat itu lautan manusia yang membanjiri rumah beliau. Sayapun setelah tiba memutuskan untuk kembali pulang karena melihat kondisi yang sudah membludak.
Dalam edisi wisata ziarah dan wisata sejarah kali ini, saya berkesempatan untuk mencoba meneliti kembali ada apakah di daerah ini, terutama yang berkaitannya. Perjalanan saya lakukan pada tanggal 10 Juli 2016.
Berdasarkan “bocoran” dari salah seorang keturunan Pangeran Jaga Raksa atau Pangeran Jaga Karsa, ternyata di Ciganjur ini terdapat makam seorang Waliyullah yang bernama Syekh Datuk Pangeran Kuningan Paku Negara. Nama atau gelar Datuk menandakan kalau beliau ini adalah seorang Ulama atau Waliyullah, biasanya nama Datuk ini juga disematkan kepada ahli agama yang karismatik yang mempunyai beberapa kelebihan, kalau istilah sekarang Kyai Khos. Beberapa diskusi saya yang lalu dengan salah seorang ulama dari Kampung Melayu Jakarta Selatan, mengatakan bahwa gelar DATUK itu biasanya gelar untuk ulama besar di Betawi tempo dulu, dan biasanya mereka bukanlah tokoh sembarangan, alim dan punya banyak kelebihan.
Beliau adalah salah satu 5 tokoh utama yang menjadi kawasan persiapan sekaligus menjadi “benteng pertahanan” di daerah Jakarta Selatan dalam menghadapi Portugis kelak. Salah satu kelebihan beliau adalah kemampuannya dalam hal persenjataan. Selain sebagai seorang ahli senjata beliau ini juga merupakan ulama penyebar agama Islam di wilayah Ciganjur dan sekitarnya. Beliau ini dikenal sebagai Wailyullah. Tidak diketahui kenapa beliau disebut Kuningan. Apakah beliau ini adalah orang yang sama dengan Pangeran Kuningan yang dimakamkan di daerah Telkom Kuningan (Leluhurnya beberapa tokoh Betawi di daerah Kuningan Jakarta Selatan). Makam di Telkom sendiri seolah seperti bukan makam lagi setelah tanah di sekitarnya dibeli oleh beberapa fihak, sedangkan makam yang ada di Ciganjur milik Syekh Datuk Kuningan sampai saat ini masih bertahan dan masih asri keberadaannya.
Saya dalam perjalanan kali ini didampingi istri, dan kami akhirnya bisai berhasil menemukan makam ini setelah mendapatkan alamatnya setelah banyak bertanya kepada beberapa orang.Lokasi makam berada di jalan Montong, tepatnya dari jalan Muhammad Kahfi I terus masuk ke jalan Montong kemudian kira-kira 100 meter berhenti di dekat Pangkalan Ojek Anda/Kelurahan Ciganjur (dekat komplek pemakaman), diseberang pangkalan ojek Anda, disitu ada yang berjualan alat-alat rumah tangga seperti sapu, ember dll, itulah rumah Juru Kunci Syekh Datuk Kuningan Paku Negara.
Setelah menemukan lokasi tempat Syekh Datuk Kuningan bersemayam, saya kemudian langsung menuju makam beliau, sebelumnya saya sempat bertanya dan mohon izin kepada putri Juru Kunci makam untuk berziarah. Seperti biasa saya berdoa untuk arwah yang dimakamkan.
Terus terang suasana makam yang saya dapati kondisinya sangat hening dan tenang, apalagi lingkungan sekitar makam sangat hijau dan rindang. Setelah saya berdoa, dari situ saya kemudian mendatangi Juru Kunci makam. Dari pembicaraan saya dengan juru kunci makam yang namanya tidak sempat saya tanyakan, beliau mengatakan bahwa Syekh Datuk Kuningan sering diziarahi banyak orang. Biasanya puncak keramaian ziarah pada waktu bulan Maulid. Menurut beliau, tanah disekitar makam adalah milik beliau. Juru Kunci juga mengakui bahwa Syekh Datuk Kuningan ini mempunyai hubungan yang kuat dengan Pangeran Jaga Raksa, Syaikhuna Wijaya Sakti Ragunan dan juga Syekh Zakaria Lenteng Agung. Keterangan ini semakin mempertegas bagaimana sebenarnya pola hubungan antara para ulama-ulama tersebut, khususnya dalam wilayah Selatan Jakarta pada waktu itu.
Salah satu hal yang unik pada makam ini adalah semua nuansanya BERWARNA KUNING...Saya belum mengetahui apa makna dibalik warna kuning ini, apakah beliau ini tampan seperti layaknya Wajah yang tampan kuning langsat, atau beliau gemar memakai baju kuning, atau karena memang beliau menyukai warna kuning ? yang jelas saya yakin ada nilai filosofis dari warna yang menyolok pada makam beliau ini.
Tanah Ciganjur beruntung karena telah adanya makam seorang Waliyullah, pantas saja Gus Dur sangat kerasan di daerah ini, karena apa ? karena setahu saya Gus Dur adalah orang yang sangat senang atau gemar berziarah ke makam-makam para Aulia. Di samping itu dari beberapa catatan tulisannya, Gus Dur juga orang yang senang dengan sejarah para ulama, tidak terkecuali mereka yang berasal dari daerah Jakarta.
Biasanya tempat-tempat yang ada makam Aulianya, nuansanya memang “berbeda” dengan tempat-tempat yang lain. Selalu saya dapati, setiap ada makam Wali pasti tidak jauh dari makam mereka ada tempat ibadah dan daerah sekitar makam tersebut banyak pula ditempati masyarakat yang lingkungannya sering saya lihat sangat kental keislamannya. Salah satunya adalah Bumi Ciganjut Jagakarsa..