Hari Minggu tanggal 10 Juli 2016, untuk yang kesekian kalinya saya didampingi istri melakukan perjalanan wisata ziarah dan wisata sejarah yang berada di kawasan Jakarta.
Perjalanan ini dilakukan dalam rangka untuk mengenal dan mempelajari tokoh tokoh yang pernah berjasa terhadap bangsa khususnya Jakarta pada umumnya. Mungkin diantara sahabat ada yang bertanya-tanya, kenapa saya lebih cenderung mendatangi makam ?
Sebenarnya jawabannya mudah, karena biasanya tidak jauh dari makam-makam yang dikunjungi ada saja informasi yang cukup penting untuk kita peroleh (walaupun tidak semua). Berdasarkan pengalaman saya inilah akhirnya saya cenderung lebih memilih mengorek informasi-informasi yang ada di sekitar makam.
Untuk perjalanan hari Minggu itu, salah satu makam yang kami kunjungi adalah makam Syekh Abdurrahman Al Masri/Al Misyri Al Batawi.
Saya sudah lama tertarik dengan nama beliau ini. Apalagi beliau ini dikenal sebagai sosok guru utama dari Sayyid Usman Bin Yahya (Mufti Batavia). Sayyid Usman bin Yahya sendiri adalah gurunya para ulama Jakarta pada abad ke 19 Masehi. Dalam usia 3 tahun Sayyid Usman sudah dididik langsung Syekh Abdurrahman Al Masri sampai usia 18 tahun. Kedekatan Sayyid Usman dan Syekh Abdurrahman Al Masri adalah hal yang wajar mengingat ibu Sayyid Usman adalah putri dari Syekh Abdurrahman Al Masri.
Sayangnya harus diakui dalam kurun waktu abad 18 dan 19 tidak banyak diketahui informasi keberadaan ulama ulama Jakarta yang pernah mengharumkan nama Jakarta pada masa itu khususnya di wilayah Makkah Madinah, Mesir atau Yaman yang saat itu menjadi pusat pusat pembelajaran ilmu agama apalagi pada masa itu di Makkah dan Madinah Nusantara lebih dikenal dengan sebutan Al Jawi. Hampir dapat dipastikan nama laqob Al Batawi pada masa itu memang tidak terdengar. Nama Al Batawi sendiri yang saya peroleh dari kitab Al Fatawi adalah akhir akhir abad 19.
Untuk sosok seperti Syekh Abdurrahman Al Masri ini, berdasarkan beberapa literatur yang saya baca terutama sejarah jaringan ulama Indonesia. Beliau ini masuk kategori ulama yang memegang peranan penting dalam silsilah keilmuan. Artinya beliau ini adalah ulama besar yang keberadaanya cukup diakui.Jika dilihat tahun beliau hidup, sepertinya beliau ini tidak jauh masanya dari Syekh Junaid Al Batawi (Guru Syekh Nawawi Banten) yang berasal dari Pekojan.
Pada saat beliau belajar Di Makkah dan Mesir, Syekh Abdurrahman dikenal sebagai bagian 4 Serangkai Ulama Jawi (Al Jawi/Nusantara) yang diakui kapasitas keilmuwannya. Keempatnya terkenal sering bersama-sama baik dalam memilih guru maupun menuntut ilmu. Keberadaan mereka cukup disegani ulama ulama Mekkah Madinah pada masanya.
Mereka adalah :
1. Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (Datuk Kalampayan).
2. Syekh Abdusshomad Al Falembani Al Madani dari Palembang Sumatra Selatan
3. Syekh Abdul Wahab Bugis Makasar Sulawesi Selatan
4. Syekh Abdurrahman Al Masri Al Batawi
Dalam semua biografi 3 ulama selain Syekh Abdurrahman, maka semuanya itu selalu menyebut nama Syekh Abdurrahman sebagai ulama yang kapasitasnya diakui. Keempatnya kelak akan mendapatkan mandat sebagai Mursyid Mursyid Tareqah Sammaniyah.
Mengenai nasab beliau, sampai saat ini masih dalam kajian saya, karena belum ada keterangan yang bisa diolah secara mendalam. Sedangkan laqob Al Masri kebanyakan berkeyakinan karena beliau lama belajar di Mesir dan juga untuk mengambil keberkahan dari gurunya yang berasal dari Mesir.
Tapi ada beberapa hal yang menarik buat saya yang kiranya bisa memperjelas nasab ulama ini.
Secara kebetulan di dekat makam Syekh Abdurrahman Al Masri Al Batawi yang terletak di depan Masid Al Islam Jalan KS Tubun No 61 Kelurahan Petamburan banyak dimakamkan bangsawan Minangkabau. Dan yang cukup mengejutkan pendiri masjid ini bernama Sultan Raja Burhanuddin Syekh Al Masri /Misyri. Beliau ini adalah bangsawan Minangkabau yang juga merupakan ulama besar pada waktu itu. Beliau datang ke Batavia dalam rangka ingin melihat langsung kehidupan masyarakat pedagang Tenabang sekaligus dalam rangka dakwah Islamiah. Adanya Laqob Al Misyri yang dimiliki Sultan Burhanudin dan Syekh Abdurrahman mengindikasikan kalau keduanya ada hubungan. Bisa jadi Syekh Abdurrahman ini adalah anak atau cucu Sultan Burhanudin.
Masjid Jami Al Islam sendiri didirikan tahun 1770 Masehi artinya berdekatan dengan kehidupan Syekh Abdurrahman Al Misyri. Yang juga semakin memperjelas hubungan antara Sultan Raja Burhanudin dan Syekh Abdurrahman, salah satu cucu Syekh Abdurrahman yaitu Habib Usman bin Yahya adalah salah ulama yang memegang peranan penting perkembangan masjid Al Islam. Begitupun Syekh Abdurrahman dalam hidupnya banyak melakukan aktifitas keagamaannya di Masjid Jami Al Islam. Bahkan Syekh Abdurrahman pernah mengajak sahabatnya Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari untuk safari dakwah di tanah Betawi. Bahkan Syekh Arsyad sempat membetulkan arah kiblat beberapa masjid di Betawi. Syekh Arsyad Al Banjari dan Syekh Abdurrahman Al Misyri memang pada masa itu sangat menguasai ilmu Falak. Sepertinya Ilmu Falak pada masa itu banyak dikuasai ulama ulama kita. Hal ini mungkin disebabkan perlengkapan seperti Navigasi atau perlengkapan untuk mengenal perbintangan belum modern, sedangkan pada waktu itu para santri kita banyak keliling berbagai negara islam untuk belajar sehingga diperlukan sebuah pemahaman untuk mengenal dunia ilmu falak yang nantinya bisa mendukung perjalanan dan aktfitas mereka.
Fakta lain yang juga tidak kalah menarik bahwa keluarga Habib Usman bin Yahya ada yang dimakamkan di masjid Al Islam. Dalam hal nasab saya fikir kakek habib Usman dari jalur ayah pasti akan mencari jodoh yang sekufu, ini juga diperkuat tradisi pernikahan Kaum Alawiyyin yang sangat menjunjung tinggi kafa'ah. Artinya jelas, Syekh Abdurrahman ini memiliki track record yang terang benderang tentang keberadaan nasabnya.
Makam Syekh Abdurahman Al Misyri sendiri awalnya berada di Karet Tenabang tapi atas instruksi Gubernur DKI Ali Sadikin makam beliau kemudian dipindah ke Masjid Al Islam demi untuk kepentingan umum. Memang tidak dijelaskan bagaimana kondisi Jasad Syekh Abdurrahman ini. Tapi yang jelas kain kafannya masih ada padahal usia makam tersebut sudah lebih 100 tahun. Sedangkan makam Sang cucu (Habib Usman bin Yahya) yang berada di samping makam Syekh Abdurrahman hilang tidak berbekas termasuk kain kafannya padahal sudah digali sedalam antara 4 s/d 6 meter. Sedangkan makam makam kerabat Habib Usman dan Syekh Abdurrahman kemudian akhirnya dipindahkan ke masjid Jami Al Islam. Seperti Syekh Abdurrahman Al Misyri Al Batawi kembali "pulang kampung" dengan dipindahkan ke Masjid Al Islam.
Dalam ziarah kali ini Alhamdulilah semua berjalan dengan baik, bahkan salah satu petugas parkir motor disitu dengan ramah membantu saya dengan membawakan bangku dan air untuk menyiram makam Syekh Abdurrahman. Dia juga yang memberi tahu lokasi makam Syekh Abdurrahman Al Misyri. Berdasarkan info darinya banyak orang orang yang sering menziarahi makam beliau.
Syekh Abdurrahman Al Misyri/Al Masri adalah salah mutiara ulama Betawi yang patut kita kenang dan kita jadikan contoh dalam kehidupan ini. Berkat tangan dinginnya telah lahir seorang Ulama Besar bangsa ini yaitu Sayyid Usman bin Yahya yang telah menjadi Mufti Betawi pada lalu.