Selasa, 04 Juni 2024

BISAKAH METODE DNA MENENTUKAN NASAB SESEORANG ?

Tulisan ini dibuat bukan berarti kami adalah orang yang ahli dalam bidang DNA atau mendadak MENJADI PAKAR DNA, sekali lagi bukan ! Tulisan ini hadir karena kegelisahan kami atas pendapat-pendapat yang selalu menjadikan TEST DNA sebagai sebuah metode yang paling shohih dalam menetapkan sebuah nasab khususnya yang bersambung kepada Rasulullah SAW. Padahal metode yang satu ini masih terus menjadi kajian pro dan kontra, itu artinya tidak boleh ada satu fihak memaksakan diri akan pendapat dan teori yang dia yakini selama masih terus menjadi kajian yang berkepanjangan. Kata-kata seperti “Berani gak Test DNA ?”, “DNA aja selesai urusan”, “berdasarkan hasil test DNA si Anu”, “Test DNA mereka hasilnya Yahudi Akhenazi”, seolah mencerminkan yang mengatakan hal tersebut sudah faham 100 % luar dalam ilmu tentang DNA. Padahal membahas tentang DNA tidak sesederhana dengan mengatakan “Berani gak test DNA….?” Apalagi penggunaan Test DNA faktanya lebih banyak digunakan untuk pengungkapan kasus kriminal terutama dalam identifikasi forensik bahkan juga untuk kasus anak yang lahir dari perzinahan (menentukan ayah biologis misalnya), dll, jadi tidaklah sesederhana yang dikira apalagi bila dikaitkan dengan nasab keturunan Rasulullah yang sudah 15 berjalan.

Test DNA juga bukan masalah takut atau tidak takut, atau mahal dan murah, TEST DNA adalah merupakan satu dari sekian banyak metode dalam menetapkan nasab. Bagi mereka yang terbiasa dan sudah lama berkecimpung dalam ilmu pernasaban, dia akan mengetahui bahwa banyak varian untuk menentukan sahnya sebuah nasab, belum lagi siapa yang sebenarnya layak untuk memberikan pengesahan tersebut.

Seperti yang selalu saya katakan, ketika kita berbicara atau menulis sesuatu maka biasakanlah untuk menghadirkan referensi atau daftar pustaka agar apa yang kita bahas tidak sia-sia atau asal bunyi. Jujur sebenarnya saya berusaha untuk selalu menahan diri menulis hal tentang DNA ini, namun karena saya lihat hal DNA ini dikaitkan dengan nasab akhirnya saya pun geregetan untuk ikut membahas secara singkat sesuai dengan pemahaman saya. Sekali lagi tulisan ini hadir tidak untuk kepentingan apapun, murni hanya untuk berbagi pengetahuan, jika salah silahkan tinggalkan, jika benar tolong perkuat.

Inilah tulisan yang terdapat pada buku yang telah kami susun :

Salah satu cara baru dalam menetapkan sebuah nasab yang gaungnya sangat ramai pada akhir-akhir ini adalah dengan diadakannya tes DNA pada diri seseorang. Bahkan oleh sebagian fihak tes ini dianggap paling akurat dalam mendeteksi garis keturunan seseorang, sehingga tidak mengherankan untuk menjawab keraguan dari sebuah nasab ada beberapa orang yang kemudian melakukan test untuk hal tersebut.

Tes DNA dalam sejarah kedokteran merupakan sebuah penemuan medis yang terbaru terutama untuk penetapan sebuah nasab. Pada masa Rasulullah dan zaman sahabat belum dikenal istilah seperti ini yang ada adalah qiyafah seperti yang pernah ditulis sebelumnya.

Di era modern saat ini, menentukan nasab (tentunya dalam arti adanya ikatan darah) selain dengan melihat anak yang lahir dari perkawinan yang sah, juga bisa dilakukan dengan tes DNA (deoxyribo nucleic acid). Tes ini bukan merupakan hal baru dalam lapangan sains. Namun bila, persoalan tes ini dikaitkan dengan agama, tentu akan menjadi suatu persoalan yang menarik untuk dibahas. Karena mengenai hal ini terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama, yaitu ada yang membenarkan dan ada yang tidak memperbolehkan.

Keberadaan DNA sangatlah erat hubungannya dengan ilmu biologi yang sampai sekarang pengembangannya tetap dilakukan oleh para ahli. Seiring perkembangannya, saat ini tidak lagi terbatas untuk keperluan di bidang biologi, akan tetapi telah dimanfaatkan oleh keilmuan lain seperti perindustrian, pertanian, farmasi, ilmu forensik dan bidang keilmuan lainnya.

Secara etimologi, yang dimaksud dengan DNA atau adalah tersusun dari kata-kata “DEOCYRIBOSA” yang berarti gula pentosa, “NUCLEID” yang lebih dikenal dengan nukleat berasal dari kata “nucleus” yang berarti inti, serta “ACID” yang berarti zat asam. Secara terminologi DNA merupakan persenyawaan kimia yang paling penting, yang membawa keterangan genetik dari sel khususnya atau dari makhluk dalam keseluruhannya dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Dalam istilah fikih, penggunaan tes DNA sebagai metode penetapan nasab dapat dikatakan belum pernah dilakukan. Mengingat, tes DNA ini sendiri sebagai bagian dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Pemanfaatan teknologi DNA dalam bidang hukum dapat saja dilakukan dalam ranah penemuan-penemuan hukum baru dalam Islam. Salah satunya dimanfaatkan dalam menentukan nasab seseorang yang belum jelas, terhadap orang lain yang diperkirakan memiliki hubungan nasab dengannnya. Penggunaan tes DNA dalam suatu pembuktian sering dilakukan baik pada kasus pidana maupun perdata ataupun diluar hukum seperti mengidentifikasi korban kebakaran yang sudah hangus dan lain-lain.

Menurut informasi yang kami lihat dari beberapa diskusi tentang nasab, ada pendapat yang mengatakan bahwa berkembangnya ilmu pengetahuan sekarang tidak menafikan hasil tes DNA untuk dijadikan sebuah ketetapan nasab (ini yang dipegang oleh mereka yang menjadikan tes DNA sebagai sebuah kebenaran absolut). Namun bagi sebagian orang, tes DNA juga masih perlu dipertimbangkan keberadaannya karena ini nantinya akan terkait dengan hukum Islam itu sendiri. Tidaklah mengherankan jika kemudian terdapat dua pendapat, yakni dengan hasil tes DNA itu seseorang bisa dinasabkan secara biologis. Artinya yang bersangkutan memiliki hubungan biologis dengan orang tertentu. Tetapi dari segi syar’i, apakah yang bersangkutan tersebut merupakan anaknya atau tidak, hal itu tidak bisa semata-mata berdasarkan hasil tes DNA. Sebab, dalam menentukan keturunan seseorang itu sah atau tidak, amat terkait dengan proses perkawinan. Seseorang itu diakui dan dianggap sebagai anak yang sah, dan memperoleh hak-haknya dalam waris, apabila ia lahir dari hasil pernikahan yang sah. Nah, karena hasil tes DNA hanya menentukan hubungan keturunan itu secara biologis saja, dan tidak diketahui secara syar’i hubungan tersebut sah atau tidak, maka hal itu tidak bisa serta merta bisa ditentukan sebagai dasar hukum bahwa yang bersangkutan memiliki hubungan yang sah dengan orang lain. Oleh karenanya, selain melalui tes DNA itu, masih dibutuhkan sekian informasi lainnya untuk menetapkan bahwa yang bersangkutan itu memiliki hubungan dengan orang lain, seperti melalui penyaksian dan lain sebagainya. Sedang tes DNA itu hanya merupakan salah satu bagian saja dari informasi yang banyak tersebut. Jadi hal itu belum bisa diputuskan bahwa yang bersangkutan itu merupakan nasab si A atau si B secara sah (syar’i), sedangkan secara biologis bisa saja hal itu dinasabkan.

Dalam ilmu kedokteran, tes DNA akurasi tingkat kebenarannya sudah mencapai 99,9 persen, dan bisa dijadikan sebagai penetapan bahwa seseorang itu memiliki hubungan dengan yang lain. Oleh karena itu, dalam penetapan masalah DNA tersebut, khususnya masalah hubungan nasab/keturunan, maka berdasarkan hasil tes DNA bisa dijadikan sebagai bagian yang akan mendukung boleh tidaknya seseorang itu diakui sebagai nasab. Tentu adanya pendapat seperti ini semakin memperkukuh dan membuat percaya diri seseorang ketika hasil yang didapat tepat seperti angka 99, 9 %, tersebut, sebaliknya bagi hasil tesnya yang tidak sesuai dengan garis keturunan yang selama ini dia miliki tentu akan menyebabkan dirinya tidak percaya diri bahkan boleh jadi banyak orang yang akan bertanya-tanya, mengapa hal tersebut tidak sesuai. Jadi pada intinya ulama yang tidak setuju berpendapat pada zaman nabi memang belum ada teknologi DNA. Penentuan nasab dalam hukum Islam hanya bersumber dari pernikahan yang sah, persaksian, dan pengakuan. Menurut ulama yang menolak menjadikan hasil uji DNA sebagai sumber baru penentuan nasab seseorang, berdasar pada dalil-dalil yang ada.

Sedangkan yang setuju dengan tes DNA sebagai salah satu cara menentukan nasab berkata bahwa pada zaman nabi, ada hadis yang menyatakan soal qo’if, yaitu orang yang bisa memprediksi secara akurat bahwa seseorang masih punya nasab dengan orang lain hanya berdasarkan bekas tapak kaki mereka. Dalil tentang qo’if ini yang kemudian dijadikan rujukan kiai-kiai yang menerima tes DNA sebagai sumber baru.

Satu hal yang juga saat ini ramai dibahas dan berkaitan dengan DNA adalah tentang istilah haplogrup (Perbandingan Motif Genetika), dimana salah satu fihak mengklaim bahwa haplogrup keturunan Nabi Muhammad SAW khususnya Bani Alawi harus mengikuti “standarisasi” test DNA menurut versi mereka, padahal untuk membahas tentang DNA tidaklah sesimpel dan semudah yang dikira. Kami sendiri ketika mempelajari tentang ilmu genetika, banyak sekali kerumitan-kerumitan istilah yang tentunya mereka yang berkecimpung pada dunia DNA inilah yang lebih memahami. Perlu proses yang panjang mengingat ini nantinya akan berkaitan dengan bidang ilmu lain. Namun demikian sebagai pengetahuan umum, nampaknya pengetahuan akan haplogrup perlu juga kita ketahui sekalipun nantinya kita akan menghadapi istilah-istilah rumit.

Dalam beberapa teori yang berkaitan dengan ilmu biologi, haplogroup adalah ciri migrasi awal kelompok penduduk tertentu dan, karenanya, secara potensial dapat digunakan untuk menghubungkan keturunan jauh Anda dengan daerah geografis tertentu. Untuk tujuan silsilah genetik, haplogroup dapat didefinisikan sebagai semua keturunan satu individu yang pertama kali menunjukkan tertentu polimorfisme nukleotida tunggal, atau SNP. Sebuah SNP adalah titik pada DNA di mana perubahan basa tunggal (misalnya dari A ke G), yang terjadi sehingga jarang bahwa hal itu dapat dianggap unik. Ini SNP perubahan kemudian diturunkan setia melalui generasi keluarga, dan dengan demikian dapat digunakan untuk menentukan populasi genetik yang luas. Individu dengan genetik yang sama SNP mutasi atau "penanda" dapat dihubungkan kembali ke populasi dimana penanda pertama membuat penampilan. Haplogroup adalah huruf ditugaskan alfabet, dan perbaikan terdiri dari nomor tambahan dan kombinasi huruf. Kromosom Y dan DNA mitokondria haplogroup memiliki sebutan yang berbeda haplogroup - sehingga Anda memiliki kedua haplogroup ayah dan ibu haplogroup. Ada korelasi yang kuat antara haplogroup dan haplotype, sehingga sering, namun tidak selalu, mungkin untuk menentukan haplogroup individu dari haplotype mereka tanpa pengujian lebih lanjut.

Di Timur Tengah, kategori utama dari varietas kromosom Y terkait dengan haplogroup J- M304. Telah dihipotesiskan bahwa pusat asal sub-haplogroup J1-M267 terdapat di Semenanjung Arab selatan sedangkan J2-M172 berasal dari daerah Bulan Sabit Subur. Dalam populasi Afrika Utara, distribusi E-M81, haplogroup yang paling umum di sana, sangat tepat berbicara alokasi penduduk di benua itu, dengan menunjukkan haplogroup-etnis dekat kelompok paralelisme. Hebatnya, J1-M267 dan J2-M172 juga ditemui pada populasi Afrika Utara tetapi dengan frekuensi kurang dari yang berada di Timur Tengah, gen paternal menunjukan aliran penting dari Timur Tengah menuju Afrika Utara. Hal ini sesuai dengan data dari keturunan seperti arus migrasi Fenisia, dari daerah Bulan Sabit Subur, dan terutama untuk ekspansi Arab selama penyebaran Islam dan migrasi penting dari suku-suku Arab seperti Hilalians yang menyebabkan Arabisasi skala besar dari Afrika Utara. Haplogroup E adalah haplogroup paling sering muncul di Afrika, tetapi juga ditemukan di Timur Tengah, Eropa selatan dan Asia. Lebih dari 50% dari laki-laki di Eropa berafiliasi haplogroup R, terutama untuk sub-haplogroup R1-M173. Sangat mungkin bahwa M173 muncul awalnya di Asia Tengah, dan orang-orang subpopulasi membawa M173 bermigrasi ke arah barat ke Eropa setelah itu. Haplogroup R juga diamati dalam populasi dengan kajian penggunaan berbahasa Arab, khususnya di Timur Tengah: 19,4% di Irak, 9,4% di Kuwait; dan 11,2% di Semenanjung Arab Selatan serta di Afrika Utara: 7% di Libya; 12,7% di Algeria.

Masing-masing daerah geografis, jelas, dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi di sana. Di satu sisi, populasi di Timur Tengah, khususnya Arab, sangat ditandai dengan haplogroup biasanya motif genetika Arab adalah J1-M267 dan frekuensi tertinggi berada di Yaman, di Arab selatan. Haplogroup ini juga ditemui di Afrika Utara tetapi dengan macam motif yang lebih rendah, memperkuat hipotesis aliran gen dari Saudi menuju Afrika Utara yang didukung oleh migrasi penting sejarah mengalir seperti perluasan Islam dan migrasi Hilalians. Selanjutnya, Fertile Crescent dikenal sebagai keturunan yang paling mungkin dari J2-M172 yang kemudian menyebar ke berbagai daerah seperti Afrika Utara, mungkin, selama aliran migrasi Fenisia, dari daerah Bulan Sabit Subur menuju Afrika Utara dengan abad ke-5 SM . Di sisi lain, sampai saat ini, bahwa haplogroup paling sering pada populasi Afrika Utara adalah E-M81, yang biasanya di daerah Berber. Dan ini bukan aneh seperti Berber adalah penduduk asli yang mendiami tersebut Namun, kolam genetik dari populasi modern yang tinggal di sana sangat dimodelkan dengan yang dari populasi dikeluarkan dari peradaban yang berbeda seperti Fenisia (J2-M172), orang-orang Arab (J1-M267) dan berbagai daerah seperti Eropa (R- M173) . dan Afrika (R-V88).

Berkaitan dengan hal berkaitan dengan tentang DNA, di Mekkah pernah diadakan sebuah pertemuan besar yang membahas hal tersebut, yaitu pertemuan ke-16 Komite Fikih Islam yang digelar di Mekah pada 2002 dan dihadiri oleh ulama dan pakar di bidang kedokteran, dimana disana telah menghasilkan beberapa rekomendasi terkait penggunaan DNA untuk memastikan nasab, antara lain, yaitu DNA digunakan dengan penuh kehati-hatian dan prosedur yang ketat. Kaidah penetapan nasab yang telah diakui syariat harus lebih di kedepankan.

Mayoritas ulama kontemporer berargumen bahwa DNA dapat menjadi alat pembuktian nasab. Meskipun demikian, para ulama melegalkan DNA sebagai alat pendeteksi nasab dalam kondisi tertentu saja, yaitu :

1) Ketika terjadi sengketa penetapan nasab terhadap anak yang tidak diketahui nasabnya.
2) Ketika terjadi percampuran anak saat di rumah sakit atau lokasi penitipan anak sehingga sulit untuk dideteksi mana anak yang bernasab pada orang tententu.
3) Di saat kehilangan anak baik disebabkan munculnya musibah, peperangan, dan lainnya yang mengakibatkan seseorang kesulitan mengenali keluarganya.

Menurut Muhammad Fahmi, tes DNA untuk membuktikan tiga perkara yang sangat penting : Fahmi,
1. Kebebasan dirinya dari tuduhan yang ditujukan kepadanya, dan ia memastikan bahwa tuduhan itu tidak benar. Ini merupakan masalah yang sangat diperhatikan oleh syariat, yaitu jangan sampai orang yang tidak bersalah dituduh mempunyai sesuatu yang tidak ada pada dirinya.
2. Membuktikan garis keturunan anaknya kepada ayahnya dan ini adalah hak anak. Sumber syariat melihat secara seksama pembuktian garis keturunan sebisa mungkin. Menjaga garis keturunan termasuk di antara lima hal sangat penting dalam syariat.
3. Menenteramkan jiwa suami dan menghapus keragu-raguan di hatinya, sehingga terbukti melalui argumentasi ilmiah, bahwa anak yang semula tidak diakuinya, ternyata benarbenar anak kandungnya. Dengan begitu, keyakinan menggantikan posisi keragu-raguan dalam dirinya dan ketenteraman menggantikan posisi kesanksian.

Menurut Hukum Islam yang berkaitan dengan kasus perzinahan dan kaitannya dengan test DNA yaitu : Bahwa pembuktian zina dapat dilakukan dengan dua alat bukti yaitu iqrār dan syahadah. Kedua alat bukti ini bersifat alternatif. Sementara test DNA tidak disebutkan secara pasti dalam Alquran dan hadis serta pendapat ulama. Test DNA dalam hukum Islam bisa masuk dalam jenis alat bukti pendukung dan tambahan seperti halnya kehamilan dan kelahiran anak di luar batas minimal kehamilan. Alat bukti pendukung dan tambahan seperti hasil test DNA tidak bisa menggantikan empat orang saksi. Tes DNA dalam Hukum Positif dapat dijadikan alat bukti sah yaitu sebagai alat bukti subsider atau tambahan di samping harus didukung bukti-bukti yang lain, karena bila dikaitkan dalam penentuan nasab khususnya anak yang lahir di luar perkawinan itu tidak memiliki kekuatan hukum dan kepastian hukum. Jadi baik dalam UUP maupun KHI Tes DNA tidak diatur apakah sebagai alat bukti atau tidak, karena pada dasarnya dalam KUH Perdata, KUHAP, UUPA juga belum ada jenis bukti tes DNA.

Di dalam hukum positif ada 4 kemungkinan hasil tes DNA yang berkaitan dengan kasus diatas : (1). Hasil tes DNA positif bapak mengakui, (2). Hasil tes DNA positif bapak tidak mengakui, (3). Hasil tes DNA negatif bapak mengakui, dan (4). Hasil tes DNA negatif bapak tidak mengakui. Jadi bila dilihat dari 4 kemungkinan tersebut bila dikaitkan dengan kasus menentukan nasab lebih cenderung pada point 2 yaitu hasil tes DNA positif namun bapak tidak mengakui, karena kebanyakan dalam kasus menentukan nasab laki-laki atau bapak tersebut meragukan hasil tes DNA tersebut karena baginya memungkinkan bahwa wanita tersebut bisa saja berhubungan dengan laki-laki lain Sehingga ia tidak mengakui. Namun dengan adanya tes DNA sudah tidak dapat dipungkiri seorang ayah tidak mungkin tidak untuk tidak mengakui bahwa anak tersebut adalah anaknya, karena hasil tes DNA 99,99% akurat bila dilakukan oleh ahlinya, kemudian yang memiliki kemampuan untuk itu, serta alat-alat yang dibutuhkan. Kasus-kasus seperti perzinahan atau penolakan status seorang anak dari orangtuanya maka Test DNA adalah langkah yang paling sering dilakukan.
Dalam sebuah situs disebutkan bahwa tujuan melakukan tes DNA adalah :
1. Paternity Testing : Untuk memverifikasi hubungan ayah-anak atau menentukan ayah biologis.
2. Kesehatan Genetik: Untuk menilai risiko genetik individu terhadap penyakit tertentu, seperti penyakit jantung, kanker, Alzheimer, dan penyakit genetik lainnya.
3. Keselamatan dan Keamanan: Dalam beberapa kasus, tes DNA digunakan untuk tujuan identifikasi dalam situasi keamanan nasional atau investigasi kriminal.
4. Identifikasi Jenazah: Dalam situasi bencana alam atau kejahatan, tes DNA dapat digunakan untuk mengidentifikasi korban
5. Penyakit Menular (Infectious Diseases): Untuk mengidentifikasi agen penyebab infeksi, seperti virus atau bakteri.
6. Penentuan Keberhasilan Terapi: Dalam onkologi, tes DNA dapat digunakan untuk menentukan pengobatan yang paling efektif berdasarkan profil genetik pasien.
Adapun penilaian yang menyatakan bahwa hasil tes DNA itu tidak dapat di jamin validitasnya karena kualitas/jenis darah dan pewarisan karakteristik sangat beragam (fashail al-dam wa al-‘awamil al-waratsiyyah tatakarrar), sebagaimana dikemukakan oleh ulama Azhar Syekh Jâd al-Haq Aly Jâd al-Haq. Dalam hal ini jawaban beliau itu merupakan objek kajian/ spesialiasi DNA, yang dibangun berdasarkan eksperimen tertentu sehingga menjadi sebuah teori yang teruji kebenarannya.

Nahdatul Ulama sebagai sebuah organisasi besar Islam di Indonesia pernah membahas perihal tentang DNA ini 19 tahun yang lalu. Ketika ada pertanyaan, apakah tes DNA bisa dimanfaatkan untuk dasar hukum dalam ilhaq al-Nasab sebagaimana al-Qiyafah ? Maka jawabannya adalah: bisa untuk menafikan ilhaq al-Nasab, namun belum tentu bisa untuk menentukan ilhaq al-Nasab.

Satu jawaban yang cukup menarik adalah dalam hasil Muktamar NU ke 31 adalah : Berdasarkan pada sebab-sebab mengetahui (nasab seseorang) pada zaman kita ini telah begitu luas dan kaidah-kaidahnya berpijak pada sebab-sebab yang lebih detail dan dasar-dasar yang lebih kokoh, sekalipun pada sebagian kasus tidak bisa memberikan hasil pasti. Terkadang ilmu modern menggunakan teori qiyafah ketika penelitian medis tidak memberikan hasil. Qiyafah merupakan salah satu cabang ilmu kedokteran syar’i, atau merupakan landasan nyata kedokteran syar’i. Bagi orang yang membaca buku-buku kedokteran syar’i yang berbahasa Arab atau selain Arab, maka ia akan mendapat kejelasan tentang keabsahan hukum penentuan nasab berdasar pendapat pakar qiyafah ini … Dan perlu diperhatikan, bahwa penelitian sempel darah di sini, meski berpijak pada dasar-dasar ilmiah, akan tetapi sifatnya hanya untuk menafikan hubungan darah, bukan untuk menetapkannya. Ia hanya dapat menyatakan: “Ini bukan bapaknya.”, dan tidak dapat menyatakan: “Ini bapaknya.” Sebab, terkadang seorang bapak punya golongan darah (yang bersambung dengan golongan darah) anak yang diklaim sebagai anak orang lain, namun hal ini bisa dimentahkan. Maka si pendakwa berkata: “Jika golongan darah si anak adalah O, sedangkan golongan darah ayah yang didakwa (bukan sebagai bapaknya) adalah AB dan si ibu adalah B, maka para ahli medis menghukumi secara pasti bahwa orang ini bukan ayah bagi anak tersebut. Namun jika golongan darahnya sama dengan golongan darah si anak, maka para ahli medis menyatakan: “Kemungkinan dia adalah bapaknya, dan kemungkinan bapaknya adalah orang lain.” berdasarkan pada qiyafah yang paling bagus, yaitu mengenali bagian-bagian anggota tubuh semisal kedua tangan, kaki, dan ciri-ciri wajah.

DAFTAR PUSTAKA
M. Jamil, Nasab Dalam Perspektif Tafsir Ahkam, UIN Syahid Jakarta, Jurnal Ilmu Syariah, Ahkam: Vol. XVI, No. 1, Januari 2016, hlm. 129.
Ridwan Bahrudin (tesis), Metode Al-Qiyâfah Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Dalam Penetapan Nasab Serta Relevansinya Dengan Tes DNA (Jakarta: Program Studi Magister Hukum Keluarga Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 2020 M), hlm. 53.
Taufiqul Hulam, Reaktualisasi Alat Bukti Tes DNA Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif (Yogyakarta: Kurnia Kalam, 2005), hlm. 86. Atau lihat di Ridwan Bahrudin (Tesis), Metode Al-Qiyâfah Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Dalam Penetapan Nasab Serta Relevansinya Dengan Tes DNA (Jakarta: Program Studi Magister Hukum Keluarga Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2020 M), hlm. 49.
Abu Yazid Adnan Quthny & Ahmad Muzakki, Urgensi Nasab dalam Islam dan Silsilah Nasab Habaib di Indonesia, Fakultas Syariah Universitas Islam Zainul Hasan Genggong Probolinggo, Asy-Syari`ah: Jurnal Hukum Islam, Vol. 7, No. 2, 2021, hlm. 144.
Muhammad Jusuf, Genetika I Struktur & Ekspresi Gen (Jakarta; CV. Infomedika, 2001), hlm. 179.
Abu Yazid Adnan Quthny & Ahmad Muzakki, OP.Cit., hlm. 145 – 146.
Sabrina Virdayanti (Mata Kuliah Tugas), Perbandingan Motif Genetika (Haplogrup) di Berbagai Negara dan di Daerah Sumba Indonesia (Cirebon: Jurusan Tadris IPA Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Iain Syekh Nurjati Cirebon, 2016), hlm. 6 – 8.
Ibid., hlm. 11 - 12.
M. Jamil, Nasab Dalam Perspektif Tafsir Ahkam, UIN Syahid Jakarta, Jurnal Ilmu Syariah, Ahkam: Vol. XVI, No. 1, Januari 2016, hlm. 129.
Muhammad, Telaah Kritis Terhadap Argumen Mayoritas Ulama Tentang Nasab Anak Zina, University (UIN) of Sunan, Ampel, Islamica: Jurnal Studi Keislaman Volume 14, Nomor 2, Maret 2020, hlm. 201 – 202.
Keterangan lebih lengkap dari pendapat Syeikh Jâd al-Haq Aly Jâd al-Haq dalam Buhûts wa Fatâwa Islâmiyyah fy Qadlâya Mu’ashirah (Mesir: al-Azhar al-Syarîf al-Amânah al-‘Âmah li al-Lajnah al-‘Ulya ly al-Da’wah al-Islâmiyyah , 1414), h. 335-371. Atau lihat di Muh. Tamimi Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam IAIN Mataram, TES DNA DALAM MENETAPKAN HUBUNGAN NASAB, , Jurnal Hukum Islam Istinbath, hlm.96.
Fahmi, M. (2019). Penetapan Nasab Anak Mulā’anah melalui Tes DNA (Studi atas Metode Istinbāṭ Yūsuf al-Qaraḍāwī). SAMARAH: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam, 3(1), 133 atau lihat di Syukria Hannum Mahasiswa STAI Barumun Raya Sibuhuan, Penentuan Nasab Melalui Tes DNA Perspektif Hukum Islam (Ditinjau Dari Maqoshid Syariah), JRP : Jurnal Relasi Publik Vol. 1, No. 4 November 2023, hlm 189.
(Era Fadli, Mursyid Djawas & Syarifah Rahmatillah, Tes Dna Sebagai Alat Bukti Pengganti Empat Orang Saksi (Analisis Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayah), PETITA: Jurnal Kajian Ilmu Hukum dan Syariah Volume 3, Number 1, 2018, hlm. 8.
Iftitah Utami, Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang, Eksistensi Tes Deoxyribo Nucleic Acid dalam Menentukan Nasab, Medina-Te, Jurnal Studi Islam
▪
Volume 14 Nomor 2, Desember 2016, hlm. 151, hlm. 160.
Ibnu Hakim, Penetapan Nasab Berdasarkan Tes DNA, https://www.laduni.id/ post /read/30785/penetapan-nasab-berdasarkan-tes-dna, diakses tanggal 10 Mei 2023, pukul 21. 47. Tulisan yang ada di Web Laduni ini bersumber dari: Ahkamul Fuqaha No. 437 Hasil Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama KE-XXXI Di Asrama Haji Donohudan Boyolali Solo – Jawa Tengah 29 Nopember – 01 Desember 2004 M 16 – 18 Syawal 1425 H Tentang: Masalah DNA