Tulisan ini dibuat bukan berarti kami adalah orang yang ahli dalam bidang DNA atau mendadak MENJADI PAKAR DNA, sekali lagi bukan ! Tulisan ini hadir karena kegelisahan kami atas pendapat-pendapat yang selalu menjadikan TEST DNA sebagai sebuah metode yang paling shohih dalam menetapkan sebuah nasab khususnya yang bersambung kepada Rasulullah SAW. Padahal metode yang satu ini masih terus menjadi kajian pro dan kontra, itu artinya tidak boleh ada satu fihak memaksakan diri akan pendapat dan teori yang dia yakini selama masih terus menjadi kajian yang berkepanjangan. Kata-kata seperti “Berani gak Test DNA ?”, “DNA aja selesai urusan”, “berdasarkan hasil test DNA si Anu”, “Test DNA mereka hasilnya Yahudi Akhenazi”, seolah mencerminkan yang mengatakan hal tersebut sudah faham 100 % luar dalam ilmu tentang DNA. Padahal membahas tentang DNA tidak sesederhana dengan mengatakan “Berani gak test DNA….?” Apalagi penggunaan Test DNA faktanya lebih banyak digunakan untuk pengungkapan kasus kriminal terutama dalam identifikasi forensik bahkan juga untuk kasus anak yang lahir dari perzinahan (menentukan ayah biologis misalnya), dll, jadi tidaklah sesederhana yang dikira apalagi bila dikaitkan dengan nasab keturunan Rasulullah yang sudah 15 berjalan.
Test DNA juga bukan masalah takut atau tidak takut, atau mahal dan murah, TEST DNA adalah merupakan satu dari sekian banyak metode dalam menetapkan nasab. Bagi mereka yang terbiasa dan sudah lama berkecimpung dalam ilmu pernasaban, dia akan mengetahui bahwa banyak varian untuk menentukan sahnya sebuah nasab, belum lagi siapa yang sebenarnya layak untuk memberikan pengesahan tersebut.
Seperti yang selalu saya katakan, ketika kita berbicara atau menulis sesuatu maka biasakanlah untuk menghadirkan referensi atau daftar pustaka agar apa yang kita bahas tidak sia-sia atau asal bunyi. Jujur sebenarnya saya berusaha untuk selalu menahan diri menulis hal tentang DNA ini, namun karena saya lihat hal DNA ini dikaitkan dengan nasab akhirnya saya pun geregetan untuk ikut membahas secara singkat sesuai dengan pemahaman saya. Sekali lagi tulisan ini hadir tidak untuk kepentingan apapun, murni hanya untuk berbagi pengetahuan, jika salah silahkan tinggalkan, jika benar tolong perkuat.
Inilah tulisan yang terdapat pada buku yang telah kami susun :
Salah satu cara baru dalam menetapkan sebuah nasab yang gaungnya sangat ramai pada akhir-akhir ini adalah dengan diadakannya tes DNA pada diri seseorang. Bahkan oleh sebagian fihak tes ini dianggap paling akurat dalam mendeteksi garis keturunan seseorang, sehingga tidak mengherankan untuk menjawab keraguan dari sebuah nasab ada beberapa orang yang kemudian melakukan test untuk hal tersebut.
Tes DNA dalam sejarah kedokteran merupakan sebuah penemuan medis yang terbaru terutama untuk penetapan sebuah nasab. Pada masa Rasulullah dan zaman sahabat belum dikenal istilah seperti ini yang ada adalah qiyafah seperti yang pernah ditulis sebelumnya.
Di era modern saat ini, menentukan nasab (tentunya dalam arti adanya ikatan darah) selain dengan melihat anak yang lahir dari perkawinan yang sah, juga bisa dilakukan dengan tes DNA (deoxyribo nucleic acid). Tes ini bukan merupakan hal baru dalam lapangan sains. Namun bila, persoalan tes ini dikaitkan dengan agama, tentu akan menjadi suatu persoalan yang menarik untuk dibahas. Karena mengenai hal ini terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama, yaitu ada yang membenarkan dan ada yang tidak memperbolehkan.
Keberadaan DNA sangatlah erat hubungannya dengan ilmu biologi yang sampai sekarang pengembangannya tetap dilakukan oleh para ahli. Seiring perkembangannya, saat ini tidak lagi terbatas untuk keperluan di bidang biologi, akan tetapi telah dimanfaatkan oleh keilmuan lain seperti perindustrian, pertanian, farmasi, ilmu forensik dan bidang keilmuan lainnya.
Secara etimologi, yang dimaksud dengan DNA atau adalah tersusun dari kata-kata “DEOCYRIBOSA” yang berarti gula pentosa, “NUCLEID” yang lebih dikenal dengan nukleat berasal dari kata “nucleus” yang berarti inti, serta “ACID” yang berarti zat asam. Secara terminologi DNA merupakan persenyawaan kimia yang paling penting, yang membawa keterangan genetik dari sel khususnya atau dari makhluk dalam keseluruhannya dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Dalam istilah fikih, penggunaan tes DNA sebagai metode penetapan nasab dapat dikatakan belum pernah dilakukan. Mengingat, tes DNA ini sendiri sebagai bagian dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. Pemanfaatan teknologi DNA dalam bidang hukum dapat saja dilakukan dalam ranah penemuan-penemuan hukum baru dalam Islam. Salah satunya dimanfaatkan dalam menentukan nasab seseorang yang belum jelas, terhadap orang lain yang diperkirakan memiliki hubungan nasab dengannnya. Penggunaan tes DNA dalam suatu pembuktian sering dilakukan baik pada kasus pidana maupun perdata ataupun diluar hukum seperti mengidentifikasi korban kebakaran yang sudah hangus dan lain-lain.
Menurut informasi yang kami lihat dari beberapa diskusi tentang nasab, ada pendapat yang mengatakan bahwa berkembangnya ilmu pengetahuan sekarang tidak menafikan hasil tes DNA untuk dijadikan sebuah ketetapan nasab (ini yang dipegang oleh mereka yang menjadikan tes DNA sebagai sebuah kebenaran absolut). Namun bagi sebagian orang, tes DNA juga masih perlu dipertimbangkan keberadaannya karena ini nantinya akan terkait dengan hukum Islam itu sendiri. Tidaklah mengherankan jika kemudian terdapat dua pendapat, yakni dengan hasil tes DNA itu seseorang bisa dinasabkan secara biologis. Artinya yang bersangkutan memiliki hubungan biologis dengan orang tertentu. Tetapi dari segi syar’i, apakah yang bersangkutan tersebut merupakan anaknya atau tidak, hal itu tidak bisa semata-mata berdasarkan hasil tes DNA. Sebab, dalam menentukan keturunan seseorang itu sah atau tidak, amat terkait dengan proses perkawinan. Seseorang itu diakui dan dianggap sebagai anak yang sah, dan memperoleh hak-haknya dalam waris, apabila ia lahir dari hasil pernikahan yang sah. Nah, karena hasil tes DNA hanya menentukan hubungan keturunan itu secara biologis saja, dan tidak diketahui secara syar’i hubungan tersebut sah atau tidak, maka hal itu tidak bisa serta merta bisa ditentukan sebagai dasar hukum bahwa yang bersangkutan memiliki hubungan yang sah dengan orang lain. Oleh karenanya, selain melalui tes DNA itu, masih dibutuhkan sekian informasi lainnya untuk menetapkan bahwa yang bersangkutan itu memiliki hubungan dengan orang lain, seperti melalui penyaksian dan lain sebagainya. Sedang tes DNA itu hanya merupakan salah satu bagian saja dari informasi yang banyak tersebut. Jadi hal itu belum bisa diputuskan bahwa yang bersangkutan itu merupakan nasab si A atau si B secara sah (syar’i), sedangkan secara biologis bisa saja hal itu dinasabkan.
Dalam ilmu kedokteran, tes DNA akurasi tingkat kebenarannya sudah mencapai 99,9 persen, dan bisa dijadikan sebagai penetapan bahwa seseorang itu memiliki hubungan dengan yang lain. Oleh karena itu, dalam penetapan masalah DNA tersebut, khususnya masalah hubungan nasab/keturunan, maka berdasarkan hasil tes DNA bisa dijadikan sebagai bagian yang akan mendukung boleh tidaknya seseorang itu diakui sebagai nasab. Tentu adanya pendapat seperti ini semakin memperkukuh dan membuat percaya diri seseorang ketika hasil yang didapat tepat seperti angka 99, 9 %, tersebut, sebaliknya bagi hasil tesnya yang tidak sesuai dengan garis keturunan yang selama ini dia miliki tentu akan menyebabkan dirinya tidak percaya diri bahkan boleh jadi banyak orang yang akan bertanya-tanya, mengapa hal tersebut tidak sesuai. Jadi pada intinya ulama yang tidak setuju berpendapat pada zaman nabi memang belum ada teknologi DNA. Penentuan nasab dalam hukum Islam hanya bersumber dari pernikahan yang sah, persaksian, dan pengakuan. Menurut ulama yang menolak menjadikan hasil uji DNA sebagai sumber baru penentuan nasab seseorang, berdasar pada dalil-dalil yang ada.
Sedangkan yang setuju dengan tes DNA sebagai salah satu cara menentukan nasab berkata bahwa pada zaman nabi, ada hadis yang menyatakan soal qo’if, yaitu orang yang bisa memprediksi secara akurat bahwa seseorang masih punya nasab dengan orang lain hanya berdasarkan bekas tapak kaki mereka. Dalil tentang qo’if ini yang kemudian dijadikan rujukan kiai-kiai yang menerima tes DNA sebagai sumber baru.
Satu hal yang juga saat ini ramai dibahas dan berkaitan dengan DNA adalah tentang istilah haplogrup (Perbandingan Motif Genetika), dimana salah satu fihak mengklaim bahwa haplogrup keturunan Nabi Muhammad SAW khususnya Bani Alawi harus mengikuti “standarisasi” test DNA menurut versi mereka, padahal untuk membahas tentang DNA tidaklah sesimpel dan semudah yang dikira. Kami sendiri ketika mempelajari tentang ilmu genetika, banyak sekali kerumitan-kerumitan istilah yang tentunya mereka yang berkecimpung pada dunia DNA inilah yang lebih memahami. Perlu proses yang panjang mengingat ini nantinya akan berkaitan dengan bidang ilmu lain. Namun demikian sebagai pengetahuan umum, nampaknya pengetahuan akan haplogrup perlu juga kita ketahui sekalipun nantinya kita akan menghadapi istilah-istilah rumit.
Dalam beberapa teori yang berkaitan dengan ilmu biologi, haplogroup adalah ciri migrasi awal kelompok penduduk tertentu dan, karenanya, secara potensial dapat digunakan untuk menghubungkan keturunan jauh Anda dengan daerah geografis tertentu. Untuk tujuan silsilah genetik, haplogroup dapat didefinisikan sebagai semua keturunan satu individu yang pertama kali menunjukkan tertentu polimorfisme nukleotida tunggal, atau SNP. Sebuah SNP adalah titik pada DNA di mana perubahan basa tunggal (misalnya dari A ke G), yang terjadi sehingga jarang bahwa hal itu dapat dianggap unik. Ini SNP perubahan kemudian diturunkan setia melalui generasi keluarga, dan dengan demikian dapat digunakan untuk menentukan populasi genetik yang luas. Individu dengan genetik yang sama SNP mutasi atau "penanda" dapat dihubungkan kembali ke populasi dimana penanda pertama membuat penampilan. Haplogroup adalah huruf ditugaskan alfabet, dan perbaikan terdiri dari nomor tambahan dan kombinasi huruf. Kromosom Y dan DNA mitokondria haplogroup memiliki sebutan yang berbeda haplogroup - sehingga Anda memiliki kedua haplogroup ayah dan ibu haplogroup. Ada korelasi yang kuat antara haplogroup dan haplotype, sehingga sering, namun tidak selalu, mungkin untuk menentukan haplogroup individu dari haplotype mereka tanpa pengujian lebih lanjut.
Di Timur Tengah, kategori utama dari varietas kromosom Y terkait dengan haplogroup J- M304. Telah dihipotesiskan bahwa pusat asal sub-haplogroup J1-M267 terdapat di Semenanjung Arab selatan sedangkan J2-M172 berasal dari daerah Bulan Sabit Subur. Dalam populasi Afrika Utara, distribusi E-M81, haplogroup yang paling umum di sana, sangat tepat berbicara alokasi penduduk di benua itu, dengan menunjukkan haplogroup-etnis dekat kelompok paralelisme. Hebatnya, J1-M267 dan J2-M172 juga ditemui pada populasi Afrika Utara tetapi dengan frekuensi kurang dari yang berada di Timur Tengah, gen paternal menunjukan aliran penting dari Timur Tengah menuju Afrika Utara. Hal ini sesuai dengan data dari keturunan seperti arus migrasi Fenisia, dari daerah Bulan Sabit Subur, dan terutama untuk ekspansi Arab selama penyebaran Islam dan migrasi penting dari suku-suku Arab seperti Hilalians yang menyebabkan Arabisasi skala besar dari Afrika Utara. Haplogroup E adalah haplogroup paling sering muncul di Afrika, tetapi juga ditemukan di Timur Tengah, Eropa selatan dan Asia. Lebih dari 50% dari laki-laki di Eropa berafiliasi haplogroup R, terutama untuk sub-haplogroup R1-M173. Sangat mungkin bahwa M173 muncul awalnya di Asia Tengah, dan orang-orang subpopulasi membawa M173 bermigrasi ke arah barat ke Eropa setelah itu. Haplogroup R juga diamati dalam populasi dengan kajian penggunaan berbahasa Arab, khususnya di Timur Tengah: 19,4% di Irak, 9,4% di Kuwait; dan 11,2% di Semenanjung Arab Selatan serta di Afrika Utara: 7% di Libya; 12,7% di Algeria.
Masing-masing daerah geografis, jelas, dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi di sana. Di satu sisi, populasi di Timur Tengah, khususnya Arab, sangat ditandai dengan haplogroup biasanya motif genetika Arab adalah J1-M267 dan frekuensi tertinggi berada di Yaman, di Arab selatan. Haplogroup ini juga ditemui di Afrika Utara tetapi dengan macam motif yang lebih rendah, memperkuat hipotesis aliran gen dari Saudi menuju Afrika Utara yang didukung oleh migrasi penting sejarah mengalir seperti perluasan Islam dan migrasi Hilalians. Selanjutnya, Fertile Crescent dikenal sebagai keturunan yang paling mungkin dari J2-M172 yang kemudian menyebar ke berbagai daerah seperti Afrika Utara, mungkin, selama aliran migrasi Fenisia, dari daerah Bulan Sabit Subur menuju Afrika Utara dengan abad ke-5 SM . Di sisi lain, sampai saat ini, bahwa haplogroup paling sering pada populasi Afrika Utara adalah E-M81, yang biasanya di daerah Berber. Dan ini bukan aneh seperti Berber adalah penduduk asli yang mendiami tersebut Namun, kolam genetik dari populasi modern yang tinggal di sana sangat dimodelkan dengan yang dari populasi dikeluarkan dari peradaban yang berbeda seperti Fenisia (J2-M172), orang-orang Arab (J1-M267) dan berbagai daerah seperti Eropa (R- M173) . dan Afrika (R-V88).
Berkaitan dengan hal berkaitan dengan tentang DNA, di Mekkah pernah diadakan sebuah pertemuan besar yang membahas hal tersebut, yaitu pertemuan ke-16 Komite Fikih Islam yang digelar di Mekah pada 2002 dan dihadiri oleh ulama dan pakar di bidang kedokteran, dimana disana telah menghasilkan beberapa rekomendasi terkait penggunaan DNA untuk memastikan nasab, antara lain, yaitu DNA digunakan dengan penuh kehati-hatian dan prosedur yang ketat. Kaidah penetapan nasab yang telah diakui syariat harus lebih di kedepankan.
Mayoritas ulama kontemporer berargumen bahwa DNA dapat menjadi alat pembuktian nasab. Meskipun demikian, para ulama melegalkan DNA sebagai alat pendeteksi nasab dalam kondisi tertentu saja, yaitu :