Selasa, 04 Juni 2024

KARENA ULAH SANTRI SEDIKIT RUSAK NAMA PONDOK PESANTREN SE INDONESIA

Viral sudah berita kematian seorang santri yang dianiaya seniornya di salah satu pesantren di Kediri. Peristiwa tersebut jelas sangat memilukan bagi keluarga korban tersebut. Anehnya si ibu korban justru menjadi bulan bulanan banyak nitizen hanya bermodalkan beberapa chat WA. Akibat peristiwa tersebut Pondok Pesantren yang menjadi tempat penggemblengan dan kawah chandradimuka santri dalam menciptakan manusia yang berakhkul karimah jadi tercoreng. Banyak fihak yang tidak tahu menahu tentang pondok pesantren mendadak paranoid ketika mendengar kata Pondok Pesantren. Yang lebih aneh lagi, dari kejadian tersebut ada saja fihak² yang melarang generasi sekarang untuk belajar di pondok pesantren. Ada juga yang lucu, memondokkan anak saja tidak pernah, beriteraksi dengan pondok saja tidak pernah, ngaji di pondok dengan kyai saja tidak pernah, tiba² menjadi fasih bicara pondok pesantren mengalahkan pakar pendidikan dan mengalahkan para kyai pemilik pondok, hanya bermodalkan info dari Google dengan enaknya menyerang pondok pesantren.
"Kekerasan" dalam dunia pendidikan kita nampaknya memang masih belum hilang tidak terkecuali didalam dunia pesantren. Walaupun demikian, apakah dengan adanya kekerasan yang terjadi pada dunia pendidikan khususnya pondok pesantren menjadi alasan untuk menjustifikasi bahwa pondok pesantren itu berbahaya, pondok pesantren itu jahat, pondok pesantren tempat pembuangan anak anak nakal, pesantren itu tidak cocok dengan dunia sekarang, pesantren itu suram masa depannya dan segudang cap buruk lainnya..
Kalau mau jujur, bicara kekerasan atau dalam hal ini sering disebut bullying sebenarnya tidak hanya terjadi di lingkungan pendidikan saja, namun karena dunia pendidikan erat kaitannya dalam proses menciptakan karakter manusia maka sudah tentu bidang yang satu inilah yang disorot paling tajam. Sudah tentu lembaga pendidikan manapun pasti bertujuan agar didiknya menjadi orang orang yang baik dan jauh dari nilai nilai kekerasan. Dalam hal ini Pondok Pesantren adalah salah satunya.
Pertanyaan yang menggelitik sekarang, benarkah terdapat budaya kekerasan dalam dunia pesantren ? Apakah kekerasan sengaja dipelihara secara turun temurun oleh senior-senior santri ?
Berdasarkan pembicaraan saya dengan beberapa ustadz-ustadz alumni beberapa pondok pesantren besar, mereka mengakui bahwa di pesantren itu ada saja kekerasan yang terjadi, terutama yang dilakukan dari fihak senior kepada yunior. Kekerasan bisa dalam bentuk fisik maupun non fisik, tapi mereka sahabat saya ini juga menegaskan bahwa kekerasan yang terjadi bukanlah wajah asli pondok pesantren karena peristiwa itu sifatnya insidental dan dilakukan oleh oknum santri yang "nakal" yang kadang merupakan "duri" dalam pondok pesantren. Namun pemimpin pesantren biasanya punya cara khusus untuk "meredam" santri-santri yang nakal itu. Doa dan riyadoh bahkan dengan ikhlas ditujukan kepada santri² yang doyan kekerasan tersebut.
Kekerasan yang terjadi dalam dunia pesantren biasanya akan mendapat sangsi yang sangat berat. Seorang kyai biasanya akan bersikap tegas dan keras bila si santri melakukan kesalahan fatal, apalagi jika sudah berkaitan dengan nyawa .Tidak sedikit karena kasus tersebut santri langsung dikeluarkan dan diserahkan ke fihak kepolisian. Dikeluarkan dari pondok pesantren adalah sesuatu yang memalukan bagi seorang santri dan akan menjadi "catatan hitam" dalam sejarah hidup mereka.
Dibandingkan kekerasan yang terjadi di dunia pondok pesantren, prestasi besar banyak dihasilkan termasuk memunculkan tokoh tokoh besar yang berjasa pada bangsa ini. Ini membuktikan bahwa pondok pesantren mempunyai sistem yang ampuh dalam mencetak kualitas sumber daya manusia. Pondok tidak hanya menciptakan manusia manusia yang ahli agama saja, namun pondok juga banyak menghasilkan orang-orang yang mampu bergerak dalam berbagai bidang.
Salah satu kritikan kepada pondok pesantren yang sering saya dapati saat ini bahwa pondok dianggap sering tertutup bila ada kejadian kekerasan yang menyebabkan hilangnya nyawa santri. Banyak nitizen yang mengambil kesimpulan bahwa fihak pondok dalam hal ini Kyai pengasuh "mencari aman" dengan berusaha berdamai dengan keluarga santri, karena kematian santri tersebut dinilai syahid karena sedang menuntut ilmu. Bagi saya penilaian nitizen ini harusnya juga menjadi bahan evaluasi besar besaran bagi pesantren pada umumnya, jangan sampai ada kesan bahwa nyawa itu murah harganya ! Terutama pondok pesantren yang diindikasikan masih terdapat bullying. Bisa dibayangkan, kalau sama binatang dan tanaman saja harus berbuat baik apalagi ini manusia, jangankan kepada islam, kepada umat lain saja disuruh berbuat baik. Membullying bahkan sampai nyawa hilang bukanlah dosa kecil...ini jelas harus diperhatikan !
Perlu diingat pula, ini adalah masanya medsos ! dimana yang dulunya tertutup bisa terlihat dengan terang benderang, hal yang dulunya tabu menjadi biasa. Masa ini semua orang bebas bicara dan melihat apa yang akan dan dan mau terjadi. Masanya sekarang ini sudah berbeda, fihak pondok harus melihat fenomena ini dengan kacamata terbuka.
Tapi....betapapun kejadian yang sudah terjadi itu, pertanyaannya, benarkah fihak pondok sangat tertutup atau sengaja menutupi adanya kasus kasus kekerasan ?
Jawabnya, mungkin saja ada yang berperilaku demikian, sengaja menutup nutupi demi menjaga nama baik pondok pesantren, namun hal itu tidaklah menjadi gambaran umum pondok pesantren. Sekali lagi kekerasan yang terjadi bukanlah alasan yang kuat untuk menjadikan semua pondok pesantren buruk dan jahat. Dengan jumlah santri yang jumlahnya banyak (ada yg jumlahnya sampai 11.000 santri), luasnya pondok pesantren, bangunan pondok yang dimana mana tentu ada saja celah yang bisa terjadi...
Pondok Pesantren sampai saat ini masih menjadi salah satu tujuan terbaik dalam menuntut ilmu. Pondok Pesantren punya kurikulum tersendiri yang mumpuni. Saat ini banyak pondok pesantren yang berkembang hebat dan modern yang menjadi contoh bagi pesantren pesantren lain. Nama-nama seperti Tebu Ireng, Gontor, Sidogiri, Langitan, Asembagus, Lirboyo, Rembang, sudah membuktikan bahwa pesantren adalah lembaga pendidikan yang bisa dijadikan tolak ukur.
Kekerasan yang terjadi di dunia pondok pesantren bukan jadi alasan untuk membunuh pesantren itu sendiri. lihatlah bagaimana keikhlasan kyai, lihatlah bagaimana sabarnya kyai dalam menghadapi santri-santri nakal, mereka tidak mudah dalam menjatuhkan vonis karena sayangnya terhadap masa depan santri model tersebut, lihatlah bagaimana ustadz ustadz muda yang rela tidak dibayar dalam mengajar santri yunior, lihatlah bagaimana santri² yang susah, yatim tapi dibantu santri santri yang lain, lihatlah pondok pondok pesantren yang menggratiskan biaya pondok, lihatlah bagaimana para santri dan kyai masih kuat bersabar dengan kondisi prihatin pondok. Masih banyak kyai yang lebih betah di pondok untuk keliling melihat kondisi santri ketimbang keluar pondok apalagi untuk urusan politik
Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan yang mempunyai akar sejarah yang panjang di negeri ini, sejak masa walisongo sampai hari ini kiprahnya masih terus eksis dan diakui oleh masyarakat. Jadi tidaklah bijak bila hanya gara gara oknum oknum santri, jutaaan santri yang lain menjadi korban penilaian...Pondok pesantren tujuannya adalah menciptakan kualitas bukan kuantitas, biarpun santri sedikit namun semua punya skill dan mampu mengamalkan ilmunya di tengah masyarakat. Para pengasuh pondok dan jajarannya sudah harus menyadari hal ini. Untuk apa santri banyak demi memenuhi quota bahkan dengan biaya mahal dan gedung bangunan mewah, fasilitas mewah kalau didalamnya tidak terdapat keberkahan...