Senin, 28 Oktober 2024

Kronologis Jatuhnya Sunda Kelapa Dari Beberapa Sumber

 

Dalam beberapa catatan sejarah Fatahillah sukses menguasai Sunda Kelapa dan kemudian berhasil menahan laju Portugis yang datang untuk mendirikan benteng setelah mereka melakukan perjanjian dengan Kerajaan Pajajaran. Perjanjian antara Kerajaan Pajajaran dengan Kerajaan Portugis membuat cemas pihak Kesultanan Demak, yang beraliansi dengan Kerajaan Cirebon. Kemudian Kesultanan Demak mengutus salah seorang prajurit pemberani sekaligus adik ipar dari Sultan Trenggana yaitu Fatahillah, komandan perang yang kelak akan menaklukan Sunda Kalapa melalui strategi memukul mundur pihak Portugis yang akan datang ke Sunda Kalapa dan mengalahkan prajurit Kerajaan Sunda Sunda yang ada di Sunda Kalapa.[1]

 Orang-orang Portugis sendiri memimpikan seluruh wilayah di nusantara dari barat hingga timur menjadi wilayah kekuasaan mereka. Akan tetapi persoalan dan rintangan orang-orang Portugis adalah eksistensi Kerajaan Demak, yang wilayah kekuasaannya hampir seluruh Tanah Jawa. Sebuah kekuatan Islam yang pernah mencoba menghancurkan Portugis di Malaka selama dua kali yakni pada tahun 1512 dan 1521 M, namun semuanya menuai kegagalan. Mengingat perjanjian yang telah dilakukan oleh Albuqurque dengan Padjajaran pada tahun 1522 M, Portugis benar-benar mempersiapkan pengiriman serdadu dengan berbagai perbekalannya untuk membangun benteng di Selat Sunda. Pasukan Portugis dipimpin oleh Francisco de Sa dengan armada kapal kurang lebih 54 kapal dengan jumlah pasukan sekitar 600 pasukan.[2] Setelah melewati badai selama pelayaran mereka, orang-orang Portugis akhirnya sampai ditepi pelabuhan Sunda Kelapa. Sesaat setelah kapal-kapal mereka menepi di pelabuhan, diperintahkan seorang utusan untuk menemui penguasa Padjajaran di daerah Sunda Kelapa. Mereka tidak mengetahui bahwa Sunda Kelapa telah jatuh ketangan pasukan Islam Demak dibawah pimpinan Fatahillah. Akhirnya, utusan tersebut menemui Fatahillah untuk menagih janji sebagaimana perjanjian yang dilakukan pada tahun 1522 M. Namun, permintaan ini ditolak oleh Fatahillah karena perjanjian itu dilakukan oleh kerajaan Padjajaran dengan Portugis, sedangkan kerajaan Padjajaran telah ditaklukkan oleh pasukan Islam Demak.[3]

Melihat tanggapan Fatahillah tersebut utusan Portugis marah dan mengancam akan membumihanguskan Sunda Kelapa. Sebagai panglima perang Fatahillah tidak takut dan gentar dengan ancaman orang Portugis tersebut. Justru, Fatahillah menanti untuk membalas kejahatan orang-orang Portugis. Utusan yang diperintahkan de Sa kembali dengan tangan hampa.

Setelah menerima laporan dari utusannya, orang-orang Portugis yang telah mendarat langsung melakukan serangan. Serangan ini dilawan oleh pasukan Islam Demak yang dipimpin oleh Fatahillah yang dibantu oleh pangeran Cirebon. Dalam waktu singkat perangpun pecah dengan dahsyat, lebih dahsyat dari peperangan yang sebelumnya baik pertempuran di darat maupun di laut. Pasukan darat Portugis menggunakan senjata pedang, bedil dan meriam serta dilengkapi dengan topi baja. Sedangkan, pasukan Islam jalur darat menggunakan tombak, kujang, keris, dan meriam. Pasukan Fatahillah terus melancarkan serangan atas tentara Portugis. Mereka terdesak mundur dan meminta bantuan pasukan dari armada kapal yang masih berada perairan Sunda Kelapa. Fatahillah mengirimkan mata- mata untuk mengumpulkan informasi tentang kekuatan lawan, setelah mendapat laporan kemudian Fatahillah memerintahkanagar armada kapal perangnya mulai melakukan serangan. Peluru-peluru meriam besar dari armada kapal perang Portugis, mulai di muntahkan ke arah armada pasukan Islam. Pasukan Islam dari Cirebon pimpinan Adipati Cangkuwang yang berada didepan, terpaksa terpukul mundur. Oleh karena ukuran meriam Portugis cukup besar dan menyemburkan api serta peluru disertai kepulan asap hitam.[4]

Meskipun dalam keadaan diserang pasukan Fatahillah terus bergerak maju mengepung pasukan meriam Portugis. Komando Fatahillah untuk menyerbu terdengar lantang oleh pasukan Islam. Dengan bergerak cepat dengan disertai semangat jihad yang selalu berkobar membuat pasukan Portugis berada dalam keadaan terdesak, hingga menimbulkan banyak korban berjatuhan dari pihak Portugis. Tidak mampu menahan serangan yang terus diluncurkan pasukan Islam secara bertubi-tubi akhirnya pasukan Portugis terdesak mundur dan melarikan diri menuju armada kapal.

Dalam keadaan pelarian, pasukan Portugis dikejar oleh pasukan Islam. Salah satu kapal Portugis terkena tembakan meriam armada kapal Fatahillah, kapal tersebut kemudian terbakar dan tenggelam. Meriam besar ini salah satunya adalah meriam yang bernama Ki Amuk yang di pasang di sebelah kanan sayap pelabuhan. Kapal-kapal Portugis yang terdampar dipelabuhan di usir oleh Fatahillah hingga kembali pulang menuju Malaka, dengan membawa kegagalan total.[5] Kekalahan pasukan Portugis dibawah pimpinan de Sa akibat serangan Fatahillah terjadi pada 22 Juni 1527 M. Dengan kalahnya pasukan Portugis di Sunda Kelapa membuat Sultan Trenggana dan umat Islam di Jawa diliputi rasa kebahagiaan yang luar biasa. Musuh bebuyutan bangsa Eropa yang sempat mengguncang aktivitas perdagangan Internasional di Malaka telah Musnah di Sunda Kelapa. Sehingga, kedaulatan kerajaan Islam Demak di Jawa semakin bersinar.[6] [7]

Langkah menguasai dan menduduki pelabuhan Sunda Kelapa yang sudah dianggap sangat penting bagi kerajaan Pajajaran ini, berlangsung cukup sengit karena letaknya tidak jauh  dari  kota Kerajaan Pakuan (Bogor). Sebagai tanda  bahwa  perebutan ini sungguh penting bagi agama Islam, kota ini diberi nama baru Jayakarta atau Surakarta, Jaya berarti kemenangan dan sura berarti pahlawan. Pada abad XVI dan XVII, dan kemudian abad XX ini, kota itu dikenal dengan nama Jakarta, singkatan dari Jayakarta. Orang Portugis, karena tidak tahu kota itu telah diduduki oleh orang Islam  pada 1527, datang untuk mendirikan perkantoran berdasarkan perjanjian yang diadakan tahun 1522 dengan Sang Hyang dari Pajajaran.[8]


[4] Ibid., hlm. 46.

[5] Ibid., hlm. 46.

[6] Rahmad Abdullah, Op.Cit., hlm. 103

[7] Kronologis peristiwa tahun 1527 bisa juga dilihat pada Skripsi yang berjudul “Perlawanan Demak Terhadap Portugis 1513 - 1527 M”, oleh Abdur Rohim dan diterbitkan oleh : Fakultas Adab Dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya 2017, hlm. 74 – 77.

[8] H.J, De Graaf, Pigeaud, TH,  Kerajaan Islam Pertama di Jawa, Tinjauan Sejarah Politik Abad XV Dan XVI (Jakarta : Grafiti, 2003), hlm. 135.