Jakarta seolah tidak pernah kehabisan akan situs-situs sejarah Islam, terutama situs makam para ulama dan wali yang jarang diketahui orang. Satu persatu-satu kini keberadaan mereka bermunculan. Tentu itu semua bukan karena saya tapi karena jasa orang-orang yang telah memberikan informasi. Keberadaan makam-makam tersebut menurut saya memang sudah waktunya untuk diketahui masyarakat, sebab berdasarkan pengamatan yang saya lihat banyak makam-makam yang bersejarah telah hilang karena adanya pembangunan-pembagunan, sebagian lagi masih bertahan tapi terkurung ditengah kepungan bangunan rumah-rumah mewah.
Pada penelitian kali ini, saya berkesempatan meneliti salah satu situs makam yang menurut saya sangat bersejarah. Penelitian saya lakukan seorang diri dengan berbekal alat dokumentasi dan alamat makam yang ada.
Makam yang saya datangi ini adalah makam seorang Waliyullah dan penyebar agama Islam sekitar wilayah Pasar Minggu. Namanya cukup terkenal bagi mereka yang sering berziarah dan mengamati sejarah perkembangan penyebaran Islam yang ada di sekitar Jakarta Selatan khususnya wilayah Pasar Minggu. Bagi mereka yang asli Pasar Minggu nama ini mungkin tidak terasa asing. Berangkat dari inilah saya akhirnya tertarik untuk meneliti keberadaan tokoh yang cukup misterius ini. Di Pasar Minggu sendiri bagi mereka yang penduduk asli Betawi mengenal nama beliau dengan nama Sayyid Wan Biskal ketimbang nama aslinya yang berbau bangsawan Sunda.
Makam tersebut berada di jalan Ketapang Pejaten Pasar MInggu. Makam tersebut berdekatan dengan masjid An-Nur, dari Universitas Nasional jaraknya juga tidak terlalu jauh. Ada hal yang menarik ketika saya mendatangi makam ini, pada saat saya masuk ke jalan Ketapang, nuansa atau hawanya seperti berbeda dengan wilayah sebelumnya. Kesan Islamnya sangat kuat sekali, lingkungannya juga masih asri. Seperti biasa saya selalu mengandalkan “Navigasi Mulut”. Sayangnya ketika saya tanyakan kepada beberapa orang yang ada di sekitar Masjid, banyak yang tidak tahu (kemungkinan mereka itu adalah pendatang), ketika saya bertanya di beberapa orang tua sekitar Pejaten banyak juga yang tidak tahu. Akibatnya saya harus bolak-balik untuk mencari jejak makam tersebut. Saya berfikir, “jangan-jangan makam ini berada di dalam rumah”. Untungnya saya bertemu dengan salah satu penduduk asli sini dan kemudian dari dialah saya akhirnya tahu keberadaan makam yang sedang saya cari ini.
Makam yang saya cari memang ketemu, dan ternyata makam ini memang tidak jauh dari masjid An-Nur, posisinya berada di pinggir jalan raya Ketapang, namun sayangnya disitu tidak ada tanda-tanda namanya, karena plang nama makam tersebut sudah menjadi nama orang lain. Pintu masuk makam saya dapati tidak terkunci, saya kemudian langsung masuk. Suasana pemakaman sangat tenang dan nyaman. Sepertinya di sekitar makam sedang ada renovasi dan sepertinya sedang dibuat lahan untuk para peziarah. Setelah masuk saya kemudian berdoa, setelah berdoa saya kemudian keliling sekitar makam untuk mengamati dan mempelajari suasana sekitarnya. Sayangnya saya tidak mendapatkan apa-apa selain bentuk makam yang mungkin cukup unik kelihatannnya, selain daripada itu, tidak banyak yang bisa saya peroleh alias kosong sama sekali. Akhirnya setelah itu saya putuskan tidak lama disini. Keluar dari makam saya berusaha mencari orang-orang yang tahu sejarah keberadaan makam ini. Saya kemudian bertemu dengan salah satu fihak yang berada di sebelah makam (saya lupa namanya). Dari keterangan bapak ini, ternyata yang tahu tentang sejarah keberadaan makam ini adalah Cing Hadi yang rumahnya berada persis dibelakang rumahnya, selain itu titiik terang belum kelihatan. Namun sepertinya Cing Hadi sedang tidak ada dirumah sehingga sayapun kemudian meneruskan perjalanan.
Sejarah makam ini baru terkuak pada saat salah satu keturunan yang dimakamkan menghubungi saya. Tokoh atau Waliyullah ini ternyata bernama KYAI ANGGA DIPA. Sebelumnya nama “SAYYID WAN BISKAL” menjadi pertanyaan besar buat saya, karena gelar Sayyid itu jelas-jelas menunjukkan kalau beliau ini seorang Dzurriyah Rasulullah SAW. Jangan lupa pula nama “SAYYID WAN BISKAL” ini sudah lama ada pada beberapa generasi sebelumnya, artinya pada masa orang-orangtua dulu yang asli Pasar Minggu, mereka lebih kenalnya sosok ini dengan nama SAYYID WAN BISKAL.
Kyai Angga Dinata atau Sayyid Wan Biskal anak seorang ulama yang bernama Kyai Naja Poespa yang juga merupakan Bupati di daerah Padegan Sumedang Larang. Hampir semua saudara beliau yang berjumlah 8 orang adalah ulama. Mereka adalah :
1. Kiai Anggapuspa
2. Kiai Angga Kusumah
3. Kiai Naja Kusumah
4. Raden Wirakusumah
5. Kiai Wirakusumah
6. NM Nata Wulan
7. Kiai Bangsawiria
8. Kiai Sura kusumah
Sayyid Wan Biskal dari Sumedang Larang kemudian dalam kehidupan selanjutnya beliau hijrah dan berdakwah ke wilayah Pasar Minggu Jakarta Selatan. Berdasarkan urutan nasab yang diberikan kepada saya dari salah satu keturunannya, beliau ini berada pada posisi yang ke 9 dari generasi bawah yang sekarang, itu artinya beliau hidup pada pertengahan tahun 1700 sampai pertengahan tahun 1800 Masehi. Nasab beliau sendiri kembali kepada Syekh Datuk Kahfi Cirebon. Artinya Sayyid Wan Biskal ini memang seorang Sayyid karena leluhur beliau bernama Syekh Datuk Kahfi yang nasabnya adalah sbb : Datuk Kahfi bin Datuk Ahmad bin Datuk Isa bin Sayyid Abdul Kodir Kaelani bin Sayyid Abdullah bin Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammul Faqih bin Muhammad Shohib Mirbath. Imam Muhammad Shohib Mirbath adalah keturunan dari Al Imam Ahmad Al Muhajir yang merupakan leluhur besar Kaum Alawiyyin yang ada di Hadramaut. Dengan adanya keterangan nasab ini maka semakin terbukalah siapa sesungguhnya beliau ini.
Keberadaan beliau di Pasar Minggu sendiri untuk berdakwah. Adanya beliau ini mengingatkan saya akan keberadaan seorang Waliyullah dari Condet yang bernama Datuk Raiman yang juga dari Sumedang Larang dan dimakamkan juga tidak terlalu jauh dari wilayah Pasar Minggu. Berdasarkan keterangan ini tidak menutup kemungkinan jaringan keluarga besar keturunan Sumedang Larang banyak terdapat di Pasar Minggu, apalagi sebelumnya para pejuang dan bangsawan Sumedang Larang banyak terlibat dan membantu Mataram dalam perang melawan VOC pada tahun 1628 - 1629 M. Jadi saya sendiri tidak heran jika keberadaan mereka banyak terdapat di Jakarta pada masa lalu.
Kyai Angga Dinata atau yang lebih dikenal sebagai Sayyid Wan Biskal adalah seorang ulama yang karismatik pada masanya, beliau dengan kendaraan kudanya telah melakukan penyiaran dakwah di kawasan wilayah Pasar Minggu dan sekitarnya, berkat dakwahnya sebagian wilayah Pasar Minggu khususnya Pejaten telah menjadi sebuah daerah yang cukup kental keislamannya. Sampai sekarang beberapa keturunannya masih banyak terdapat di daerah Pajaten dan dikuburkan juga di sekitar makam beliau. Keberadaan makam Sayyid Wan Biskal sendiri masih ada yang menziarahinya, bahkan menurut bapak yang saya wawancarai, pernah ada beberapa habaib yang menziarahi makam ulama masa lalu ini.
Salah satu warisan beliau yang sampai saat ini masih bisa kita saksikan dalah masjid An-Nur yang berdiri kokoh di tengah pemukiman pejaten pasar minggu. Sayangnya saya lupa mengambil gambar masjid bersejarah ini.
Sekali lagi ..adanya fakta sejarah ini telah banyak membuka mata kita, kalau wilayah Jakarta banyak dihuni oleh Ulama-ulama besar pada lalu…Pejaten beruntung karena ditanahnya telah dimakamkan seorang Waliyullah.
AL FAtehah Untuk Sayyid Wan Biskal atau Kyai Angga Dipa….