Jakarta seolah tidak pernah “kehabisan” akan informasi-informasi sejarahnya. Selama ini mungkin kita tahunya bahwa informasi sejarah Jakarta lebih banyak diperoleh dari sumber-sumber yang berasal dari penjajah. Padahal dibalik itu masih banyak “harta karun” yang kiranya bisa digali di negeri Islam ini.
Pada hari Sabtu tanggal 29 Oktober 2016 untuk yang kesekian kalinya saya telah melakukan napak tilas dalam rangka mencari jejak keberadaan ulama-ulama Jakarta tempo dulu. Perjalanan saya lakukan bersama salah satu sahabat saya, Rudi Iskandar...Kami melakukan pencarian makam tidak hanya satu. Total selama kurang lebih 8 jam, kami telah berhasil menemukan 5 makam bersejarah para ulama masa lalu di Jakarta. Tentu penemuan makam ini semata-mata karena Ridho Allah SWT.
Perjalanan pada Sabtu kemarin itu masih di seputaran wilayah Jakarta. Kali ini target yang akan saya tuju salah satunya adalah daerah Ciganjur Jakarta Selatan, sebuah daerah yang kini menjadi terkenal karena adanya tokoh besar Indonesia yaitu Gus Dur, disamping itu Ciganjur juga dikenal banyak muncul ulama-ulama Betawi. Artinya sebelum kedatangan Gus Dur ke wilayah, ulama-ulama Betawi sudah banyak di daerah ini dan itu nanti bisa saya buktikan ketika saya mewancarai beberapa orang tua yang tinggal di daerah sekitarnya. Bahkan pada akhir-akhir ini banyak pula saya dengar bahwa di daerah Ciganjur dan sekitarnya telah banyak muncul pondok-pondok pesantren atau madrasah. Beberapa ulama beken bahkan saya dengar hijrah ke tanah yang subur dan hijau ini.
Ciganjur sendiri bagi saya sudah tidak asing, sebab sudah berapa kali saya berkunjung dan mengadakan penelitian pada hal yang sana. Daerah ini hawanya sejuk dan kehidupannya masih cukup agamis, sehingga menurut saya wajar saja banyak ulama yang kerasan tinggal di daerah ini. Selain Ciganjur daerah yang sejenis seperti Setu Babakan, Jagakarsa, Ragunan, Kebagusan juga mempunyai kondisi yang sama.
Namun benarkah hanya itu yang menyebabkan para ulama atau tokoh sekelas Gus Dur dan beberapa ulama lainnya betah di daerah ini ?
Dalam penelitian kali ini, saya banyak menemukan fakta bahwa betapa Ciganjur itu banyak menyimpan informasi sejarah yang mencengangkan, salah satunya adalah dengan adanya keberadaan makam para ulama besar yang merupakan Waliyullah. Adanya keberadaan makam para Waliyullah bukan tidak mungkin telah menjadi “magnet” untuk menarik hati para ulama untuk datang ketempat ini. Saya sendiri merasakan ketika memasuki wilayah Ciganjur, hawanya memang “berbeda” dengan beberapa daerah yang pernah saya masuki.
Di Ciganjur sekali lagi, saya berhasil menemukan sebuah makam Waliyullah yang berada di komplek pemakaman. Informasi adanya makam ini tadinya saya peroleh dari salah satu sahabat FB saya. Tentu saja adanya informasi yang berharga ini tidak saya sia-siakan.
Makam yang saya temukan ini keberadaannya sudah ratusan tahun, masyarakat sekitarnya lebih mengenal dengan nama “KUMPI CIGANJUR”. Di area makam itu sendiri saya membaca bahwa nama beliau adalah “ SYEKH ABDUL JALIL” . Beberapa versi yang lain mengatakan bahwa nama beliau adalah SYEKH ABDURRAHMAN. Menurut salah satu penduduk sekitar bahwa yang dimakamkan itu adalah seorang Waliyullah yang hidup pada masa Walisongo. Syekh Abdul Jalil datang ke Ciganjur datang untuk melakukan dakwah Islamiah. Setiap beliau datang ke Ciganjur, Syekh Abdul Jalil selalu menambatkan kudanya di dekat makam beliau yang sekarang. Dahulu menurut penduduk tersebut ada pohon besar yang tumbuh besar. Pohon itulah tempat menambatkan kudanya Syekh Abdul Jalil.
Dalam analisis saya, Syekh Abdul Jalil sepertinya masih merupakan satu jaringan dengan tokoh-tokoh yang pernah saya teliti di daerah Ciiganjur, sebab jika dilihat dari posisi makam serta kronologis riwayat mempunyai banyak persamaaan dengan tokoh-tokoh seperti Pangeran Jaga Raksa, Datuk Hawiya Kuningan, Syekh Zakaria, Nyi Ros Pandan Wangi, Syekh Abdul Ghoni, dll. Adanya jaringan ulama ini semakin menegaskan jika Ciganjur dan sekitarnya adalah merupakan wilayah penting atau vital dalam penyebaran dan penyiaran agama Islam.
Keberadaan makam Syekh Abdul Jalil sendiri berada di jalan AMSAR atau tidak jauh dari lembaga Pendidikan Al Makmur.
Makam Syekh Abdul Jalil berada di pemakaman Wakaf Haji Amsar, masyarakat sekitar makam beliau mengenal pemakaman ini dengan nama “KOBER AMSAR”, karena Haji Amsarlah yang dahulu mewakafkan tanah ini. Di sekitar makam Syekh Abdul Jalil sendiri banyak makam para ulama Betawi tempo dulu. Jika saya lihat tulisan-tulisan serta bentuk bangunan makam memang nuansa tempo dulunya masih ketara. Selain jalan AMSAR makam ini juga bisa kita lalui melalui jalan Sila yang melewati rumah Gus Dur. Bahkan jarak makam dan rumah Gus Dur ini tidak terlalu jauh. Menurut salah satu penduduk setempat, Gus Dur sering mendatangi makam Syekh Abdul Jalil untuk berziarah dan bertafakur.
Nuansa di dalam bangunan makam bagi saya memang terasa tenang, cocok sekali untuk merenung dan bertafakur. Makam beliau sendiri sangat terpelihara dan bersih. Di sekitar makam saya juga melihat sketsa wajah Syekh Abdul Jalil beserta slsilahnya yang ternyata bila saya amati bersambung kepada Al Imam Musa Al Kadzim bin Al Imam Jakfar As-Shodiq. Saya sendiri ketika membaca nasab beliau tersebut cukup kaget, karena siapa sangka keturunan Al Imam Musa Al Kadzim ada di Indonesia, setahu saya kebanyakan keturunan Al Husaini banyak berasal dari Al Imam Ali Al Uraidhi bin Al Imam Jakfar-Assodiq, hampir jarang saya dengar keturunan Imam Musa Al Kadzim menyebar di Indonesia.
Penemuan makam ini sekali lagi membuktikan bahwa Jakarta adalah negerinya para ulama negerinya para Wali. Pantaslah bila saat ini daerah yabg bersejarah ini menjadi “magnet” untuk kedatangan para ulama dari berbagai penjuru...
Al Fatehah untuk Syekh Abdul Jalil Al Husaini.........