Senin, 28 Oktober 2024

BERDIRINYA NEGERI FATHAN MUBINA (Kutipan Buku Fatahillah)

 

Masa Fathan Mubina, adalah sebuah proses Islamisasi Sunda Kelapa menjadi negeri Islam. Sekalipun singkat, namun hasilnya tetap luar biasa, karena Fathan Mubina menjadi negeri yang bersyariatkan Islam. Fatahillah yang merupakan salah satu tokoh kunci direbutnya Sunda Kelapa mengganti nama wilayah pelabuhan besar ini menjadi nama Fathan Mubina setelah sebelumnya beliau membaca Al-Quran Surat Al-Fath ayat 1 pada malam takbiran, dari sini timbul ilham dari Fatahillah untuk menamai Sunda Kelapa dengan nama baru yaitu Fathan Mubina. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 1 Syawal 933 H, atau bertepatan dengan hari Ahad tanggal 30 Juni 1527 Masehi.

Dari tahun 1527 s/d tahun 1530, Fatahillah terus menerus melakukan konsolidasi untuk memajukan negeri Fathan Mubina. Sebagaimana dari negeri yang menjadi atasannya yaitu Kesultanan Demak. Negeri Fathan Mubina menerapkan ajaran Syariat Islam sesuai yang dianut oleh Kesultanan Demak dan Wali Songo. Mengingat Fatahillah seorang muslim yang kuat, pendakwah yang handal tentunya Islam yang diterapkan kepada masyarakat Fathan Mubina, dilakukan secara bertahap dan secara akulturasi. Tindakan yang dilakukannya sudah tentu telah mendapat restu dari Sultan Trenggono sebagai Sultan Demak 3 yang juga terkenal akan semangat dakwah Islamnya.

Sebagai sosok yang tujuan hidupnya untuk perjuangan dakwah, Fatahillah nampaknya tidak terlalu ambisius untuk menjadi pimpinan secara struktrular di negeri Fathan Mubina. Namun demikian beliau pun tidak pernah meninggalkan kewajibannya untuk terus memajukan negeri Fathan Mubina. Selama hampir 3 tahun beliau terus melakukan konsolidasi bersama dengan pemuka-pemuka Islam yang ada di Kesultanan Demak, Cirebon, Banten guna membentuk pemerintahan yang kokoh.

Pada tahun 1530 Masehi negeri Fathan Mubina secara resmi diganti namanya menjadi Jayakarta. Bergantinya nama Fathan Mubina menjadi Jayakarta setelah terlebih dahulu diundangnya Maulana Hasanuddin di Gunung Jati Cirebon untuk kemudian dilantik menjadi pemimpin resmi wilayah Fathan Mubina dengan gelar Pangeran Ratu Jayakarta I (setingkat Gubernur pada masa sekarang). Setelah dilantiknya Maulana Hasanuddin menjadi pemimpin resmi negeri Fathan Mubina tanggal 12 Rabiul Awal 937 H atau bertepatan tanggal 3 November 1530 M hari Kamis, secara resmi nama Jayakarta mulai digunakan menggantikan nama Fathan Mubina, hal ini juga sudah mendapat restu dari Sultan Trenggono dari Kesultanan Demak.[1] Dilantiknya Maulana Hasanuddin sebagai Pangeran Ratu Jayakarta 1 adalah merupakan sebuah pilihan terbaik karena Maulana Hasanuddin Banten mempunyai jasa besar dalam merebut Sunda Kelapa juga pernah berperan sangat penting dalam pertempuran laut di Malaka bersama dengan Patih Unus. Maulana Hasanuddin bahkan dikenal sebagai Raja Lautan karena kehebatan pertempuran lautnya. Beliau bahkan telah diangkat menjadi Panglima Armada Laut saat Pasukan gabungan Islam dari beberapa dibawah pimpinan Patih Unus Kesultanan Demak menggempur Portugis di Malaka tahun 1521 Masehi. Beliau pula yang mendampingi Fatahillah saat memperoleh kemenangan di wilayah Sunda Kelapa yang salah satunya di wilayah Marunda


[1] KH Ahmad Syar’i Mertakusuma, Silsilatul Syar’i (Jakarta: Al Fatawi, 1910), hlm. 39, 65 dan Tarikh Jayakarta, hlm, 4. Lihat juga materi ini pada tanggapan atas pemberitaan Suara Pembaruan atas perihal Betawi dengan judul  “Asal-Usul Nama Betawi”, oleh Gunawan Mertakusuma, tanggal 8 Juli 1988 (Arsip tersimpan pada kami). Kami juga mengkoreksi dan mencocokan tentang tahun-tahun hijriah atas terjadinya peristiwa peristiwa tersebut di kitab Al Fatawi dan catatan lokal keturunan Jayakarta dengan catatan-catatan Portugis dan juga catatan-catatan lain yang saling mendukung. Tentunya perhitungan hijriah yang kami gunakan telah kami sesuaikan dengan sistem falakiah digital yang sudah modern dan teruji validitasnya.