Salah satu titik rawan dalam ilmu nasab adalah ketika seseorang dengan mudahnya "MENGABTARKAN" sebuah nasab tanpa didasari akan pengetahuan ilmu nasab dan riset yang mendalam serta diiringi dengan waktu yang panjang. Menetapkan sebuah nasab terutama pada nasab-nasab yang tidak mashur, bukanlah perkara yang mudah apalagi hanya dengan 1 atau 2 pendekatan saja, karena masih banyak pendekatan-pendekatan lain untuk menentukan kesahihan nasab tersebut, itupun harus dilakukan oleh orang-orang yang menguasai berbagai bidang ilmu yang mendukung ilmu nasab. Bahasa seorang ahli nasab itu juga perlu kehati-hatian, tidak boleh tendensius, tidak boleh SARA, tidak boleh tergesa-gesa, tidak boleh menciptakan kegaduhan, harus terukur dan selalu terbuka akan masukan-masukan dan kritik.
Menulis Sejarah Islam Berdasarkan Fakta & Data, Cp 08179803186, FB : Iwan Mahmoed Al Fattah II & III
Senin, 11 September 2023
MENGABTARKAN SEBUAH NASAB
MENGABTARKAN sebuah nasab apalagi nasab yang jelas² mashur dan telah banyak keturunannya akan berefek psikologis dan menimbulkan gejolak sosial yang mendalam kepada yang diabtarkan. Rasa marah, kesal, malu, dan kondisi emosional lain tentu akan bermunculan, bagi mereka yang memang mentalnya kuat tentu hal tersebut tidak berimbas, tapi bagaimana bagi mereka yang lemah ? Apalagi mereka yang memang minim pengetahuan akan nasabnya sendiri, taunya bahwa nasab mereka itu berasal dari bani fulan, syekh fulan, sayyid fulan, habib fulan....namun ketika diabtarkan mereka tidak bisa menjawab karena lemahnya literasi dan minim pengetahuan. Saya sendiri sering merinding ketika ada orang dengan enteng dan beraniya mengabtarkan sebuah nasab...terkadang sering muncul di hati dan pikiran saya, apakah orang yang berani mengabtarkan tersebut tidak berfikir bahwa bisa saja Allah mengabtarkan dirinya ? Apakah dia tidak berfikir jika Allah mudah saja "menguliti" nasab dirinya sebagaimana dia telah menguliti nasab lain namun dengan dilandasi rasa kebencian ?
Kebiasaan mengabtarkan nasab ini adalah budaya yang tidak bagus, karena dibalik sikap mengabtarkan tersebut terkadang terselip sifat meremehkan dan menganggap rendah nasab orang lain dan ini jelas telah mengingatkan kita pada sejarah yang lalu dimana dahulu Rasulullah SAW diabtarkan kafir quraish karena anak laki lakinya telah wafat dan yang tersisa anak perempuan. Betapa terguncangnya hati beliau saat dikatakan "MUHAMMAD KETURUNANNYA TERPUTUS" oleh kafir quraish. Tidak terbayang bagaimana jiwa dan perasaan beliau ditengah-tengah budaya yang saat itu sangat MEMBANGGAKAN ANAK LAKI-LAKI dan merupakan hal yang tabu jika tidak punya anak laki- laki. Namun Allah menjawab langsung kesedihan dan kegalauan Rasulullah SAW dengan turunnya Surat Al-Kautsar. Dan perlu anda ketahui, mereka yang telah mengabtarkan nasabnya Rasulullah SAW, keturunannya terputus semua, dan benarlah Surat Al Kautsar itu....jadi berhati hatilah buat siapa saja yang terbiasa mengabtarkan nasab orang lain tanpa bukti dan saksi saksi yang kuat. Ingatlah kembali Surat Al-Kautsar !
Mengabtarkan sebuah nasab yang jelas² mashur dan sudah terbukti banyak keturunannya, banyak peninggalannya adalah perbuatan batil dan jelas menyakiti hatinya Rasulullah SAW...Bagaimana wajah mereka nanti ketika bertemu Rasulullah SAW di padang mahsyar ? Kalaupun nasab itu tidak tercatat, itu bukan berarti nasab itu terputus atau serta merta langsung diabtarkan, karena keturunan Nabi Muhammad SAW banyak yang hijrah ke tempat tempat terpencil, jangankan tercatat, komunikasi dengan fihak luar saja masih banyak yang terkendala, sehingga wajar saja tidak semua ahli sejarah atau ahli nasab sebagian belum mencatatnya.
Jadilah ahli nasab yang meneduhkan bukan yang memanasi, jadilah ahli nasab yang adil bukan yang mudah menuduh, jadilah ahli nasab yang mencerahkan bukan yang menyuramkan. Seorang ahli nasab bukan menunggu tapi mencari, jangan langsung merasa sudah lengkap, karena ilmu nasab itu seperti lautan, ilmu nasab itu tidak 1 s/d 10 kitab saja tapi tiba-tiba langsung berani memproklamasikan diri saya ahli nasab, masih banyak ratusan kitab yang siap untuk ditelaah yang terkadang memakan waktu puluhan tahun, seorang ahli nasab juga harus berani turun ke lapangan, dia juga harus sering mendatangi kabilah kabilah di beberapa wilayah untuk mengupdate, dia juga harus masuk kampung keluar kampung untuk mencari para pemegang riwayat apalagi yang di wilayah-wilayah terpencil, dia juga harus berani datang di wilayah yang sulit didatangi banyak orang tapi disitu terdapat informasi penting tentang sebuah qabilah, dia juga harus berani konfirmasi ke fihak fihak yang berseberangan dengan cara yang santun, dia juga harus berani mendatangi wilayah² asal nasab untuk riset baik itu di Yaman, Mekkah, Irak, Iran, Maroko, dll, juga harus berani berkorban dengan biaya pribadi demi untuk memperoleh data data. Ahli nasab itu mandiri, tidak terikat dengan kepentingan apapun, dia murni mendedikasikan diri untuk kelanggengan dan terpelihara ilmu nasab tersebut.
Terakhir...seperti kalam seorang ulama, Sayyid Sepuh Palembang yang disampaikan kepada Dzurriyah Kesultanan Palembang dan kemudian disampaikan kalam tersebut ke saya, beliau berkata : "Tidak usah takut dan khawatir anak-anakku, Rasulullah SAW itu tahu siapa yang keturunannya, dan beliau juga tahu siapa yang bukan keturunannya"