Oleh : Iwan Mahmud Al-Fattah
Bermula akan ambisi Kerajaan Kristen Katolik Portugis yang membawa Misi Gold Gospel & Glory. Maka sejak saat itu dimulailah TRILOGI Perang Salib Di Asia Tenggara antara Kekuatan Islam Nusantara melawan salah satu Militer Angkatan Laut Terkuat Di Dunia saat itu yaitu Portugis.
Pertempuran babak pertama terjadi di Malaka tahun 1511 M. Sayangnya dalam pertempuran tersebut Portugis berhasil mengalahkan Kesultanan Malaka dengan telak. Ini akibat minimnya pengetahuan militer dan persenjataan yang masih sederhana. Saat itu banyak fihak yang ikut membantu berperang termasuk Kesultanan Islam Demak...namun apa daya...Malaka akhirnya runtuh. Minimnya pengetahuan militer Nusantara memang kalah jauh jika dibandingkan dengan Portugis yang saat itu sedang mencapai puncak kejayaannya..
Jatuhnya Malaka berimbas pada peta pelayaran Nusantara. Banyak pedagang yang kemudian berusaha untuk merapat ke wilayah Jawa dan Sunda karena dirasa masih aman dan cukup menjanjikan dalam dunia perekonomian...
10 tahun dari masa kekalahan di Malaka , nampaknya fihak Kesultanan Demak masih berusaha untuk kembali meruntuhkan kekuatan Portugis yang semakin berjaya di tanah Malaka.
Pertempuran kedua kemudian terjadi tahun 1521 Masehi di perairan Selat Malaka. Kali ini semua Panglima Perang Demak terbaik dikerahkan. Pati Unus dipercaya untuk memimpin puluhan ribu mujahid untuk menghancurkan Benteng Portugis. Saat itu Pati Unus dibantu oleh Fattahillah, Syarif Fadilah Khan. Juga tidak ketinggalan kiprah dari Fihak Cirebon, Banten, Maluku, Borneo, Palembang, Lampung, Ampel, Giri, Madura, dll.
Pertempuran dashyat terjadi...namun sayang...lagi lagi umat Islam mengalami kekalahan telak, padahal jumlah pasukan Islam sekitar 10.000an plus kapal kapal junk yang dilengkapi persenjataan perang. Pati Unus bahkan dengan gagah berani turun langsung ke medan perang. Lautan Malaka riuh bergemuruh akan suara takbir para mujahid. Pada perang tersebut akhirnya Pati Unus syahid tertembak di kapalnya. Kematian Pati Unus sangat mengguncang moral pasukan muslim. Sehingga kacaulah formasi pasukan sehingga akhirnya Portugis untuk ke 2 kali meraih kemenangan telak. Kekalahan pasukan Islam bila dilihat saat itu ternyata bersumber dari minimnya tehnologi persenjataan. Jumlah pasukan yang banyak ternyata tidak mampu meruntuhkan portugis yang memang dikenal lihai dalam perang lautan. Taktik yang digunakan pasukan islam juga mudah terbaca. Expedisi militer laut Kesultanan Demak ternyata beritanya sudah tercium sejak awal oleh fihak Portugis sehingga pasukan dari Kerajaan Katolik ini bisa mempersiapkan lebih dahulu benteng dan peralatan tempurnya. Akhirnya setelah Pati Unus syahid, panglima perang yang ada memutuskan untuk segera mundur. Fatahillah karena tidak bisa memasuki jalur menuju Jawa dan Palembang akhirnya memutuskan berlayar ke Mekkah sambil belajar menuntut ilmu dan mencari dukungan. Sedangkan Syarif fadilah Khan yang berhasil lolos dari sergapan kapal portugis langsung memutuskan untuk merapat Ke Palembang.
Kekalahan kedua fihak Demak terhadap Portugis sangat terasa efeknya di pulau jawa dan Sunda....sehingga berpengaruh secara psiikologis bagi rakyat. Majelis Dakwah Walisongo.juga khawatir akan terhambatnya penyebaran agama di wilayah Nusantara jika Portugis berhasil masuk melakukan misinya, apalagi Portugis dikenal sangat anti akan keberadaan umat Islam dan orang orang Arab.
Tahun 1521 Sultan Trenggono naik jabatan menjadi Sultan Demak ke III menggantikan Pati Unus dan digelari dengan nama SULTAN AHMAD ABDUL ARIFIN. Sejak saat itulah Sultan Trenggono bertekad untuk menggagalkan rencana Portugis yang bertujuan untuk menyebarkan misi Gold, Gospel dan Glory. Keinginan Sultan Trenggono atau Sultan Demak Bintara III ini didukung penuh oleh Majelis Para Wali saat itu. Majelis Para Wali (Walisongo) sangat khawatir akan misi Portugis, apalagi saat Portugis di Malaka De Alfonso bertekad akan mengusir habis umat Islam dan orang-orang Arab.
Selama 5 tahun Sultan Trenggono kembali mempersiapkan diri untuk.menghadapi kekuatan militer laut Portugis...
Di tahun 1522 M Sultan Trenggono merasa resah karena terdengar kabar jika fihak Portugis telah melakukan perjanjian politik dan dagang dengan Pajajaran. Sunda Kelapa yang saat itu merdeka dan posisinya strategis akhirnya juga diambil alih pajajaran. Terikatnya Sunda Kelapa dengan Pajajaran justru menambah tekad kuat Sultan Trenggono untuk segera melakukan misi jihad suci untuk mengalahkan Portugis.
Tahun 1526 - 1527 adalah masa masa yang menegangkan karena terdengar kabar jika Portugis akan merapat ke Sunda Kelapa untuk menagih janji ke Pajajaran. Akhir tahun 1526 atau bersamaan dengan perayaan Maulid Nabi tanggal 12 Rabiul Awal 933 H. Sultan Trenggono menggelorakan misi jihad dan mengundang para mujahid dari seluruh Nusantara untuk bergabung dengan kekuatan yang sudah ada dalam rangka menghadapi Portugis di Sunda Kelapa.
Berbagai fihak dilibatkan. Panglima Perang yang dipercayakan adalah Al Hajj Fattahillah. Selain beliau ada nama Syarif Fadhilah Khan, melalui nama-nama inilah Sultan Trenggono mempercayakan misi bersejarah tersebutm
Sebelum masuk ke Sunda Kelapa maka Al Hajj Fatahillah meminta restu.dari Sunan Gunung Jati serta dukungan penuh dari rakyat Cirebon dan rakyat Banten. Setelah semua berjalan maka mulailah mereka berangkat. Ada yang lewat darat adapula yang lewat air.
Akhirnya pada bulan Juni 1527 (ada juga yang menduga Juli) terjadilah pertempuran hidup mati antara pasukan Islam dan Pasukan militer Laut Portugis. Inilah pertempuran ketiga yang sangat menentukan, jika Islam kalah maka kemungkinan misi Portugis dengaan 3 G nya akan berjalan sukses dan sudah tentu nantinya akan mengubah "peradaban" yang ada di Jawa maupun Sunda. Boleh jadi bila Portugis berhasil mendarat mulus di Sunda Kelapa Islam tidak akan pernah seperti yang sekarang ini. Bisa jadi wajah Jakarta akan sama seperti halnya Philipina....
Fatahillah sebagai Jenderal Perang tau betul akibat dari sebuah kekalahan perang. 2 x Demak kalah tentu Fattahillah telah belajar banyak...dan terbukti pada pertempuran ketiga ini akhirnya fihak pasukan Islam menang secara gilang gemilang...dan itu bertepatan tahun 1527 atau dalam kitab al fatawi tanggal 1 Syawal 933 Hijriah.
Sejak kemenangan inilah nama Sunda Kelapa diganti menjadi Fathan Mubina dan selanjutnya menjadi Jayakarta. Sebuah kemenangan yang nyata...
Inna Fatahna Laka Fathan Mubina...