Selasa, 04 Juni 2024

PEMALSUAN MAKAM DAN HUBUNGANNYA DENGAN ISU NASAB

 Isu nasab nampaknya masih cukup “seksi” untuk dibahas di dalam dunia maya sampai detik ini. Coba anda amati dengan seksama, sangat jelas isu ini memang “didesain” untuk terus bertahan dan menjadi trending topik dbandingkan dengan isu-isu yang lain, buktinya sudah lebih dari satu tahun hal tersebut masih ‘hangat” untuk terus menerus dibahas. Isu ini juga telah banyak menyeret fihak-fihak yang sangat awam dalam dunia ilmu nasab. Selain itu tidak sedikit “ulama” terpengaruh dalam pusaran kontroversi isu nasab tersebut. Saya sendiri lebih memilih menjadi pengamat sambil memberikan tulisan-tulisan yang sifatnya memberikan pencerahan.

Berkecimpung dalam dunia ilmu nasab memang penuh dengan keunikan. 15- 17 tahun yang lalu dunia ilmu nasab tidaklah segeger sekarang. Benih² "konflik nasab sendiri terjadi sekitar tahun 2000an awal. Suasana pada saat itu belum “sebrutal” sekarang karena belum mengenal istilah “viral”. Dulu memang terjadi pro dan kontra mengenai penilaian dan kedudukan sebuah nasab. Saat itu yang menjadi “sasaran tembak” untuk diperdebatkan adalah nasab keturunan Walisongo. Tidak tanggung tanggung nasab Wali Songo dianggap terputus keturunannya dengan kata lain mereka yang menganggap dirinya trah Wali Songo itu nasabnya palsu dan mardud. Selain nasab-nasab keturunan Wali Songo, nasab lain yang juga dipermasalahkan adalah “nasab-nasab yang diindikasikan palsu” yang menggunakan fam lain. Jangan ditanya bagaimana perdebatan itu terjadi. Panas ! bahkan sampai pernah terjadi “persekusi” pada beberapa orang.
Beberapa Kyai dan habaib yang melihat kondisi itu telah berusaha meredam agar debat nasab tidak sampai menimbulkan kisruh yang berkepanjangan. Dan memang akhirnya kisruh nasab ditahun-tahun terdahulu sempat mereda, walaupun demikian ternyata masih ada juga “oknum” yang berusaha untuk “mensosialisasikan” bahwa nasab walisongo dianggap terputus karena berasal dari jalur perempuan padahal satu Wali Songo saja putranya berjumlah belasan sehingga bagaimana bisa dikatakan dari jalur perempuan.
Berangkat dari itu akhirnya banyak keturunan Wali Songo yang “bekerja keras” untuk membuktikan bahwa nasab mereka tidaklah terputus. Banyak dari mereka ternyata mempunyai bukti untuk memperkuat nasabnya berupa manuskrip-manuskrip, riwayat-riwayat, kitab-kitab, pusaka, sistem pernikahan kafaah, pusaka-pusaka dan juga makam-makam peninggalan para leluhurnya.
Nah apa yang saya sampaikan ini, bisa jadi menjadi salah satu latar belakang penyebab polemik nasab saat ini. Beberapa point sudah pernah saya bahas yang berkaitan dengan nasab, dan kini saya melihat ada satu tema menarik yang berkaitan dengan nasab yaitu tentang keberadaan status makam. Tentunya yang dimaksud makam disini adalah makam-makam para pemuka atau tokoh-tokoh berpengaruh pada masa lalu. Yang dipersoalkan adalah tentang “klaim sefihak” tentang beberapa makam yang dianggap berasal dari klan Baalawi. Ini tentu menjadi menarik untuk dibahas. Benarkah Baalawi melakukan pemalsuan makam ? Tentunya kita juga harus obyektif apakah penilaian tersebut ditujukan secara umum atau orang per orang ?
Bicara tentang dunia kuburan atau makam memang unik, kebetulan saya sudah menekuni hal tersebut puluhan tahun. Penilaian saya ada dua mengenai dunia makam yaitu aspek “spritual” dan sejarah. Saya sendiri lebih mengutamakan sisi sejarah tanpa meminggirkan sisi spritual. Sehingga ketika saya sudah berhadapan dengan sebuah makam atau kubur seorang ulama tokoh maka disitulah logika sejarah yang berbicara, ketika memang benar-benar sudah mentok dan memang tidak ditemukan sumber informasi sejarah baik berupa tulisan atau riwayat, maka saya lebih memilih melakukan “riyadoh”, dan tentunya itu adalah hanya merupakan pengalaman pribadi saja, sedangkan untuk penyajian data informasi sekali lagi saya tetap mengutamakan logika sejarah, apapun itu, dan seminim apapun.
Dunia makam atau dunia kuburan tidak melulu soal mistis. Dunia kuburan juga bukan soal minta-minta kepada wali, dunia kuburan atau makam justru sarat dengan sejarah, dari sebuah kunjungan ziarah, kita bisa mempelajari tentang sebuah maesan nisan, kita bisa memperoleh informasi dari juru kunci (tentunya yang berkompeten), kita bisa melihat benda-benda peninggalan seperti yang kita bisa lihat di makam-makam Wali Songo.
Beberapa komunitas bahkan ada yang dengan percaya diri menyebut diri mereka “SARJANA KUBURAN” atau Sarkub. Saya sendiri faham kemana arah nama ini ditujukan. Saya sendiri lebih senang menggunakan istilah “Wisata Ziarah dan Sejarah”.
Bagaimana dengan fenomena atau munculnya isu adanya “makam-makam palsu” ?
Untuk membahasnya, ada baiknya terlebih dahulu kita mengetahui apa saja istilah-istilah yang berkaitan dengan makam atau kuburan.
Maqom
“Maqam” berasal dari bahasa Al-Qur’an yang berarti tempat berpijak, atau biasa juga dipakai sebagai tempat berdiri untuk menggapai tempat yang lebih tinggi. Misalnya, saya mau memasang lampu di kamar. Karena saya pendek, maka saya ambil sebuah bangku. Bangku itu adalah maqam saya. Kaum sufi menggunakan istilah maqam untuk menamai tahapan pencapaian kualitas ruhani. Mereka biasa mengatakan, “Perjalana nruhani akan melewati tujuh maqam.” Nah, yang di depan Ka’bah itu adalah Maqam Ibrahim, bukan makamnya, karena ia adalah batu yang digunakan Nabi Ibrahim ketika meninggikan Ka’bah.
Makam
Kata, “makam” dalam bahasa Indonesia bermakna kuburan. Makam wali-wali, misalnya, jangan diartikan sebagai level kerohanian para wali seperti muraqabah, musyahadah, dll. Makam para wali adalah kuburan wali-wali, tempat jenazah para wali ditempatkan selepas kewafatannya. Ziarah makam wali-wali sangat dianjurkan oleh tokoh-tokoh sufi untuk mengingati mati. Kita tahu bahwa Nabi Ibrahim AS wafat di Palestina dan dikuburkan di sana. Jadi, Makam Nabi Ibrahim AS ada di Palestina, bukan di Makkah.
Petilasan
Merupakan tanda dimana orang-orang pada masa lalu pernah melakukan napak tilas, menginjakkan kaki, bertempat tinggal atau melakukan sebuah kegiatan yang bermakna di wilayah tersebut (misalnya bertapa, uzlah, sebagai pusat kerajaan, pondok pesantren, dll). Selaras dengan pernyataan ini Kamus besar Bahasa Indonesia menyebut bahwa petilasan adalah peninggalan yang umumnya bersejarah seperti misalnya istana, pemakaman dsb. Yang kita harus kita fahami bersama, petilasan pada umumnya bukanlah makam, petilasan hanya merupakan sebuah bentuk jejak dimasa lalu, yang salah satu tujuannya adalah untuk mengingatkan kita semua kalau tempat tersebut pernah mempunyai nilai sejarah. Dapat dikatakan bahwa petilasan adalah sebuah “simbol” jika tempat tersebut mempunyai nilai sejarah yang kuat. Pada perkembangannya memang harus diakui, tidak sedikit petilasan yang berubah fungsi menjadi sebuah makam, sehingga tidak sedikit juga orang yang percaya kalau petilasan tersebut adalah makam. Bahkan ada juga yang sebenarnya hanya merupakan “kuburan” pusaka-pusaka tokoh masa lalu, tapi dianggap sebagai makam asli. Pada kasus yang lain misalnya bekas makam keramat yang telah dipindah karena adanya berbagai kepentingan, masih ada saja yang menziarahinya. Diziarahinya bekas makam keramat tersebut, karena sebagian masyarakat masih menganggap “jasad” dan “ruh” si empunya makam kramat masih ada ditempat tersebut. Yang juga kadang sering keliru, antara makam dan petilasan seringkali “tertukar”. Seperti yang sering kita temui pada beberapatempat, ada satu nama wali namun ternyata makamnya banyak, padahal diantara sekian makam tersebut sudah tentu salah satunya merupakan petilasan. Petilasan sendiri banyak ragamnya, ada yang berbentuk patung, tulisan, pusaka, batu, jejak kaki, pakaian, rumah tinggal, dll. Kesemuanya itu boleh jadi akan dianggap “keramat” oleh sebagian masyarakat. Tingginya perhatian masyarakat terhadap sebuah petilasan sebenarnya juga tidak bisa disalahkan, karena mungkin saja dengan mereka “berdekatan” dengan petilasan tersebut, mereka bisa mengingat sejarah sang “empunya” petilasan dan bisa lebih dekat dalam mengenal tokoh yang berkaitan dengan petilasan tersebut. Pada akhirnya harus diakui bahwa petilasan tidak bisa dinafikan telah cukup memberikan pengaruh persepsi yang besar kepada masyarakat mengenai keberadaannya. Suka atau tidak suka sampai saat ini petilasan masih dianggap penting, sama halnya dengan makam-makam keramat yang ada di Jakarta.
Maesan (Bentuk Nisan)
Adapun bentuk nisan ataupun maesan yang biasa kita temukan pada makam makam tua Islam yang ada di Indonesia termasuk di Jakarta telah dibagi beberapa tipe yaitu tipe Aceh, Demak-Troloyo, Ternate-Tidore dan Bugis-Makassar.
Juru Kunci
Juru kunci biasanya adalah penjaga tempat-tempat keramat di pulau Jawa. Jika sebuah makam adalah makam kerajaan (di Yogyakarta atau Surakarta), maka sang juru kunci diberi nama, status, dan gelar. Di makam Raja-Raja Surakarta dan Yogyakarta; di Imogiri ada dua juru kunci. Yang satu adalah Juru Kunci Surakarta dan yang satunya adalah Juru Kunci Yogyakarta. Di daerah Pasundan Jawa Barat atau daerah yang berbahasa Sunda kadang juru kunci disebut juga kuncen. Beberapa gunung di pulau Jawa yang dianggap keramat seperti Gunung Merapi juga memiliki seorang juru kunci yang terkenal adalah Mbah Maridjan. Ada juga juru kunci untuk sungai dan hutan larangan, misalnya Juru Kunci Hutan Larangan Hulu Sungai Cibeet dan Juru Kunci Sungai Cibeet di Dayeuh Luhur, Kabupaten Cilacap, yaitu Ceceng Rusmana atau dengan nama gelar Ki Juru Kunci Girang Tampian. Dia dikenal karena kecintaannya pada budaya lama dan keberaniannya untuk mengunjungi tempat-tempat angker untuk didokumentasi supaya kesakralannya bisadi pertahankan. Profesi juru kunci adalah bersifat turun-temurun dan harus orang yang tahu persis sejarah dan philosopi tempat yang dijaganya. Berbeda dengan waris kerajaan yang jatuh pada anak sulung, jabatan juru kunci biasanya diwariskan pada anak laki-laki yang paling bungsu. Juru kunci adalah sebuah jabatan budaya yang biasanya tidak memiliki gaji atau pembayaran apapun, tetapi mereka memiliki kedudukan penting dan terhormat di kalangan masyarakat adat. Tugas dan philosopi juru kunci adalah mengunci semua rahasia buruk dan menjaga semua kebaikan supaya tetap terjalin hubungan serasi antara masyarakat, adat, dan alam lingkungan.
Bagaimana dengan adanya klaim sebuah makam ?
Maka untuk mengetahu status sebuah makam, perlu kiranya kita menemui ahli waris yang memang masih satu keturunan dengan makam tersebut disertai bukti-bukti nasab yang ada. Selain itu kita juga harus memperbanyak riwayat dari banyak orang, tentunya kualitas riwayat tersebut harus terpercaya. Catatan atau informasi dari sebuah manuskrip atau kitab yang ditulis ulama ahli nasab dan ahli sejarah juga sangatlah penting. Dan masih banyak lagi cara atau metode untuk membuktikan validitas sebuah makam. Munculnya isu makam palsu kemungkinan salah satu penyebabnya tidak dilibatkan ahli warisnya dalam mengidentifikasi tentang makam tersebut, bisa jadi juga karena masyarakat umum tahunya bahwa makam tersebut begitu adanya. Selain itu ada dugaan dengan digantinya nama sang makam ada unsur sabotase penguasaan aset lahan makam yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Saya sendiri selama hampir 35 tahunan dalam berkecimpung pada dunia makam, nasab dan sejarah mempunyai beberapa pengalaman yang kiranya bisa menjadi pengetahuan.
1. Suatu saat saya berziarah ke makam Baqi Madinah, saya berusaha mendekat ke makam ahlul bait, tapi kemudian dilarang yang menjaga makam disana. Salah satu “Syekh” yang ada disitu malah menceramahi saya, bahkan menyebut syirik karena dianggap meminta-meminta kepada kuburan, kebetulan dia ternyata bisa bahasa Indonesia sedikit-sedikit. Dia bilang bahwa diarea yang saya dekati bukan makam ahlul bait. Saya pun mendebatnya, dengan memberikan bukti gambar-gambar tempo dulu dan berikut peta makam Baqi jika makam yang disana memang makam keluarga Nabi SAW. Akhirnya dia bilang “Wallahu A’lam”, dan saya tetap tidak diizinkan mendekat oleh salah satu askar. Namun gara-gara saya punya peta makam Baqi Madinah, beberapa peziarah dari Turki, Pakistan dan beberapa negara lain, ikut-ikutan hunting makam-makam yang ada di Baqi.
2. Suatu saat di tahun 1994 ayah saya berziarah ke makam leluhur kami di Palembang tepatnya makam yang bernama Tuan Kapar. Sampai disana, juru kunci sana mengatakan bahwa sosok Tuan Kapar adalah seorang Sayyid dari sebuah fam. Yang anehnya klaim itu menyebut bahwa makam itu hanya berupa paha. Sontak saja ayah saya meluruskannya langsung dengan nada yang tegas dan langsung memarahi juru kunci tersebut karena menurut riwayat yang kami miliki makam tersebut asli jasad utuh yang dimakamkan oleh seorang Sayyid.
3. Pada suatu waktu saya sedang melacak sebuah keberadaan makam, namun pengurus di sekitar makam mengatakan bahwa tidak ada makam yang menjadi tujuan saya. Namun saya bersikeras bahwa makam ada, dan ternyata setelah dicari ada. Informasi ini saya peroleh dari salah satu keturunan makam tersebut.
4. Suatu saat saya pernah menemukan sebuah makam yang sangat terlantar. Berdasarkan informasi yang saya peroleh,makam tersebut dahulunya adalah seorang pejuang Islam Jayakarta Namun sekitar beberapa tahun belakangan ini namamakam tersebut berubah menjadi “Arab” dengan embel-embel Al Yamani. Saya tidak berani mengatakan itu bohong, namun informasi tentang itu dahulunya betul-betul zonk...
5. Suatu saat saya dihadapkan dengan sebuah makam yang menjadi perdebatan masyarakat. Awalnya saya kagum karena disekitar makam tertulis sanad sang empunya makam, bahkan disitu tertulis mbah Hasyim dan Mbah Kholil adalah muridnya. Makam itu dbuat bagus dan mewah. Namun ternyata ketika “sang pewaris” makam ketahuan kedoknya, maka terbongkarlah sebenarnya status makam tersebut yang juga lagi-lagi diembeli Al Yamani
6.Makam Syekh Salim bin Sumair yang berada bawah pengimaman masjid Al Makmur tanah abang adalah makam yang diperdebatkan, karena makam pengarang kitab safinatunnajah ini dianggap berada di TPU Jeruk Purut Jakarta Selatan. Tapi berdasarkan informasi yang saya peroleh Syekh Salim jeruk purut berbeda sosok dengan Syekh Salim Bin Sumair. Jadi pertanyaannya makam siapa yang berada di Masjid Al Makmur Tanah Abang itu ?
7. Suatu saat saya pernah berziarah ke Masjid Al Alam Marunda ada sebuah makam baru yang tertuliskan Al Habib Abdul Halim... berdasarkan info dari pengurus masjid bahwa disitu dahulunya tidak ada makam. Mau tahu siapa yang menemukam makam baru itu ? GUS DUR ! Gus Dur mengatakan bahwa di samping masjid al alam ada dimakamkam seorang habib yang soleh. Dan anehnya setelah beberapa tahun ada seseorang yang tinggal di Cilincing menghubungi saya bahwa leluhurnya yang bernama Abdul Halim memang benar dimakamkan di samping masjid al alam marunda dan dia mengakui bahwa Abdul Halim adalah seorang Sayyid (Habib). Saya bilang sama dia,"' kenapa ente gak buka sekalian aja manaqib beliau" ?...dia jawab, ane malu bang haji..takut gak bisa ikutin jejak beliau...biarlah keluarga besar ane dianggap orang biasa...
8. Makam Pangeran Kuningan yang ada di Gedung telkom jalan gatot subroto jak sel sering dianggap sebagai petilasan. Namun para keturunannya menegaskan bahwa itu makam asli dan merupakan tonggak awal munculnya kampung kuningan di Jakarta.
9. Mungkin anda pernah mengetahui kasus besar makam mbah priuk yang mau digusur pemda. Pemda beralasan bahwa tanah makam tanjung priuk sudah dibebaskan disertai bukti foto pembongkaran makam. Namun fihak Habib Muhammad Al Haddad bersikeras bahwa makam habib hasan masih di Priuk hingga akhirnya pecahlah kerusuhan besar saat itu sampai para habaib berpengaruh turun langsung. Nah dari situ kemudian saya mencari dimanakah sebenarnya pindahan makam yang diaku fihak PEMDA DKI. Saya pun akhirnya menemukan pindahan makam priuk di TPU Semper Jakarta Utara. Namun sayangnya beberapa pengurus makam enggan memberikan informasi. Tapi ada info menarik; beberapa habib seringkali berziarah ke TPU Semper dengan jamaahnya.
10. Beberapa makam yang pernah saya ziarahi yang informasinya saya peroleh dari penduduk asli setempat dan kebetulan faham sejarah makam-makam tersebut, pernah merasa keheranan ketika saya sampaikan bahwa beberapa makam ada yang berubah namanya menjadi makam “habib”.
11. Di perempatan Coca Cola Kelapa Gading ada sebuah makam keramat yang riwayatnya sudah mulai dibuat aneh, katanya dari zaman Nabi Nuh…Sontak saja saya langsung tertawa karena kelihatan sekali yang memberikan informasi itu asbun dan tidak faham siapa yang dimakamkan disana.
12. Sebuah makam yang dianggap keramat dan tua yang berada di wilayah Paku Haji Tangerang diyakini sebagai putra dari Ali Al Uraidhi bin Jakfar Asshodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zaenal Abidin. Tanpa mengurangi rasa hormat pada sang makam, sejarah yang beredar tentang makam tersebut patut dikaji kembali karena banyak terjadi kejanggalan dari sisi ilmiah. Dari sisi tahun jelas ada ketidaksesuain dengan penyebar Islam awal di Nusantara. Selain itu nasab yang dicantumkan juga menjadi pertanyaan besar mengingat keluarga Al Uraidhi tidak ada satupun catatan sejarah di tahun itu berhijrah apalagi kemudian dihubungkan dengan Hadramaut.
13. Sebuah makam yang berada di dekat rumah kami tiba-tiba dalam tiga tahun ini sudah berubah nama menjadi seorang Sayyid, padahal berdasarkan informasi dari penduduk asli Cakung yang mengerti sejarah, makam tersebut adalah seorang Panglima Perang dan tidak disebut beliau adalah seorang Sayyid.
14. Di Kramat Kampung Bandan selain makam keramat tiga habaib, terdapat dua makam yang bernisankan asli peninggalan zaman dulu dengan motif Aceh dan Banten. Dan ternyata makam itu adalah keturunan dari Sultan Hasanuddin Banten. Data ini tercatat jelas di sebuah kitab lama tulisan pegon.
15. Di Kramat Luar Batang, selain makam Habib Husein bin Abu Bakar Alaidrus, terdapat makam leluhur Guru Mansur dan leluhur dari pendiri Masjid Al Makmur Tanah Abang. Silsilahnya sudah saya lihat dan keturunannya saat ini menjadi pengurus makam luar batang.
16. Di Dekat rumah Gus Dur Ciganjur saya pernah menziarahi sebuah makam yang dianggap ulama besar penyebar agama yang silsilahnya cukup mengejutkan. Namun ada penduduk asli setempat menegaskan bahwa di sekitar makam tersebut sejak dahulu tidak terdapat makam seorang ulama. Makam ini menurut beberapa orang berdasarkan informasi dari Gus Dur. Namun bila dilacak secara historis, wilayah Ciganjur dan sekitarnya memang kaya akan sejarah para penyebar Islam, ini dibuktikan dengan banyak ulama-ulama sufi yang menyebarkan Islam di wilayah hijau ini.
Dari pengalaman diatas ini saya bisa mengambil kesimpulan sementara, bahwa dalam dunia permakaman sudah seharusnya kita berwawasan luas serta bijak dalam berbagai hal. Kasus terdapatnya pemalsuan makam seperti judul diatas bisa dilakukan oleh siapa saja dengan berbagai kepentingan. Memang kalau saya amati, ada beberapa fihak yang merasa “tidak sah” atau “tidak sreg” atau “kurang seksi” jika sebuah makam yang dianggap keramat bila tidak diembel embeli dengan gelar-gelar yang dianggap memiliki prestise tinggi dan nilai spritual yang tinggi seperti gelar Sayyid, Habib, Syekh, dll, terutama makam-makam yang keberadaannya masih kontroversi, misterius atau makam-makam yang tersembunyi. Makam-makam jenis seperti ini perlu pembahasan dan dialog yang agak panjang untuk menentukan validitasnya. Untuk makam-makam yang sudah jelas secara sejarah dan riwayat mungkin kita tidak banyak harus berdebat karena semuanya terdata jelas. Pertanyaan lain apakah mereka yang katanya menemukan makam baru itu, seolah olah mengada-ngada ? Menurut saya kita juga tidak boleh terburu buru menilai seperti itu, karena dunia makam ini unik dan hanya bisa dirasakan bagi mereka yang memang senang berziarah apalagi jika diimbangi dengan sisi sejarah yang ilmiah. Kalaupun ada rasa tidak berkenan, langkah yang lebih baik bisa bertemu dan bertabayun kepada fihak yang dianggap katanya “merusak sejarah makam”. Toh kami fikir hasil dari sebuah tabayun atau klarifikasi justru akan membuat status makam menjadi lebih jelas tanpa harus ribut-ribut apalagi sampai menyamaratakan bahwa semua Baalawi adalah pemalsu makam dikarenakan efek adanya isu nasab. Kalaupun memang ada oknum yang berbuat seperti itu tidak serta merta menjadikan mereka kaum Baalawi sebagai pemalsu makam. Sebab makam habib baalawi dari mulai abad 15 – 16 sampai abad ke 20 memang banyak Bogor, dll. Sedangkan makam-makam Baalawi yang dianggap palsu oleh beberapa fihak tidak serta merta menggugurkan makam-makam habib yang asli.
Wallahu A’lam bisshowwab..
Semua tanggapan:
Dius Putra Damiri, Dede Gomen II dan 75 lainnya