Perjalanan kali ini adalah lanjutan dari yang lalu...
Kali ini saya mengadakan penelitian di Cakung Jakarta Timur, tepatnya di Km 23 No 17 yang merupakan perusahaan yang bernama Chow bersaudara dimana disitu terdapat sebuah makam bersejarah.
Perjalanan saya lakukan setelah pulang kerja, sekitar pukul 17.30 sore.
Makam ini berhasil saya temukan setelah mendapat keterangan Babe Manto yang merupakan juru kunci makam Nyi Hayati binti Syekh Yusuf Sidiq yang dimakamkan tidak jauh dari lokasi makam ini. Tentu menjadi sebuah hal yang menarik tentang keberadaan tokoh yang dimakamkan ini, mengingat Sang istri adalah seorang kakak seorang ulama besar Nusantara pada masa itu dan merupakan seseorang yang memiliki garis keturunan terhormat. Tidak menutup kemungkinan tokoh ini mempunyai nama lain yang mempunyai keterikatan hubungan nasab dengan klan-klan yang berasal dari Timur Tengah yang kemudian hijrah ke negeri China dalam rangka expedisi dakwah (baca buku Tititan Muhibah Laksamana Cheng Ho) kemudian ratusan tahun kemudian mereka berasimilasi menjadi bagian penting negeri China.
Makam ini tidak begitu dikenal, sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang tahu keberadaannya. Ketika saya tiba di tempat ini, Bapak Satpam mengatakan kalau makam ini tidak banyak orang yang mengunjunginya, justru yang datang dari luar Cakung.
Makam ini dikenal dengan nama Kumpi Rakean. Merupakan Cikal bakal munculnya silat aliran Cakung sekaligus juga merupakan penyebar agama Islam.
Adapun sejarah singkat tentang beliau adalah Sbb :
Beliau adalah kakak ipar Syekh Quro Karawang. Kakaknya yang bernama Nyi Hayati telah menikah dengan Laksamana laut ini.
Laksamana Sampo Lo Khoei Kian datang ke Jawa pada tahn 1411 M. Misi utama kedatanganya adalah untuk mencari keberadaan Cheng Ho yang tidak ada kabar dan beritanya setelah melakkan titian muhibah ke berbagai negara, termasuk wilayah Nusantara.
Ketika berada di Jawa dia kemudian diangkat menjadi orang penting pada kerajaan Pajajaran.
Dalam perjalanannya menuju Jawa, Laksamana Lo khoei kian. Juga membawa anak dan istrinya. Dan juga laksamana laksamana lainnya. Yang juga mantan pasulan Laksamana Sampo Kong (panglima Chen Ho) dalam rombongan tsb
Laksamana Lo khoei kian.bertindak sebagai Pimpinan Tertinggi. Istri laksamana Lo khoei kian. Yang kakak kandung Syeikh Quro Bernama HAYATI.
Pernikahannya dgn Laksamana Lo khoe kian dikaruniai dua orang anak, satu laki laki, dan satu perempuan. Anaknya yg laki laki diberi nama. AHMAD HUSIN. dengan nama mongolianya.
LO KHOEI SIN. (yang di akhir hayatnya makamnya menjadi makam keramat Ujung Krawang Cakung dengan sebutan KERAMAT KONG KUSIN Dan sekarang telah tergusur oleh jalan Tol cakung) dan anak kedua yang Perempuannya Bernama LO WEN ZHE. Atau sering disebut NONA, dan dihari tuanya makamnya menjadi makam keramat, dengan Sebutan keramat KUMPI NONA Atau disebut juga kumpi Nyamuk yang letak keramatnya berada dikampung Cakung.di wilayah Rt. O7/Rw.02. Sekarang berada di depan mimbar masjid Attawab. Tepatnya didekat rumah bapak Manto.makamnya sdh tdk terawat lagi.. Makam beliau berdampingan dgn makam ibundanya. Yaitu ibu HAYATI. Kakak kandung syeikh Quro..
Disamping membawa anak istri Laksamana Lo khoei kian. Juga membawa berapa orang laksamana. Masing masing Bernama.
1. Laksamana sampo BHUN TONG
2. Laksamana sampo SHOEI SOE
3. Laksamana Sampo KHU POH.
4. Laksamana sampo HOK LAN.
5. Laksamana sampo LAW ANG SAN.
Kedatangan Tamu asing dipulau kelapa yg luar biasa banyaknya ini, Syeikh Quro melaporkan para tamu pendatang dari luar pulau ini kepada ADIPATI KARANG PAWITAN (sekarang Karawang) Yaitu RAKEYAN ADHI YAKSA. Kemudian.
ADHIPATI RAKEYAN ADHIYAKSA. Melanjujtkan laporan tsb ke pemerintah Pusat, yaitu KE KRATON GALUH PAJAJARAN. Yg berpusat di Galuh pajajar (raja galuh/kadipaten) Kemudian setelah mendapat laporan tsb. Prabu Siliwangi atau Raden Pamanah Rasa Permana Dewa. Melakukan kunjungan kepadepokan Syeikh Quro, dipulau kelapa.
Pada perkembangan selanjutnya, Syekh Quro yang kemudian mengatur tempat untuk berdomisilinya kakak iparnya ini bersama dengan para pengikutnya hingga akhirnya berkembang menjadi sebuah pemukiman yang bernama Pulo Aren. Di Pulo Aren ini kemudian Laksamana Sampo Lo Khoei Kian kemudian mendirikan padepokan pencak silat yang bernam Cha kung (Segala Daya Upaya)> Sejak itulah daerah ini disebut CAKUNG.