Sebelum kita membicarakan ”Sang Kesatria Abadi” ini kita harus tahu bagaimanakah sebenarnya nasab dari manusia yang penuh dengan muli talenta ini.
Adapun nasab dari beliau adalah sebagai berikut : Ali bin Abu Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qusai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luaiy bin Gholib bin Fihir bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.
Sedangkan nasab ibunya adalah : Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qusai bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luaiy bin Gholib bin Fihir bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.
Fatimah ibu Sayyidina Ali adalah wanita pertama dari Bani Hasyim yang menikah dengan pria dari Bani Hasyim, yaitu Abu Thalib bin Abdul Muthalib. Sebelum itu telah menjadi kebiasaan bagi pria Bani Hasyim untuk menikah dengan wanita Quraish yang lain yang bukan keturunan Bani Hasyim. Ibu Imam Ali Ra ini sangat dihormati Rasulullah SAW karena beliaulah yang memelihara Rasul sejak kecil hingga dewasa. Rasulullah sangat sayang kepada beliau, dan Rasulullah SAW memanggilnya dengan sebutan “BUNDA” bukan “BIBI”. Fatimah binti Asad ini sangat mengisitimewakan Rasul bila dibandingkan anak-anaknya. Ia termasuk wanita yang awal memeluk Islam, kemudian turut berhijrah ke Madinah.
Selain dari segi nasab, kita juga perlu mengetahui apa-apa saja panggilan lain dari Sayyidina Ali Ra ini. Diantara panggilan yang dimiliki beliau adalah :
-Haidarah (Singa), merupakan nama kecil yang diberikan ibunya.
-Abul Hasan, karena ayah dari Sayidina Hasan
-Abul Husain, karena ayah dari Sayyidina Husein
-Abu Turabs, karena sering berbaring diatas tanah dalam keadaan baju tertanggal dan punggungnya berlumuran tanah.
Salah satu gelar yang sering disematkan pada dirinya adalah Gelar Imam. Beliaulah satu-satunya yang mendapat gelar Imam selain juga sering ditulis sebagai Amirul Mukminin atau Khalifah.
Mengenai Keutamaan Sayyidina Ali Ra adalah sebagai berikut :
1.AKHLAKNYA, PERILAKUNYA DAN KESANGGUPANNYA: Terkenal dengan keagungan takwanya kepada Allah SWT dan ketakwaannya itulah yang menjadi pendorong utama bagi prilakunya terhadap dirinya sendiri, terhadap kaum kerabatnya dan terhadap semua orang. Ketakwaan Sayyidina Ali RA bukan semata-mata merupakan bagian dari ibadah yang sudah diwajibkan oleh agama seperti ketakwaan yang umumnya ada kaum Muslimin. Ketakwaan yang ada pada kaum muslimin awam ada kalanya lahir dari kelemahan jiwa, atau kadang-kadang mereka rasakan sendiri sebagai cara untuk melarikan diri dari kesukaran hidup yang seharusnya dihadapi. Bahkan sering terjadi ketakwaan ada pada seseorang karena terdorong oleh semangat mempertahankan kehormatan yang diwarisi oleh orangtuanya, mengingat pandangan masyarakat yang pada umumnya menghargai dan menghormati keutamaan yang diwariskan pada pendahulunya. Lain halnya Sayyidina Ali Ra yang jauh lebih tinggi nilai dan mutunya, karena ketakwaannya berpadu erat dengan ketinggian akhlaknya sehingga mencakup semua keduniawian dan keukhrawian. Ketakwaan Sayyidina Ali Ra tak terpisahkan dari makna perjuangan mewujudkan kebajikan bagi kehidupan umat manusia. Ketakwaannya dijiwai semangat perjuangan melawan kemunafikan dan pemerasaan serta keserakahan mengejar kepentingan individu. Ketakwaannya tak terpisahkan dari perjuangan melawan penghinaaan, kemiskinan dan penganiayaan terhadap kaum lemah. Baginya ketakwaan adalah suatu ciri yang menandakan keimanan, karena itu ia menegaskan : “Tanda keimanan ialah engkau harus mengutamakan kejujuran daripada kebohongan, sekalipun kejujuran itu merugikan dan kebohongan menguntungkan dirimu”.
2.ILMU DAN KELUASAAN PENGETAHUANNYA : Kecerdasan berfikir Imam Ali Ra sukar dicari tandingannya. Dengan kecerdasannya itulah ia mencapai martabat sebagai cendikiawan Islam yang menguasai secara luas berbagai ilmu pengetahuan yang ada pada bangsa Arab di masa itu, sehingga tidak ada cabang ilmu pengetahuan Arab yang ia tidak turut menyumbang atau turut meletakkan kaidah-kaidahnya. Hal ini tidaklah mengherankan mengingat sejak kecil beliau dididik langsung oleh Rasulullah SAW. Ia sangat menguasai Hadist-hadist Nabi. Beliau terkenal sebagi orang yang cerdas dan mempunyai daya ingatan menghafal yang sangat kuat. Setiap pertanyaan yang diajukan saat itu pula mampu beliau jawab dengan jitu dan cerdas. Beliau juga menguasai dengan baik Fiqih Islam dan sering menetapkan fatwa, Beliau mampu memecahkan masalah-masalah hukum yang sulit dan rumit. Merupakan satu-satunya sahabat yang dimintai sumbangan pemikirannya manakala para sahabat yang lain sudah terbentur jalan buntu. Imam Ali Ra juga dikenal sangat jenius dalam menguasai Ilmu Matematika. Ia juga dikenal dengan sebagai pemikir Islam yang sangat dalam pemikirannya sehingga dari pemikirannya itu kelak muncul Ilmu “Filsafat Agama Islam”. Ilmu Tashawuf Islam juga banyak mengambil ucapan-ucapannya. Dalam hal penguasaan bahasa Arab, Imam Ali adalah peletak kaidah-kaidah pokok ilmu tata bahasa Arab dan dasar dalil-dalil kebahasaan yang tidak dapat disangkal. Sejarah mencatat Imam Ali Ras adalah orang yang pertama meletakkan dasar-dasar Ilmu Nahwu. Beliau juga merupakan orang yang mampu memecahkan problem pembuatan Dasar Tahun Hijriah. Sehingga sangatlah wajar bila Khalifah Umar bin Khattab pernah berkata, “Kalau tidak Ali celakalah Umar”. Sampai saat ini banyak sanad keilmuan yang dimiliki ulama –ulama besar pada masa lalu hingga sekarang kembali kepada Imam Ali Ra .
3.PEMECAH KEBUNTUAN PENDIRIAN PENANGGALAN HIJRIAH : Ada satu prakarsa yang tidak mungkin dapat dilupakan sepanjang sejarah oleh seluruh generasi umat Islam sampai hari akhir kelak. Meskipun hampir setiap hari prakarsa itu dimanfaatkan oleh kaum muslimin, tetapi banyak di antara mereka yang belum mengetahui, bahwa yang dimanfaatkannya itu berasal dari Sayyidina Ali Ra, yaitu penanggalan Hijriah. Kisahnya adalah ketika suatu saat Khalifah Umar bin Khattab mengumpulkan kaum muslimin untuk membuat penanggalan tersendiri lepas dari ketergantungan dari penanggalan Yahudi dan Nasrani, semua mengalami kesulitan untuk menentukan kapan penanggalan itu harus dimulai. Di saat semua mengalami kebuntuan, datanglah Imam Ali Ra. Bukan main gembiranya Khalifah Umar Ra, setelah itu diajukanlah pertanyaan kepada Imam Ali Ra. Tanpa banyak fikir lagi Imam Ali Ra menjawab: “Tetapkan saja mulai hari hijrahnya Rasulullah SAW yaitu Hari Beliau meninggalkan tanah syirik !”. Mendengar jawaban Imam Ali Ra yang cepat dan tepat itu dengan serta merta Umar memeluk Imam Ali Ra diiringi dengan gegap gempitanya Kaum Muslimin yang hadir. Khalifah Umar Ra memang sangat dikenal sangat mencintai Imam Ali Ra ini sehingga setiap persoalan hukum makalah Imam Ali Ra inilah solusinya.
4.KEBERANIAN DAN KEJUJURANNYA : Rasulullah SAW berkata, “Tak ada pedang selain DZUL FIQAR (nama Pedang Imam Ali Ra) dan tidak ada pemuda “jantan” selain Ali”. Dalam menghadapi Kafir Quraish Sayyidina Ali Ra pernah berkata, “Seandainya semua orang Arab maju hendak memerangi diriku, aku tak akan lari”. Beliau juga dengan tegas mengatakan : “Mati yang paling terhormat ialah mati terbunuh demi membela kebenaran. Demi Allah yang nyawa Ali berada di tangan-NYA, seribu kali dipukul pedang dalam peperangan di jalan Allah lebih ringan bagiku daripada mati di atas tempat tidur”. Dalam sejarah hidupnya Imam Ali Ra tidak pernah lari dari pertempuran. Tiap bertanding (berduel) ia pasti dapat membunuh lawannya, atau menawannya atau memaafkannya jika sudah tunduk. Tiap merobohkan musuh ia hanya dengan satu kali menghantamkan pedangnya, tidak perlu dua atau tiga kali. Bila berada ditempat yang lebih tinggi dari musuhnya ia akan membelah tubuh lawannya menjadi dua, dan bila berada ditempat yang rendah ia memotong lambung musuhnya, dan itu dilakukan ketika musuhnya memakai baju besi terbaik. Imam Ali Ra juga yang telah menggantikan Rasulullah SAW berbaring di tempat tidur pada saat Kanjeng Rasul akan berhijrah. Dalam perang Badr, Imam Ali Ra telah membunuh separoh dari semua korban yang jatuh dari fihak musuh. Dalam perang Uhud Imam Ali Ra membunuh 18 orang musuh. Dalam perang Hunain Imam Ali Ra berhasil membunuh panglima pasukan musyrikin, Abu Jarwal, bersama aggotanya yang terdiri dari 39 orang pasukan berkuda. Tidak ada satupun pertempuran beliau mengalami kekalahan, semua dimenanginya dengan gemiliang. Yang lebih aneh lagi para musuh akan bangga kalau seorang anggota keluarganya mati di ujung Pedang Imam Ali Ra, Aneh ! Ali adalah Pendekar Ulung terbaik pada masanya. Selain keberanian, Imam Ali terkenal dengan kesahajaan dalam segala hal. Ia membenci sikap yang suka memaksa diri mengada-ada sesuatu yang diluar kemampuannya. Beliau mengatakan: “Teman yang paling buruk ialah yang suka membebanimu dengan sesuatu yang berada diluar kesanggupanmu”. Dalam kesempatan yang lain ia mengatakan : “Orang beriman yang malu bersahaja terhadap saudaranya berarti ia meninggalkannya”. Ia tidak pernah mengemukakan pendapat atau pemikiran yang dibuat-buat, atau nasihat yang dibikin-bikin, atau memberi dan tidak memberi sesuatu kepada orang lain dengan niat berpura-pura. Apa saja yang dilakukann dan diucapkan adalah menurut apa adanya, tidak dibuat-buat dan tidak ada PENCITRAAN. Tabiatnya yang bersahaja merupakan bagian kejujurannya yang lugas dan lugu.
5.KEADILANNYA : Dalam hal keadilan Imam Ali Ra sukar dicari tandinganya. Pernah suatu saat Imam Ali Ra marah besar kepada putrinya yang memakai kalung mutiara yang berasal dari Baitul Mal. Sekalipun Kalung itu hanya dipinjamkan hanya untuk tiga hari dalam rangka menyambut Idul Adha, itu sangat membuat Khalifah Ali Ra marah besar. Pengurus Baitul Mal yang bernama Abu Rafi’ juga berbuat itu karena ingin menghormati Putri Khalifah Ali apalagi ini hanya sebuah pinjaman, tapi Khalifah Ali ra tetap saja marah besar dan langsung memperingati dengan keras Abu Rafi’ untuk segera mengambil kalung itu dan mengancam Abu Rafi’ agar tidak bermain-main dengan amanah yang diberikan kaum muslimin. Sekalipun diprotes putrinya, dengan tegas Imam Ali Ra menjawab: “Hai cucu Abu Thalib, janganlah engkau berani berbuat menyimpang dari kebenaran ! Apakah semua wanita dari kaum Muhajirin dan Anshar memakai perhiasaan seperti itu pada hari raya Idul Adha ? Sang Putri akhirnya terdiam dan akhirnya mengembalikan kalung tersebut. Dalam sebuah kisah keadilannya, Khalifah Ali Ra pernah mengeping-ngeping sepotong roti menjadi tujuh keping untuk dibagi ratra kepada orang-orang yang membutuhkannya. Sepotong roti itu ditemukan terselip di dalam tumpukan harta milik Baitul Mal yang dikirim dari Isfahan. Kalau dalam menghadapi soal yang sekecil dan seremeh itu saja beliau menjaga keadilan seketat ketatnya, apalagi kalau beliau menghadapi masalah yang besar dan penting !.
6.IBADAH, KEZUHUDANNYA DAN KESEDERHANAANNYA : Imam Ali Ra dikenal paling tekun ibadahnya. Pada jidatnya terdapat kulit kehitam-hitaman menandakan banyak sujud yang dilakukan siang dan malam. Betapa tekun Imam Ali Beribadah cukup kita ketahui dari doa-doa dan munajatnya kepada Allah SWT. Salah satu yang mewarisi sikap itu adalah cucunya yang bernama Ali Zaenal Abidin Ra. Sebagaimana yang telah dikatakan pada point ke 4 orang yang biasa membunuh di medan perang biasanya berhati keras, berperangai kasar dan kejam. Namun Imam Ali Ra justru sebaliknya. Waktu malam digunakan olehnya untik banyak banyak menunaikan sholat Sunnah, mendekatkan diri kepada Allah dengan perasan rendah, tunduk dan khusu’. Dengan ketekunannya beribadah seperti itu Imam Ali menjadi orang yang berakhlak mulia, berperangai lembut dan berperilaku halus. Dalam sejarah, Imam Ali Ra adalah orang pertama di kalangan bangsa Arab yang melakukan sholat bersama Rasulullah SAW. Mengenai tentang Sholat, salah satu cucu beliau yang bernama Imam Ali Zaenul Abidin Ra pernah merasa tampak seperti orang jenuh, dan beliau kemudian berkata, “Bagaimana agar aku dapat beribadah seperti kakekku ! yaitu Imam Ali ra. Padahal Imam Ali Zaenal Abidin Ra ini dalam sehari semalam melakukan sholat lebih dari seratus roka’at. Dalam hal kezuhudan, Beliau bersama keluarganya tinggal di sebuah rumah yang amat sederhana, sama dengan rumah rakyat biasa, padahal beliau adalah seorang Khalifah, jika mau ia dapat hidup bermewah-mewahan seperti raja. Imam Ali bahkan zuhud dalam hal makanan, beliau makan dari tepung gandum yang ditumbuk oleh istrinya sendiri, padahal para penguasanya hidup menikmati kemakmuran di daerah daerah seperti Mesir, Iraq, Persia, Hijaz, dll. Tidak jarang ia menggantikan pekerjaan istrinya menumbuk gandum dengan tangannya sendiri, padahal ia seorang Amirul Mukminin. Ia biasa makan roti keras membatu yang baru dapat dimakan setelah dipecah lebih dulu dengan lututnya. Dalam hal pakaian, pada musim dingin ia menggigil kedinginan karena tidak mempunyai pakaian tebal yang dapat menghangatkan badan dari gangguan udara dingin. Untuk membeli selembar sarung bahkan Imam Ali menawarkan pedangnya di pasar, sehingga ada orang yang tidak tega melihatnya lalu berkata: “Anda kupinjami uang untuk membeli sarung”. Ketika baju yang dipakainya mulai sobek sobek, beliau tidak mempunyai uang untuk membeli baju lebih dari tiga dirham. Ia berangkat ke pasar membawa uang yang hanya tiga dirham itu lalu bertanya-tanya kepada beberapa pedagang pakaian : “Adakah di antara kalian yang menjual baju dengan harga tiga dirham?” Seorang diantara mereka menjawab” “Ada....Baju itu kemudian dibayar kemudian dipakai sambil beliau bersyukur “Alhamdulillah, bagus sekali baju ini...”. Dalam sejarah hidupnya keluarga beliau pernah mengalami kelaparan karena tidak ada sesuatu yang bisa dimakan, namun saat mereka sudah mendapatkan makanan, ketika diminta oleh mereka yang kelaparan maka makanan yang akan disantap segera diberikan! Subhanallah, terus terang saya jadi “merinding” membaca kisah ini. Adakah manusia yang seperti ini ? Begitu zuhudnya Imam Ali Ra, Khalifah Umar bin Abdul Aziz dari Dinasti Bani Umayyah pernah berkata “Orang yang paling zuhud di dunia adalah Ali bin Abi Thalib”. Imam Ali Ra memang orang yang zuhudnya luar biasa. Sebagai Amirul Mukminin beliau tidak mempunyai rumah sendiri ! apalagi membangun rumah dengan semen atau kayu ! Sewaktu menikah dengan Sayyidah Fatimah bin Rasulullah SAW ia tidak mempunyai apa-apa selain selembar kulit kambing untuk dijadikan alas tidur di waktu malam dan untuk alas duduk diwaktu siang !. Suatu waktu salah seorang sahabat yang bernama Uqbah bin Alqamah mengisahkan : “Pada suatu hari aku berkunjung ke rumah Ali bin Abi Thalib Ra. Kulihat ia sedang memegang mangkuk berisi susu yang sudah berbau asam. Bau sengak susu itu sangat menusuk hidungku. Kutanyakan kepadanya “ “Ya Amirul Mukminin, mengapa engkau sampai makan seperti itu?” Imam Ali menjawab “ “Hai Abal Janub, “Rasulullah SAW dulu minum susu yang jauh lebih basi dibanding dengan susu ini, Beliau mengenakan pakaian yang jauh lebih kasar daripada bajuku ini. Kalau sampai aku tidak dapat melakukan apa yang dilakukan oleh beliau, aku khawatir tidak akan berjumpa dengan beliau di hari kiamat nanti”. Tidak jarang pula Imam Ali Ra selalu memakai baju robek yang ditambalnya sendiri, kadang-kadang ia memakai baju katun berwarna putih, tebal dan kasar. Jika ada bagian baju yang ukuran panjangnya lebih dari semestinya, ia potong sendiri dengan pisau dan tidak perlu dijahit lagi. Bila makan bernama orang lain, ia tetap menahan tangannya sampai daging yang ada dihadapannya habis dimakan orang. Bila makan seorang diri dengan lauk, maka lauknya tidak lain hanyalah cuka dan garam ! selebihnya dia hanya akan makan sejenis tumbuh-tumbuhan. Sungguhpun demikian Imam Ali Ra mempunyai jasmani dan ruhani yang kuat. Lapar seolah-olah tidak mengurangi kekuatan tenaganya. Ia benar-benar “bercerai” dengan kenikmatan duniawiah.
7.KEDERMAWANANNYA : Dalam hal ini lagi beliau adalah orang sukar dicari tandingannya. Ia mudah memberikan apa saja yang dimilikinya kepada orang lain yang membutuhkan. Muawiyah bin Abi Sufyan Ra yang merupakan orang yang sering berseberangan dengan beliau bahkan pernah mengatakan, “Seumpama Ali mempunyai dua buah rumah, yang satu terbuat dari emas dan yang satu terbuat dari kayu, maka tentu Ali akan menginfakkan rumahnya yang terbuat dari emas lebih dahulu sebelum rumahnya yang terbuat dari kayu!”. Dalam sejarah hidupnya Ibnu Thufail menceritakan, pada suatu hari ia melihat sendiri Imam Ali Ra mengumpulkan beberapa orang anak Yatim dan kepada mereka ia memberi minuman madu. Salah seorang sahabat yang saat itu hadir berkata : “Alangkah enaknya kalau menjadi anak Yatim”! Begitu dermawannya Imam Ali Ra, beliau pernah mewakafkan seluruh tanah garapan miliknya untuk dimanfaatkan kaum fakir miskin, padahal tanah garapan itu setiap tahunnya mendatangkan sebesar 40.000 dinar ! (silahkan saja hitung berapa nilai 1 dinar itu). Imam Ali Ra juga pernah bekerja sebagai tukang siram kebun kurma kepunyaan orang Yahudi. Upah yang diterimanya selalu disedekahkan kepada orang-orang yang hidupnya serba kekurangan dan membutuhkan pertolongan.
8.PERIKEMANUSIANNYA: Jarang sekali dalam sejarah orang yang mempunyai rasa kemanusiaan seperti yang dmiliki dan diterapkan oleh Pemimpin Besar Umat Islam ini. Imam Ali Ra ini sangat melarang pasukannya untuk membunuh pasukan yang sudah melarikan diri dan yang mengalami luka parah. Perbuatan semacam itu dianggap beliau sebagai perbuatan yang pengecut dan didorong nafsu balas dendam. Ia melarang keras pasukannya melanggar kehormatan wanita dan merampas harta benda, kecuali perlengkapan perang yang digunakan oleh musuh-musuh untuk melawan kaum muslimin. Dalam perang “Unta” walaupun ia bersama pasukannya keluar sebagai pemenang, namun ia tidak lupa membenahi jenazah pasukan musuh yang tewas dalam peperangan, bahkan memohonkan ampunan kepada mereka kepada Allah SWT. Semua yang berperang ini dimaafkan oleh beliau dan diperlakukan baik dan dijaminkan keselamatannya. Dalam kehidupannya, salah satu keistimewaan Imam Ali Ra adalah kejernihan hatinya. Ia tidak menyimpan rasa dendam kusumat kepada siapapun juga, temasuk musuh-musuhnya yang paling keras dan mereka yang benci, dengki dan iri hati kepadanya. Sebelum wafat beliau berpesan kepada anak-anaknya supaya memperlakukan pembunuhnya (Abdurrahman bin Muljam) secara baik-baik, memberinya makan yang baik dan beliau juga melarang agar keluarga si pembunuh tidak diganggu. Sejarah juga mencatat, Imam Ali Ra pernah berwasiat sebelum wafatnya, agar pendukung dan pengikutnya tidak memerangi Kaum Khawarij, sekalipun mereka tidak mengorbankan peperangan dan memusuhinya atau menerornya. Imam Ali Ra memandang mereka bukan sebagai orang-orang yang dengan sadar melawan Islam dan kaum muslimin, melainkan sebagai orang yang keliru dalam mengartikan Kitabullah hingga menjadi sesat. Tidak ada sejarah yang menunjukkan kebencian dan dendam Imam Ali Ra terhadap musuh-musuhnya, bahkan terhadap Muawiyah Ra pun tidak.
9.KETEPATAN PANDANGANNYA : Pandangan dan pendapat Imam Ali Ra selalu dirasa tepat oleh orang-orang yang meminta nasihat dan petunjuk kepadanya. Dialah yang menyarankan kepada Khalifah Umar Ra mengenai awal penanggalan (Kalender Hijriah). Imam Ali jugalah yang menasehati Khalifah Umar Ra membiarkan kain hias penutup ka’bah yang ketika itu hendak ditiadakan Khalifah Umar Ra. Ketika orang-orang Persia bertekad hendak menyerbu wilayah Islam. Imam Ali Ra menasehati Khalifah Umar Ra supaya jangan berangkat sendiri memimpin pasukan muslimin untuk menghadapi mereka. Kepada Khalifah Umar, Imam Ali mengatakan, “jika orang-orang Persia mengetahui Khalifah Umat berada ditengah pasukan muslimin, mereka pasti akan berkata: “ Nah itulah dia pemimpin Arab ! Jika kalian (Pasukan Persia) dapat membunuhnya berarti kalian telah menghancurkan orang-orang Arab!” Imam Ali juga pernah menasehati Khalifah Umar Ra supaya tidak mengerahkan pasukan dari penduduk Yaman dan penduduk Syam, karena dikhawatirkan Rumawi dan Habsyah akan menghasut kedua daerah bekas jajahannya itu untuk membangkitkan pemberontakan. Imam Ali mengatakan, kemenangan dalam peperangan tidak tergantung dari besarnya jumlah pasukan, tetapi tergantung dari kecerdikan. “Kerahkan sajalah penduduk Basrah untuk berangkat ke medan perang membantu saudara-saudaranya yang telah berangkat lebih dulu, dan biarkan sebagian yang lain menjaga daerahnya (Basrah)”. Demikian saran Imam Ali Ra dan ternyata Khalifah Umar Ra memandang saran itu tepat sekali. Imam Ali Ra bukan hanya berakhlak mulia dan rendah hati, melainkan juga orang yang berpandangan tajam. Ia dapat menyelami hati orang dan dapat membaca air muka seseorang serta mampu menyelusuri hati orang dan dapat membaca air muka seseorang serta mampu menyelusuri kata-kata orang lain yang tergelincir lidahnya. Tidaklah mengherankan jika Khalifah Umar sering minta bantuan kepada Imam Ali Ra dalam memecahkan masalah-masalah sulit yang dihadapinya, karena Khalifah Umar tahu benar betapa tinggi kecerdasan Imam Ali dan betapa tajam pandangannya. Berapa kali berkat saran Imam Ali Ra Khalifah Umar tidak jadi menghukum mati beberapa wanita karena kasus yang berkaitan dengan kesusilaan.
10.PEMIKIRANNYA MENGENAI HAK ASASI MANUSIA (HAM): Dalam sejarah hak-hak Asasi manusia, Imam Ali Ra telah memberikan sumbangan dan pemikiran-pemikiran yang banyak kaitannya dengan perkembangan masyarakat Islam pada zamannya, yaitu perkembangan yang berkisar dii sekitar poros perjuangan menghapuskan penindasan dan perbedaan kasta dan lapisan di dalam masyarakat. Selaku Amirul Mukminin ia berupaya sekeras-kerasnya untuk menegakkan keadilan sosial dengan segala sarana yang dimilikinya, baik yang berupa pemikiran maupun perangkat pemerintahan dan kebijaksanaan politik yang dijalankannya. Ia bersikap dan bertindak tegas terhadap siapa saja yang memperkosa hak-hak umum kaum muslimin, merendahkan dan menginjak injak hak masyarakar dan setiap upaya yang hendak menempatkan kepentingan orang-orang tertentu d atas kepentingan kaum yang lemah. Pemikiran Imam Ali Ra mengenai keadilan sosial bertumpu pada kewajiban menjaga dan melindungi hak-hak masyarakat yang hanya dapat diwujudkan dengan jalan melenyapkan ketimpangan sosial yang sangat mencolok antara kaum kaya dan penguasa dengan kaum miskin dan lemah. Suara Imam Ali Ra dalam menegakkan keadilan sosial menggema dan mengumandang sepanjang masa, perjuangannya membela nilai-nilai manusia menggelora dimana-mana, dan dalam hal itu semuanya ia tidak kenal basa-basi atau kompromi. Dalam menjalankan pemerintahannya Imam Ali Ra MEMBERIKAN TELADAN kepada setiap penguasa yang menyadari betapa tinggi nilai hak-hak asasi manusia yang wajib dihormati dan dihargai.
11.PANDANGANNYA MENGENAI KEMELARATAN : Imam Ali Ra berpendapat, orang yang hidup dicengkram kemelaratan tentu kehilangan ketenangan dan ketentramannya. Sukar baginya untuk menghayati kejujuran, perilaku yang baik dan menghias dirinya dengan sifat-sifat utama. Sukar pula baginya untuk dapat membuang perasan iri hati dan dengki dari lubuk hatinya, dan ia mudah terperosok ke dalam penyelewengan terhadap peraturan-peraturan yang baik. Orang yang hidup dalam keadaan demikian ia tidak akan pernah percaya bahkan kehidupan ini penuh keindahan. Ia tidak akan mudah mempercayai adanya keadilan hidup dan sukar baginya untuk mencintai dan berkasih sayang dengan saudara-saudaranya sesama muslim dan dengan kaum kerabat atau handai taulannya. Semuanya akibat kelaparan yang menggejolak di dalam perutnya sehingga menyedot darah kehidupan dari tubuhnya, memudarkan semangat keimanan, mengubah rasa kasih sayangnya menjadi kedengkian dan iri hati serta mengubah ketenangan perasan dan kejernihan jiwanya menjadi perasangka buruk dan kebencian. Orang yang hidup melarat, sengsara dan menderita tidak dapat mencintai sesuatu. Kalau ia masih mempunyai benih perasaan mencintai sesuatu, benih perasaan demikian itu tidak dapat tumbuh subur karena terbelenggu oleh perasaan sendiri rendah diri, tidak berharga dan nista, yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan kemiskinan dan kebutuhan akan pertolongan orang lain. Memang benar bahwa para Nabi dan Rasul hidup zuhud dan menganjurkan kezuhudan, tetapi mereka tidak menganjurkan agar ada manusia yang mati karena kekenyangan di samping banyak manusia yang mati karena kelaparan. Benar bahwa Imam Ali Ra hidup zuhud dan menganjurkan kezuhudan, demikian pula beberapa sahabat Nabi seperti Sayyidina Abu Bakar As Shiddiq , Sayyidina Umar bin Khattab Ra, Sayyidina Abu Dzar Al Ghifari Ra, dll, tetapi mereka tidak menganjurkan supaya kaum muslimin lebih suka memilih hidup melarat daripada berkecukupan, bahkan mereka bekerja keras dan berjuang melenyapkan kemelaratan dan kemiskinan. Imam Ali Ra tidak jemu-jemunya mengingatkan kaum muslimin akan sabda Rasulullah SAW, “Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selama-lamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau mati esok hari”. Imam Ali Ra tidak mencela orang yang makan makanan lezat, berpakaian bagus dan bertempat tinggal dirumah yang baik, yang dicela beliau adalah ialah kalau di samping mereka yang berkecukupan itu ada sebagian besar kaum muslimin yang hidup miskin dan sengsara.
12.IMAM ALI DAN FANATISME : Imam Ali Ra terkenal sebagai orang yang berpandangan luas dan lapang dada. Ia menghormati hak-hak asasi manusia, bukan hanya mengenai hak untuk memperoleh penghidupan yang layak saja, melainkan hak-hak asasi manusia di bidang kehidupan lainnya. Ia tidak memaksa seseorang harus menganut suatu kepercayaan, baik itu kepercayaan yang berkaitan dengan soal-soal keagamaan maupun yang berkaitan dengan suatu faham atau aliran. Pada pokoknya ia tidak mau memaksakan kepada orang lain segala sesuatu yang berkaitan dengan masalah fikiran, perasaan dan hati nurani. Ia berpendirian demikian karena tahu benar bahwa sesuatu yang dipaksakan tidak akan mendatangkan hasil yang diharapkan. Meskipun dia seorang Khalifah, seorang yang keras dan ketat menjaga kesentosaan Islam dan seorang Amirul Mukminin, ia tidak pernah dan tidak mau memaksa orang lain mempercayai kebenaran agama yang dipeluk oleh kaum muslimin. Dalam pandangannya semua orang bebas mempercayai kebenaran Allah menurut cara masing-masing asalkan tidak mengganggu keselamatan ummat dan masyarakat serta tidak memusuhi Islam dan kaum muslimin. Ia yakin bahwa manusia adalah sesama mahkluk ciptaan Allah dan agama Islam mewajibkan pemeluknya berlaku baik terhadap sesama manusia. Dalam suratnya yang dikirimkan kepada Kepala Daerah Mesir ia mengatakan: “Janganlah sekali-kali anda menjadi srigala yang membahayakan penduduk dan merampas makanan mereka. Mereka adalah saudara seagama dengan kalian, kalau bukan saudara seagama maka setidak tidaknya mereka adalah manusia yang sama dengan anda, karena itu hendaklah anda mau mengulurkan tangan memaafkan kekeliruan-kekeliruan mereka, sebagaimana anda sendiri selalu ingin menerima uluran tangan Ilahi dan kasih sayang-NYA. Jangan anda menyesal karena telah memaafkan kekeliruan orang lain dan jangan pula anda merasa puas dan senang karena telah menjatuhkan hukuman !” Kendati pada masa hidupnya banyak orang-orang yang sangat fanatik dalam memeluk suatu agama, namun menurut kenyataan banyak pula diantara mereka yang mencintai Imam Ali Ra, dan mengharapkan uluran tangan keadilannya. Secara singkat Imam Ali Ra sering menjelaskan arti sebuah Fanatisme yang tercela dengan cara sederhana, yaitu menganggap dirinya paling benar dan tidak mungkin keliru atau salah ! Dalam upayanya mengikis jalan fikiran semacam ini, ia selalu menganjurkan para pengikutnya supaya selalu bermusyawarah dalam mengatasi kesulitan. Imam Ali Ra hanya memperbolehkan Fanatisme untuk menjunjung tinggi keutamaan, untuk mempertahankan akhlak yang mulia, untuk mewujudkan cita-cita agung, untuk melakukan perbuatan terpuji, untuk menentukan sikap memilih yang baik dan meninggalkan yang buruk, untuk menegakkan keadilan dalam kehidupan manusia dan untuk melenyapkan semua kejahatan dari muka bumi ! Terhadap kaum Khawarij yang terkenal paling fanatik dalam melancarkan permusuhan terhadap golongan lain dan paling keras kepala menganggap fihaknya sendiri paling benar, Imam Ali Ra masih bersikap toleran. Beberapa saat sebelum wafat ia berpesan : “Sepeninggalku janganlah kalian memerangi Kaum Khawarij, karena mereka adalah orang yang mencari kebenaran tetapi ia keliru tidak sama dengan orang yang mencari kebatilan dan ia berhasil mencapainya!”
13.PENAFSIRAN IMAM ALI RA TENTANG NIKMAT ALLAH : Dalam suatu pengajian di masjid Nabawi, Rasulullah SAW meminta kepada salah seorang hadirin untuk membaca surat Lukman. Ketika membaca surat tersebut sampai kepada ayat yang maknanya : “.......Dan Allah menyempurnakan nikmatnya bagi kalian lahir dan batin.....”, Rasulullah SAW menyuruh berhenti, lalu berkata kepada para Sahabat : “Sekarang cobalah kalian katakan, apakah nikmat pertama yang dilimpahkan Allah kepada kalian dan yang dengan nikmat itu juga Allah menguji kalian?” Atas pertanyaan Rasulullah SAW itu, di antara mereka ada yang menyebut nikmat itu berupa kesehatan, harta kekayaan, keturunan, istri, ilmu dan lain sebagainya. Rasulullah SAW menyambut baik apa yang mereka katakan. Hanya kepada Imam Ali Ra saja beliau minta supaya menambahkan keterangan lebih luas. Beliau menoleh kepada Imam Ali Ra, yang diantara hadirin termasuk orang paling awal memeluk Islam dan paling muda usianya. Kepadanya Rasulullah SAW berkata : “Hai Abul Hasan, sahabat-sahabatmu telah berbicara sekarang giliranmu berbicara”. Imam Ali menyahut : “Ya Rasulullah, bagaimana aku harus berbicara ? Demi Allah, Aku memperoleh hidayah Allah melalui anda !” Rasulullah SAW berkata lagi : “Ya meskipun begitu, ayolah bicara. Katakanlah, nikmat apa yang pertama dilimpahkan Allah kepadamu dan dengan nikmat itu Allah mengujimu?”.
Imam Ali menjawab: “Allah SWT menciptakan diriku, padahal sebenarnya aku ini bukan apa-apa”.
Rasulullah SAW menganggap jawaban seperti itu belum cukup, karenanya beliau bertanya lagi : “Benar, apakah nikmat yang kedua?”.
Imam Ali menjawab : “Allah menyayangi diriku, karenanya aku ditakdirkan hidup, tidak mati”
Rasulullah SAW menjawab : “Engkau benar, lalu apakah nikmat yang ketiga?”
Imam Ali Ra menjawab : “Alhamdulilah, Allah menciptakan aku dalam bentuk sebaik baiknya dan dengan susunan tubuh yang berimbang”.
Rasulullah SAW : “ Engkau benar, nikmat apakah yang keempat ?”
Imam Ali menjawab : “Allah menciptakan diriku dapat berfikir dan berkeinginan, bukan pelupa”.
Rasulullah SAW : “Engkau benar, nikmat apakah yang kelima ?”
Imam Ali : “Aku dikaruniai Perasaan untuk dapat mengetahui apa yang keingini, dan Allah mengaruniai aku akal untuk bisa membedakan mana yang haq dan mana yang batil, yang baik dan buruk”
Rasulullah SAW : “Engkau benar, nikmat apakah yang keenam?”
Imam Ali : “Allah memberiku hidayah untuk memeluk agama-NYA dan tidak menyesatkanku dari dari jalan yang lurus”
Rasulullah SAW : “Engkau benar, nikmat apakah yang ketujuh ?”
Imam Ali : “Allah telah menjadikan bagiku daya tahan di dalam kehidupan ini, tidak ada putus-putusnya”.
Rasulullah SAW : “Engkau benar, nikmat apakah yang kedelapan?”
Imam Ali : “Allah menjadikan diriku mahkluk yang sanggup menguasai nafsu bukan makhluk yang dikuasai nafsu”.
Rasulullah SAW : “Engkau benar, nikmat apakah yang kesembilan?”
Imam Ali : “Allah menciptakan bagiku langit dan bumi beserta semua jenis ciptaan Allah yang berada dilangit dan di bumi, dan yang berada di antara keduanya itu.”
Rasulullah SAW : “Engkau benar, nikmat apakah yang kesepuluh?”
Imam Ali tertegun sejenak, kemudian menjawab seraya bergurau; “Allah menciptakan diriku sebagai lelaki bukan sebagai perempuan”.
Hadirin tertawa keras, Kemudian Rasulullah SAW meneruskan pertanyaannya : “Nikmat apalagi setelah semua itu ?”
Imam Ali : “Ya Rasulullah SAW, nikmat Allah banyak sekali. Maha Benar Allah yang telah berfirman: “Dan jika kalian menghitung-hitung nikmat Allah, kalian tidak dapat menghitungnya”.
Rasulullah SAW tersenyum puas dan merasa puas, kemudian berkata : “Hai Abul Hasan, beruntunglah engkau mengetahui hikmah itu semua, dan beruntung jugalah engkau memiliki ilmu pengetahuan seluas itu. Engaku adalah pewaris ilmu yang ada padaku dan engkalah yang menjelaskan kepada ummatku mengenai apa yang kutinggalkan bagi mereka setelah aku wafat. Barangsiapa mencintaimu karena agamamu dan mengikuti jalanmu, ia termasuk orang yang memperoleh hidayah ke jalan lurus. Barangsiapa yang menolak bimbinganmu dan membencimu, ia tidak akan memperoleh kebajikan apapun pada hari kiamat”.
14.KEDUDUKAN IMAM ALI DI SISI RASULULLAH SAW : Rasulullah pernah berkata kepada beliau : “Kecintaan kepadamu bagian dari iman dan kebencian kepadamu bagian dari kemunafikan. Orang pertama yang masuk sorga ialah pecintamu dan orang yang pertama yang masuk neraka adalah pembencimu”. Para ahli riwayat dan para ulama hadist tidak berbeda pendapat, bahwa Rasulullah SAW mengulang-ulang ucapan : “Inilah dia saudaraku!”, selalu mengarahkan pandangannya kepada Imam Ali Bin Abi Thalib Raa kemudian berkata : “Pada dirimu terdapat kemiripan dengan Isa Putera Maryam ! dan tidak ada yang membencimu selain orang munafik !”
SUMBER :
Imamul Muhtadin Sayyidina Ali bin Abi Thalib, HMH Al Hamid Al-Husaini, Jakarta : Pustaka Hidayah, 1989, hlm 58 – 137.