WASIAT ARIA JIPANG KEPADA RAKYAT JAYAKARTA
- Tidak Pemarah
- Tidak Banyak Bicara
- Adil Dan Bijaksana
- Menurunkan sesuatu yang baik
- Budi Pekerti Terpuji Dan Jujur
- Menghindarkan diri dari segala macam pertengkaran
- Berpendirian Teguh
- Membela siapa yang wajib dibela
NASEHAT DAN AJARAN ARIA JIPANG
- Sebarkan Ajaran Nabi Muhammad Rasulullah SAW.
- Turuti perilaku Walisongo, diantaranya puasa untuk menahan hawa nafsu, karena hawa nafsu lebih banyak batilnya.
- Laksanakan Perintah Guru Ratu Pangatur Akur (Pemelihara Kedamaian).
- Laksanakan Wasiat Al Haj Fattahillah.
- Bela Hak Bagi Warga Kaum (Rakyat pribumi).
- Panggilah dia dengan kedudukannya.
- Sabar Menerima Cobaan.
Sumber :
KH Ratu Bagus Ahmad Syar’i Mertakusuma, Kitab Al Fatawi (Silsilatul Syar’i), Palembang: Penerbit Majelis Adat Al Fatawi Jayakarta, 1910, hlm 54.
Keterangan :
Aria Jipang nama lainnya adalah Aria Penangsang (Sayyid Husein) bin Pangeran Sekar Seda Lepen (Sayyid Ali) bin Raden Fattah (Sayyid Hasan), beliau pada tahun 1540 Masehi pernah menjadi Mangkubumi pada pemerintahan Hikmah Jumhuriah Jayakarta yang dipimpin Maulana Hasanuddin bin Sunan Gunung Jati. Pada masa Aria Jipang ini Jayakarta mengalami puncak kejayaan. Islam berkembang dengan pesat diberbagai wilayah Jayakarta. Islam yang berkembang adalah Islamnya Walisongo dan Kesultanan Demak yang menganut faham Ahlussunnah Wal Jama'ah.
Ketika itu Maulana Hasanuddin menjabat sebagai Pangeran Ratu Jayakarta Yang Pertama. Maulana Hasanuddin menjabat dari tahun 1527 s/d 1552 M. Di tahun 1552 Masehi Maulana Hasanuddin Banten diangkat menjadi Sultan Banten Pertama dan bersamaan dengan itu Banten juga memerdekakan diri dan independen dari Kesultanan Demak.
Keberadaan Aria Jipang di Jayakarta adalah atas mandat dari Majelis Dakwah Walisongo dan Kesultanan Demak untuk mendampingi Fattahillah dan Maulana Hasanuddin bin Sunan Gunung Jati/Syekh Syarif Hidayatullah dalam membangun kota Jayakarta yang kini bernama Jakarta. Jayakarta pada waktu itu membutuhkan orang-orang yang ahli dalam bidang pemerintahan dan juga militer. Dari sekian banyak putera-putera Kesultanan Demak, Sultan Trenggono/Sultan Demak III mempercayakan keponakan tercintanya itu untuk membenahi wilayah Jayakarta.
Pasca dilantiknya Maulana Hasanuddin Banten menjadi Sultan, negeri Jayakarta menjadi wilayah kekuasaan Banten. Namun hubungan antara keturunan Banten dan keturunan Demak masih tetap terjalin dengan baik. Pengganti selanjutnya dari Maulana Hasanuddin adalah Pangeran Wijayakusuma dengan gelar Pangeran Wijayakrama yang makamnya ada di jalan raya Tubagus Angke. Keberadaan keluarga Demak tidak berhenti sekalipun Aria Penangsang telah hijrah ke Palembang untuk memperdalam dunia “makrifatnya”. Aria Penangsang sama sekali tidak tewas di Jipang Panolan seperti diceritakan pada babad tanah jawi, justru dia hijrah ke Komering dan Palembang dengan aman bahkan diketahui oleh keluarga besar Kesultanan Demak. Keturunan Aria Jipang atau Aria Penangsang bersama dengan keturunan Banten, Demak, Mataram bahu membahu dalam melakukan perjuangan melawan penjajah Portugis, Belanda.
Sampai saat ini beberapa keturunan Aria Jipang telah ikut mewarnai perjalanan kota Jayakarta, seperti Raden Ateng Kertadria (Pahlawan Perang Pecah Kulit), Pangeran Papak (Pangeran Ahmad Muhammad/Wangsa Muhammad, hijrah ke Garut karena dikejar Belanda) Aria Wiratanudatar (hijrah karena dikejar Belanda ke Cianjur dan kemudian menjadi Adipati Cianjur), Datuk Kidam Kayu Putih (Pendiri Pondok Pesantren di Kayu Putih Jakarta Timur), Syekh Junaid Al Batawi (Maha Guru Ulama Mekkah), Syekh Mujtaba Al Batawi (Ulama Betawi Karismatik), Syekh Abdul Ghoni Mertakusuma (Mufti Betawi Pertama), Guru Mansur (Ahli Falak Betawi), KH Ahmad Syar’i Mertakusuma (pencatat Sejarah Jayakarta), Pendekar Pituan Pitulung (Pendekar Pitung). semua ini tercatat di dalam kitab Al Fatawi dan Al Mausuuah Li Ansabi Al-Imam Al-Husaini.