Tulisan ini adalah sebuah jawaban terhadap fitnah dari kaum Zionis,Atheis, dan oknum-oknum yang mempropagandakan bahwa kedua orangtua nabi Muhammad adalah masuk neraka.
Oleh:
As-Sayyid ShohibulFaroji Azmatkhan Al-Hafizh
Fatwa ini didukung oleh beberapa tulisan Ulama dan Mufti, di antaranya:
1. Imam Jalaluddin As-Suyuthi, Kitab MasalikulHunafa’ Fi Hayati Abawayyil Musthafa.
2. Al-Qadhi Abu Bakar Al-Arabi, Kitab Tafsir Ayatul Ahkam
3. Sayyid Muhammad Abdullah Al-Jurdani, Kitab Fathul ‘Allambi Syarhi Mursyidil Anam
4. Sayyid Ishaq Azuz Al-Hasani Al-Makki, Kitab Al-HujajAl-Waadhihaat Fii Najaat Al-Abawain Wa Al-Ajdaad Wa Al-Ummahaat
5. Prof.Dr. Wahbah Zuhaili, Kitab Tafsir Al-Munir
Bab 1 Pendahuluan
Seorang mukmin sangat meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabiterakhir, nabi yang memiliki kemuliaan dan derajat yang tertinggi, baik dilangit maupun di bumi. Kemuliaannya dinyatakan oleh Allah SWT dengan firman-Nyayang artinya, “Dan sesungguhnya Engkau (ya Muhammad) benar-benarberada di atas akhlaq yang agung.” (QS Al-Qalam: 4).
Jika yang kecil (hamba) menyifati sesuatu dengan “agung”, yang MahaBesar (ALLAH) belum tentu menganggapnya agung. Tetapi jika Allah, YangMahabesar menyifati sesuatu dengan kata “agung”, tidak dapat terbayangkanbetapa besar keagungannya. Dan sudah tentu, makhluk yang agung tidak mungkinkeluar kecuali dari rahim yang agung pula.
BAB 2 Kemuliaan Nasab Nabi Muhammad
Kemuliaan Nabi Muhammad SAW mencakup segala hal, termasuk nasabnya (keturunannya).Beliaulah manusia yang paling baik nasabnya secara mutlak. Nasab beliau beradadi puncak kemuliaan. Musuh-musuh beliau pun memberi pengakuan atas haltersebut.
Nabi SAW pernah menjelaskan bahwa nasabnya (keturunannya), yakni ayah,kakek, dan seterusnya, adalah orang-orang suci dan orang-orang pilihan. Dalamsebuah riwayat At-Tirmidzi dari Abbas bin Abdul Muthalib, beliau mengatakan, “AkuMuhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya Allah telah menciptakanmakhluk, maka Dia telah menjadikan aku dalam sebaik-baik bagian mereka;kemudian Dia menjadikan mereka dua bagian, maka Dia menjadikan aku dalamsebaik-baik bagian mereka, kemudian Dia menjadikan mereka beberapa kabilah,maka Dia menjadikan aku dalam sebaik-baik kabilah mereka; kemudian Dia menjadikanmereka beberapa keluarga, maka Dia menjadikan aku dalam sebaik-baik keluargadan sebaik-baik diri di antara mereka.”
Dalam hadits lain beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah telahmemilih Ismail dari (di antara) anak Ibrahim, dan Dia telah memilih keturunanKinanah dari keturunan Ismail, dan Dia telah memilih Quraisy dari keturunanKinanah, dan Dia telah memilih Bani Hasyim dari keturunan Quraisy, dan Diatelah memilih aku dari Bani Hasyim.”
Dari hadits-hadits di atas jelaslah, beliau adalah keturunan orang-orangpilihan, dan beliau adalah keturunan Nabi Ismail, putra Nabi Ibrahim.
Ayah Nabi SAW, yang bernama Abdullah bin Abdul Muthalib, wafat tatkalaNabi SAW berada dalam kandungan ibundanya. Sedangkan ibunda Nabi SAW, AminahAz-Zuhriyah, wafat tatkala Nabi SAW berusia 6 tahun.
Ayah-bunda Nabi termasuk penduduk Makkah yang tergolong ahlul fatrah,maksudnya orang-orang yang hidup di Makkah pada zaman sebelum diutusnya seorangutusan Allah. Dalam kaitan dengan mereka, adalah sebelum diutusnya NabiMuhammad SAW. Karena itu, tidak ada ancaman siksa sedikit pun bagi kaum yangbelum masuk Islam saat itu, karena ajaran Islam memang belum diturunkan olehAllah kepada umat manusia.
Selain termasuk ahlul fatrah, mereka bukan tergolong para penyembah berhala,orang-orang yang suka berjudi, minum minuman keras, berzina, dan perbuatanhina lainnya. Mereka berdua hidup sebagai masyarakat yang terhormat danberperangai baik, apalagi orangtua mereka, Abdul Muthalib, adalah pembesar utamakota Makkah yang bertugas menjaga kemashlahatan Ka‘bah dan suku Quraisy.
Ayah-bunda Rasulullah SAW adalah orang-orang yang selamat dan tidak terpengaruholeh keyakinan Jahiliyyah, meskipun keduanya orang-orang yang hidup dalam masa fatrah.Demikian juga moyang beliau hingga Nabi Adam AS, tidak seorang pun dari merekayang tergolong kafir dan musyrik.
Sebagaimana ditegaskan dalam kitab Fathul‘Allam bi Syarhi Mursyidil Anam, karya Sayyid Muhammad AbdullahAl-Jurdani, bahwa Rasulullah bersabda, “Aku selalu berpindah dariiga-iga yang suci dan rahim-rahim yang bersih.”
Rasulullah adalah semulia-mulia makhluk. Beliau selalu berada dalam kemuliaandi sisi Allah SWT, sedangkan kemuliaan dan kekufuran jelas tidak mungkinberkumpul.
Di dalam kitab tersebut juga disebutkan sebuah hadits dari‘Urwah dari Aisyah RA yang menegaskan bahwa ayah dan bunda Rasulullah SAW dihidupkankembali oleh Allah, lalu keduanya beriman kepada ajaran Rasulullah SAW,kemudian keduanya dimatikan kembali oleh Allah SWT.
Dengan keterangan-keterangan di atas dan berbagai keterangan lain, kaummuslimin meyakini bahwa ayah bunda Nabi adalah orang-orang suci, orang-orangpilihan, orang-orang yang diselamatkan dari kemusyrikan dan kekufuran sertaperilaku-perilaku buruk kaum Jahiliyah. Sehingga, tempat mereka kelak adalahdi dalam surga. Itulah keyakinan kita berdasarkan dalil-dalil dan keterangan-keteranganyang kuat yang kita dapatkan dari para ulama terpercaya.
Bab 3 Kelemahan Hadits Yang Menyebut Kedua Orang Tua Nabi Masuk Neraka
Tetapi ada segolongan kaum muslimin yang punya pandangan lain. Merekaberpendapat bahwa ayah-bunda Nabi tidak tergolong penghuni surga, melainkansebaliknya. Mereka mendasarkan pendapatnya itu pada hadits yang menyebutkanbahwa Rasulullah mengatakan ayahnya berada di neraka, dan hadits lain yangmenyatakan bahwa beliau tidak diizinkan untuk memintakan ampunan buat ibunya.
Hadits yang pertama adalah hadits riwayat Imam Muslim dari Hammad, bahwasanyaseorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, di manakeberadaan ayahku?”
Rasulullah menjawab, “Dia di neraka.”
Maka ketika orang tersebut hendak beranjak, Rasulullah memanggilnya serayaberkata, “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka.”
Sedangkan hadits yang lainnya menyebutkan, “Aku meminta izin kepadaTuhanku untuk memintakan ampunan buat ibuku, namun Dia tidak mengizinkan Aku.Aku meminta izin untuk menziarahi kuburnya, Aku pun diizinkan.” (HR Muslim).
Berdasarkan hadits-hadits di atas, mereka berani mengatakan bahwaayah-bunda Nabi SAW bukanlah penghuni surga sebagaimana keyakinan kita.
Agar tidak membuat kebimbangan dalam hati kita dan karena ini menyangkutmanusia dan makhluk teragung yang paling kita cintai, marilah kita simak uraianberikut.
Imam Suyuthi menerangkan, Hammad, perawi hadits di atas, diragukan olehpara ahli hadits, dan hanya diriwayatkan oleh Muslim. Padahal, banyak riwayatlain yang lebih kuat darinya, seperti riwayat Ma‘mar dari Anas, Al-Baihaqidari Sa‘ad bin Abi Waqqash, “Sesungguhnya seorang a‘rabi berkata kepadaRasulullah SAW, “Di mana ayahku?’
Rasulullah SAW menjawab, ‘Dia di neraka.’
Si a‘rabi pun bertanya kembali, ‘Di mana ayahmu?’
Rasulullah pun menjawab, ‘Sekiranya kamu melewati kuburan orang kafir,berilah kabar gembira dengan neraka’.”
Riwayat di atas tanpa menyebutkan ayah Nabi berada di neraka. Ma‘mar danAl-Baihaqi disepakati oleh ahli hadits lebih kuat dari Hammad, sehingga riwayatMa‘mar dan Al-Baihaqi harus didahulukan daripada riwayat Hammad.
Seandainya pun hadits Hammad di atas diterima, menurut para ulamaAhlussunnah wal Jama’ah ada beberapa pentakwilan. Antara lain,
Pertama, saat Nabi SAW menjawab pertanyaan orang itu adalah sebelumturunnya firman Allah ayat 15 surah Al-Isra’, yang telah disebutkan di atas.Jadi setelah ayat ini turun, keterangan Nabi SAW kepada si penanya itu pundinasakhkan (dihapuskan).
Kedua, neraka yang dimaksud oleh Nabi SAW adalah neraka dingin pemberijaminan keselamatan (artinya, ya surga), karena ayah Nabi dan ayah sipenanya termasuk ahlul fatrah.
Yang penting juga untuk kita ingat adalah bukti-bukti yang menunjukkankesucian orangtua Nabi dan seterusnya ke atas. Dalam sebuah haditsdikatakan, “Aku (Muhammad saw) selalu berpindah dari sulbi-sulbilaki-laki yang suci menuju rahim-rahim perempuan yang suci pula.” Jelassekali, Rasulullah SAW menyatakan bahwa kakek dan nenek moyang beliauadalah orang-orang yang suci, bukan orang-orang musyrik, karena orang-orangmusyrik dinyatakan najis dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman yang artinya,“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itunajis.” (QS At-Tawbah: 28). Nama ayah Nabi pun Abdullah, cukup membuktikanbahwa beliau beriman kepada Allah, bukan penyembah berhala.
Pernyataan beliau di atas berarti bahwa semua sesepuh beliau, mulaidari ayah-bundanya sampai Adam dan Hawa, tidak ada seorang pun dari mereka yangkafir (mengingkari Allah). Sebab yang dapat disebut “orang suci” hanyalah orangyang beriman. Sungguh indah beberapa bait syair yang ditulis oleh sementara ulama:
Kupastikan keimanan mereka mulai dari AdamHingga ayah beliau yangterdekat dan muliaPara ibu beliau pun seperti merekaDalilnya adalah nashAl-Kitab dan sunnahUngkapan beliau perihal kaum SajidinBanyak riwayat bersanadkanbeliau tentang merekaBeliau berpindah-pindah dari sajid ke sajid lainnyaMerekasemua manusia-manusia terbaik dalam zamannya
Di atas telah disebutkan hadits Nabi yang diriwayatkan Imam Muslimdan Imam Tirmidzi yang mereka shahihkan, yaitu hadits dari Watsilah bin Asqa’RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah telah memilihIsmail dari (di antara) anak Ibrahim, dan Dia telah memilih keturunan Kinanahdari keturunan Ismail, dan Dia telah memilih Quraisy dari keturunan Kinanah,dan Dia telah memilih Bani Hasyim dari keturunan Quraisy, dan Dia telahmemilih aku dari Bani Hasyim.”Berdasarkan hadits ini, Ibn Taimiyahmengatakan, “Hadits di atas menunjukkan bahwa Ismail dan turunannyaadalah orang-orang pilihan dari keturunan Ibrahim.”
Imam Al-Baihaqi meriwayatkan dalam kitabnya, Dalail An-Nubuwwah, dariAnas, disebutkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Aku adalah Muhammadbin Abdillah bin Abdil Mutthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilabbin Murrah bin Ka`ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr binKinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma`ad bin`Adnan. Dan tidaklah terpisah golongan manusia kecuali Allah telah menjadikanaku dalam yang terbaik dari dua golongan tersebut. Maka aku dilahirkan darikedua orangtuaku dan tidak mengenaiku sesuatu pun dari kebejatan Jahiliyah.Dan aku lahir dari pernikahan dan tidaklah aku lahir dari perzinaan dari mulaiNabi Adam sampai pada ayah-ibuku. Maka aku adalah yang terbaik dari kalian darisisi nasab dan orangtua.”
Masih banyak lagi hadits lain yang menjelaskan ihwal orangtua-orangtuaNabi SAW bahwa mereka adalah pilihan Allah SWT. Tidakkah Anda membacakalimat “Sesungguhnya Allah memilih”. Apakah Allah akan memilih orang kafir sedangkandi sana ada orang yang beriman? Apakah Allah memilih penduduk neraka jika disana ada penduduk surga?
Yang juga kita yakini dan disepakati oleh berbagai keterangan, keduaorangtua Nabi termasuk ahlul fatrah, orang yang hidup di masa fatrah, yaknisuatu masa ketika terjadi kekosongan nubuwwah (kenabian) dan risalah(kerasulan). Semenjak Nabi Isa AS hingga diutusnya nabi berikutnya, yakni nabikita SAW, terpaut jarak waktu yang panjang. Umat manusia hidup tanpa adanyarisalah kenabian. Para ulama mengatakan, manusia yang hidup di masa fatrahini tidak dimintai pertanggungjawaban. Mereka mendasarkan pendapatnya padafirman Allah SWT yang artinya, “Dan tidaklah Kami mengadzab (suatu kaum) hinggaKami mengutus seorang rasul.” (QS Al-Isra’: 15).
Dari ayat itu, orang-orang yang hidup sebelum Nabi Muhammad SAW diutus,mereka adalah ahlul fatrah, yang tidak diadzab atas perbuatannya.Karena sebagai bentuk keadilan Allah adalah hanya mengadzab suatu kaum setelahjelas risalah datang kepada mereka namun tidak diindahkan.
Dari ayat itu pula dapat dipahami bahwa keluarga Nabi SAW sebelum dirinyadiangkat menjadi nabi dan rasul adalah ahlul fatrah, dan karenaitu mereka tidak diadzab dan tidak digolongkan sebagai orang-orang musyrik ataukafir.
Inilah sikap yang adil, lantaran secara nalar tentu kita tidak bisamenerima bila seseorang dimasukkan ke dalam neraka padahal tidak ada seorangnabi pun yang mengajarkan agama kepada mereka. Bagaimana Allah, Yang Mahaadil,sampai tega menghukum orang yang tidak tahu apa-apa? Pendapat ini dikemukakanoleh banyak ulama, di antaranya Al-Imam As-Suyuthi.
Berkaitan dengan hadits tentang ibunda Nabi di atas, kalau kita pahamisekilas memang ada kesan bahwa ibunda Nabi SAW itu tidak masuk surga. Sebabpermintaan Rasulullah SAW untuk memintakan ampunan atasnya tidak dikabulkanAllah SWT. Namun kesimpulan itu ditolak oleh para ulama. Mereka menolak bilahadits itu disimpulkan dengan cara demikian. Kalau Allah SWT tidak memperkenankanRasulullah SAW memintakan ampunan untuk ibundanya, tidak berarti ibundanyabukan mukmin. Sebagaimana ketika Rasulullah SAW tidak menshalati jenazah yangmasih punya utang, sama sekali tidak menunjukkan bahwa jenazah itu mati dalamkeadaan kafir.
Adapun larangan Allah SWT untuk memintakan ampunan orang kafir adalahsemata-mata karena orang itu sudah diajak masuk Islam namun tetap membangkangdan akhirnya tidak sempat masuk Islam dan mati dalam keadaan kafir. Sedangkankedua orangtua Nabi SAW sama sekali belum pernah membangkang atau mengingkaridakwah. Sebab mereka ditakdirkan Allah SWT untuk hidup sebelum masa turunnyawahyu.
Ayah-bunda Nabi juga orang-orang yang suci yang tidak ternodai oleh perbuatan-perbuatankeji orang-orang Jahiliyah. Dan Nabi SAW dalam berbagai haditsnya menyatakankebanggaannya (bukan ketakaburan) terhadap keturunannya sebagaimana disebutkandi atas. Dalam hadits yang lain beliau bersabda, “Aku adalah nabiyang tidak berdusta. Aku adalah putra Abdul Muthalib.” (ShahihAl-Bukhari dan Shahih Muslim). Mengenai Abdul Muthalib,kenyataannya, ia termasuk ahlul fatrah. Dan tidak mungkin beliau membanggakanAbdul Muthalib jika ia seorang kafir, sebab hal itu tidak diperkenankan.
Tampak jelas sekali bahwa tidak mungkin orangtua Nabi adalah orang-orangkafir atau musyrik. Sedangkan Nabi SAW telah membanggakan nasab keduaorangtuanya sebagai nasab yang terbaik. Demikian juga ucapan Nabi SAW kepadaSa‘ad bin Abi Waqqash pada Perang Uhud ketika beliau melihat seorang kafirmembakar seorang muslim, Rasulullah SAW bersabda kepada Sa‘ad, “Panahlah dia,jaminan keselamatanmu adalah ayah dan ibuku!”
Maka Sa‘ad berkata dengan gembira, “Rasulullah SAW mengumpulkan akudengan nama ayah dan ibunya!” (HR Al-Bukhari, bab Manaqib Zubair bin Awam, babManaqib Sa‘ad bin Abi Waqqash).
Bab 4. Nabi Muhammad lahir Dari Rahim Wanita yang Suci
Bagaimana mungkin Sa‘ad berbahagia disatukan dengan orangtua Rasulullahjika keduanya orang-orang musyrik? Secara logika kita dapat mengatakan,mungkinkah nabi umat Islam, nabi termulia, lahir dari rahim perempuan musyrik,padahal Nabi Isa AS lahir dari rahim wanita yang suci? Banyak wanita yangberiman melahirkan anak-anak yang tidak memiliki keistimewaan, sedangkanRasululluh keistimewaannya diakui di dunia, langit maupun bumi. Mungkinkah ialahir dari perempuan musyrik. Sungguh tidak mungkin!
Banyak keterangan yang dapat kita jadikan pegangan demi menguatkankeyakinan kita ini.Nabi SAW bersabda, “Aku berdoa memohon kepada Tuhanku,agar tidak ada satu pun keluargaku yang masuk neraka, maka doaku dikabulkan.”(Hadits riwayat Abu Sa`id Abdul Malik bin Abi Utsman, disebutkan dalamkitab Dzakhairul `Uqba, karya Al-Hafizh MuhibbuddinAth-Thabari).Sedangkan yang dimaksud keluarga Nabi SAW (ahlulbayt), menurut para jumhur ulama, adalah para istri Nabi SAW dan ahlul kisa(Sayidina Ali, Sayidatina Fathimah, Sayidina Hasan, dan Sayidina Husain). Jikapara istri, anak, menantu Nabi SAW dikategorikan sebagai keluarga Nabi SAW,bagaimana dengan ayah-bunda Nabi SAW? Tentu beliau berdua tergolong keluargaNabi, yang dijamin masuk surga.
Mungkin Anda akan bertanya, jika orangtua-orangtua Nabi, mulai dari ayahnya,kakeknya, dan seterusnya, semuanya orang-orang pilihan, orang-orang suci, danorang-orang yang beriman kepada Allah, bagaimana dengan Azar, yang disebutkandalam Al-Qur’an sebagai ayahanda Nabi Ibrahim namun tak mau beriman kepadanya?
“Ayah” Nabi Ibrahim AS yang disebut dalam Al-Qur’an sesungguhnya adalahpaman beliau. Di dalam Al-Quran terdapat beberapa lafazh ab (ayah)digunakan untuk menyebut amm (paman).Demikianlah menurutImam As-Suyuthi yang dikemukakannya dalam risalah-risalahnya yang terkenal.
Di antaranya Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an yang artinya, “Adakahkalian hadir ketika Ya`qub menjelang ajalnya. Ketika itu ia bertanya kepadaanak-anaknya, ‘Apa yang hendak kalian sembah sepeninggalku?’
Mereka menjawab, ‘Kami hendak menyembah Tuhan-Mu dan Tuhan ayah-ayahmu(para orangtuamu), Ibrahim, Ismail, dan Ishaq…” (QS Al-Baqarah: 133).
Yang jelas, Ismail AS bukan ayah Ya‘qub AS, melainkan pamannya. Di dalamAl-Qur’an juga terdapat sebuah ayat yang menerangkan, Ibrahim AS dilarangmemohonkan ampunan bagi ayahnya, setelah diketahui bagaimana sikap ayahnyaketika ia mendengar tindakan Ibrahim AS menghancurkan berhala-berhala.Berkaitan dengan itu Allah berfirman yang artinya,“Tidak patut bagiseorang nabi dan orang-orang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah) bagiorang-orang musyrik…” (QS At-Tawbah: 113).
Di kemudian hari setelah Nabi Ibrahim AS menyelesaikan pembangunanKa‘bah pada akhir hidupnya, beliau berdoa yang artinya, “Ya Allah,ampunilah aku dan kedua orangtuaku.” (QS Ibrahim: 41). Jika larangan istighfarpada ayat tersebut pertama ditujukan kepada ayah Nabi Ibrahim yang sebenarnya,tentu beliau tetap tidak boleh memohonkan ampunan lagi setelah dilarang!
Bagaimana dengan riwayat bahwa Nabi SAW menangis di pusara ibunya danhadits tersebut dikatakan sebagai asbabun nuzul dari ayat 113 dari surahAt-Tawbah yang artinya, “Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orangyang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupunorang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi merekabahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam”?
Riwayat itu dinilai dhaif oleh pakar hadits Adz-Dzahabi, karena dalamrenteten perawinya terdapat nama Ayyub, yang berstatus lemah. Pakar tafsir Dr.Wahbah Az-Zuhail mengomentari ulama yang menyatakan hadits tersebut sebagaisebab turunnya ayat 113 QS At-Tawbah, dengan komentar bahwa itu jauh darifakta, sebab orangtua Rasul hidup di masa fatrah, sehingga tidak tepat haditstentang tangisan Nabi SAW di pusara ibunya sebagai sebab turunnya ayattersebut (lihat Tafsir Al-Munir, juz 6, hlm. 64).
Dan banyak lagi hadits yang senada dengan itu, namun dengan redaksi yangberbeda, seperti yang diriwayatkan, Ahmad, Muslim, Abu Dawud dari jalur AbuHurairah.
Hadits tersebut tidak dapat dijadikan dalil kemusyrikan ibunda Nabi SAWkarena alasan-alasan berikut.
Pertama, hadits tersebut secara manthuq (tekstual) tidakmenyebut kekafiran atau kemusyrikan ibu Nabi secara tegas dan jelas, sehinggasuatu tindakan ceroboh kalau dengan ketidakjelasan manthuq hadits tersebutlangsung menyatakan kemusyrikan ibunda Nabi SAW.
Kedua, hadits-hadits yang menyatakan bahwa kejadian Rasulullah menangis dikuburan ibunya di kota Makkah, menurut Ibnu Sa‘ad, adalah salah, sebab makamibu Nabi bukan di Makkah, melainkan di Abwa (suatu wilayah yang masih masukkota Madinah).
Ketiga, hadits-hadits tersebut, termasuk hadits mengenai ayahanda Nabi sebagaimanadisebutkan di atas, dibatalkan (mansukh) oleh surah Al-Isra’ ayat 15yang telah disebutkan. Karena mereka, ayah dan ibunda Nabi SAW, hidup sebelumada risalah nubuwwah. Karena itu mereka termasuk ahlul fatrah yangterbebas dari syari’at Rasulullah SAW.
Keempat, khusus hadits riwayat Muslim tentang ayahanda Nabi, yang dimaksud“ayahku” dalam hadis tersebut adalah paman. Karena, di dalam Al-Qur’an, seringkali, ketika ada kataabun (ayah), yang dimaksudadalah `ammun (paman), jadi bukan orangtua kandung.
Dan untuk penyebutan orangtua kandung, biasanya Al-Qur’an menggunakankata walid,sebagaimana firman Allah yang artinya, “Ya Tuhankami, ampunilah aku dan ibu-bapakku....” (QS Ibrahim 41).
Kelima, hadits-hadits tersebut bertentangan dengan nash hadits lain sepertiyang disebutkan di atas bahwa Nabi SAW lahir dari nasab yang suci.
Keenam, dikatakan oleh Al-Qadhi Abu Bakar Al-A‘rabiy bahwa orang yang mengatakanorangtua Nabi SAW di neraka, mereka dilaknat oleh Allah SWT, sebagaimanaFirman-Nya yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah danRasul-Nya, Allah akan melaknat mereka di dunia dan akhirat, dan disiapkan bagimereka adzab yang menghinakan.” (QS Al-Ahzab: 57). Berkata QadhiAbu Bakar, “Tidak ada hal yang lebih menyakiti Nabi SAW selain dikatakan bahwaayahnya atau orangtuanya berada di neraka.” Demikian dikatakan As-Suyuthidalam kitab Masalikul Hunafa’ Fi Hayati Abawayyil Musthafa.
Bab 5 Kesimpulan/ Penutup
Demikian pendapat ulama bahwa orangtua Nabi SAW bukan orang-orangmusyrik, karena wafat sebelum kebangkitan risalah dan menjadi ahli fatrah, dantak ada pula nash yang menjelaskan mereka sebagai penyembah berhala. Di antaraulama yang berpendapat bahwa orangtua Nabi bukan musyrik adalah Al-ImamAsy-Syafi‘i dan para ulama besar Syafi‘i dan madzhab-madzhab lainnya, sepertiAl-Hafizh Al-Muhaddits Al- Imam Al-Qurthubi, Al-Hafizh Al-Imam As-Sakhawi,Al-Hafizh Al-Muhaddits Al-Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi yang mengarangsebuah buku khusus tentang keselamatan ayah-bunda Nabi SAW, Al-Hafizh Al-ImamIbn Syahin, Al-Hafizh Al-Imam Abubakar Al-Baghdadi, Al-Hafizh Al-ImamAth-Thabari, Al-Hafizh Al-Imam Ad-Daraquthni, dan masih banyak lagi yanglainnya.
Syaikh Al-Qhadhi, salah seorang imam dari Madzhab Malikiyyah, pernahditanya ihwal bahwa orangtua Nabi SAW berada di neraka. Maka ia menjawab, “Mal`un (terlaknatorang itu), karena Allah SWT berfirman yang artinya, ‘Sesungguhnya orang-orangyang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah melaknat mereka di dunia dan diakhirat, dan menyiapkan untuk mereka adzab yang hina’.” (QS Al-Ahzab: 57).Adakah yang lebih menyakiti hati Rasulullah SAW dari mengatakan bahwa orangtuaRasulullah SAW berada di neraka?