Saya mengetahui nama beliau ini melalui penuturan dan riwayat yang disampaikan oleh orangtua saya, sekalipun saya belum pernah melihat wajahnya, namun keberadaan nama beliau ini sudah sejak kecil saya ketahui melalui cerita ayah saya yang dahulu ketika mudanya banyak hidup di daerah senen tanah tinggi Jakarta Pusat, sebuah daerah Betawi yang cukup tua. Bila bercerita tentang Mat Bendot ini bahkan ayah saya seperti ada rasa rindu kepada sosok "seniornya itu". Bahkan dua bulan yang lalu saat saya ke pasar senen untuk membeli sesuatu, saya sempat bertemu dengan salah seorang tukang parkir yang cukup tua (tapi kesan jawaranya sangat keliatan), secara iseng saya bertanya apakah beliau kenal sosok Mat Bendot, begitu saya bertanya tentang Mat Bendot, ternyata dia cukup kaget karena dia tidak menyangka saya tahu Mat bendot, dan ternyata tukang parkir itu asli tanah tinggi, kemudian dia juga akhirnya banyak bercerita tentang sosok Mat Bendot tersebut. Di Samping itu, berdasarkan riwayat dari salah seorang cicit KH Ahmad Syar'i Mat Bendot ini ternyata sangat dekat dengan keluarga besar keturunan Jayakarta, termasuk dengan keluarga kumpi Ahmad Syar'i.
Pasar Senen pada tahun 1950an sangatlah unik bila dikaji sejarahnya, disini banyak hidup berbagai golongan manusia, dari mulai "yang bener" sampai kepada "yang blangsak'. antara jawara, pedagang, seniman, tokoh politik bahkan ulama, campur baur didaerah ini. sehingga bagi orang Betawi yang usianya saat ini diatas 75, pasti akan ingat bagaimana sejarah kehidupan daerah yang satu ini. Etnis yang paling menonjol pada saat itu sudah tentu adalah orang Betawi sendiri, disamping juga saat itu ada terdapat etnis Sumatra seperti Palembang, Batak, Jawa, Sunda, Sulawesi, Ambon, dll.
Sehingga sangat tidak aneh, jika berdasarkan riwayat dari orangtua saya, banyak jawara-jawara betawi maupun non Betawi yang beliau kenal yang terdapat di berbagai wilayah Jakarta pada saat itu, seperti jawara Citra dari Priuk, Lagoa, Bir Ali dari Kampung cikini kecil (sekarang sudah hilang dan tinggal makam Habib Abdurrahman Al Habsyi), Haji Mas Said banten dari Gang Kancil Glodok, Letnan CPM John Subur Dari Bearland (gugur pada operasi merebut Irian Barat), Haji Taba dari Tanjung Barat, Haji Nambeng dari lebak bulus, dan masih banyak lagi lainnya. Di Samping Jawara Senen juga terkenal dengan Senimannya seperti WD Muhtar, Aminah Cendrakasih, Misbah yuran, Soekarno M Noor, bahkan Harmoko mantan menteri penerangan, tidak tanggung-tanggung Gubernur DKI yaitu Letnan Jenderal Marinir Ali Sadikin, bahkan "lulusan" Senen. Cobra begitu karismatik, sampai-sampai Kusni Kasdut yang merupakan penjahat legendaris menaruh hormat terhadap dedengkot COBRA seperti Bang Fi'i, Mat Bendot, bahkan dengan ayah saya beliau mempunyai panggilan khusus. Kasdut yang begitu ditakuti justru tidak pernah mengutak atik COBRA karena kebanyakan anggota COBRA sama-sama pejuang kemerdekaan, profesi yang sama dengan dia pada masa kemerdekaan dulu, KASDUT dulunya adalah pejuang kemerdekaan, hanya karena dia salah jalan maka dia jadi perampok.
Mat bendot sendiri adalah seorang yang sangat berpengaruh di Pasar Senen Jakarta Pusat, dia adalah orang kedua dalam Organisasi COBRA, Organisasi yang malang melintang ditahun 1950 s/d tahun 1965 dengan pimpinan besarnya Letkol Imam Syafi'i (Bang Fi'i). Organisasi COBRA atau CORPS BAMBU RUNCING adalah organisasi yang didirikan Bang Fi'i, pasca kemerdekaan. Organisasi ini terdiri dari para eks para pejuang Jakarta yang tidak diakomodir menjadi anggota TNI, sehingga atas dasar persamaan nasib Bang Fi'i mendirikan Organisasi ini. Dapat dikatakan COBRA ini adalah bentuk "protes" kaum yang terpinggirkan oleh pemerintah padahal keberadaan mereka ikut terlibat dalam perjuangan bangsa.
COBRA ditahun 1950an begitu berpengaruh di seantero Jakarta. Jakarta ditangan COBRA menjadi Aman. Dari sekumpulan para ex pejuang, kemudian karena rasa solidaritas anggotanya , banyak para jawara dan juga golongan hitam, bahkan seniman menjadi anggota organisasi legendaris ini. Keanggotaan COBRA akhirnya menjadi begitu beragam, namun titik sentralnya tetap dipegang oleh Bang Fi'i bersama Mat Bendot. COBRA sendiri menurut ayah saya anggotanya unik, dari yang biasa-biasa saja sampai yang paling "mengerikan". Berapa kali mereka yang "mengerikan" itu sering "jail" kepada anggota COBRA Itu sendiri, entah itu mengetes "MAEN PUKULAN" atau juga mengetes Nyali, bahkan mereka juga ada yang "RAJA TEGA" sama yang dianggapnya "enggak enak". tapi pada akhirnya semua itu harus tunduk sama keputusan yang ditetapkan sama Bang fi'i dan Bendot.
Diantara sekian banyak anggota COBRA nama MAT BENDOT sangatlah berpengaruh dimata seluruh anggota COBRA, pada masa itu sebagian anggota COBRA banyak dibekali dengan Senjata Api sisa perang kemerdekaan oleh Bendot (sudah pasti atas izin "atasannya"). COBRA seolah dulu menjadi "penguasa tunggal" di Jakarta. Sehingga keberadaan organisasi lain seolah tenggelam, bahkan nama besar COBRA sampai terdengar di Jawa Timur, sehingga ada beberapa Genk Jawa Timur mengajak "bersahabat" dengan beberapa anggota COBRA.
Sosok mat Bendot digambarkan tinggi besar dan kulitnya agak kehitaman, sifatnya ngemong kepada anak buahnya, dan dia tahu bagaimana mengatasi persoalan-persoalan yang terjadi pada COBRA dan juga wilayah Senen.
COBRA ditahun 50an seperti melenggang sendirian, sekalipun saat itu ada juga genk lain seperti CANARY BOYS, KWITANG BOYS, SELENDANG BOYS, namun nama COBRA sangat begitu berpengaruh, sehingga tidak heran COBRA selalu mendapatkan tantangan untuk "berduel" guna menunjukkan siapa organisasi yang terbaik, terkadang duel satu lawan satu lewat "maen pukulan" ataupun kadang duel adu tembakan dilakukan pada masing-masing andalannya, tidak ada waktu itu yang namanya keroyokan, semua dilakukan dengan penuh kesatria. Dalam duel itu akan kelihatan, mana jawara yang punya "maenan" mana yang punya "simpanan", kalau soal kebal, racun, itu sudah biasa, namun kalau soal "kecerdikan" itu hal yang jarang, namun jika sudah kalah kadang jadi saudara dan malah sudah seperti saudara kandung, jika menang malah dapat pengikut bahkan semakin kuat. intinya sikap kebersamaan pada masa itu itu sangat kuat, terutama dalam hal "Kejawaraan". Kunci utama untuk menjadi Anggota Cobra adalah Nyali dan Nekat, tembak, tembak benar, mukul, mukul benar, tapi kalau bersahabat, sahabat yang benar bukan justru jadi penghianat, kalau ada penghianat siap-siap saja dihajar Mat bendot, karena di Cobra diajarkan kebersamaan dan tidak boleh saling tikam.
Mat Bendot sebagai orang yang dituakan setelah Bang Fi'i, beliau bertugas mengkoordinir Jawara-jawara yang berkumpul dipasar senen pada masa itu, jawara-jawara yang mempunyai kemampuan khusus beliau bekali dengan senjata api dan juga diberikan beberapa wilayah khusus. Mat Bendot sendiri dalam kehidupan sehari hari sering membawa cemeti, kadang juga suka membawa kuda. sehingga keberadaannya ditengah jawara lain sangat karismatik, anehnya Mat Bendot ini tidak pernah menantang atau mencari perkara dengan geng lain. Dan salah satu ciri khas zaman itu, sekeras-kerasnya para Jawara, maka mereka tidak akan pernah menindas kaum fakir miskin atau rakyat jelata, solidaritas para jawara juga kompak dan sekalipun mereka jawara, mereka itu sangat hormat terhadap ulama. Jawara dan ulama sejak dulu dibetawi hubungannya sangat harmonis.
Cerita Mat Bendot ini akan semakin menarik ketika saya ketahui bahwa hubungan ayah saya dan Mat Bendot sangatlah dekat, sejak masuk COBRA tahun 1951 s/d 1963 ayah saya adalah produk asli dari COBRA dan didikannya langsung dari MAT BENDOT. Setiap ada "tugas khusus", biasanya MAT BENDOT selalu memberikannya kepada ayah saya, sehingga menurut ayah saya hubungan beliau dengan Mat bendot sudah seperti kakak dan adik. Sehingga wajarlah jika ayah saya pernah tinggal di tanah tinggi dan menjadi "anak emasnya" Mat Bendot.
Setelah ayah saya tidak aktif dan berhenti total menjadi anggota COBRA ditahun 1964 bahkan sampai akhir hidupnya, ayah saya sempat pula di tahun 1966 mendapatkan surat khusus yang dibawa oleh utusan COBRA ke Palembang atas nama MAT BENDOT untuk ke Jakarta guna mengamankan kota Jakarta yang saat itu sedang terjadi demonstrasi yang dilakukan angkatan 1966, namun ayah saya sudah menyatakan diri tidak terlibat lagi kegiatan di Jakarta bahkan dilarang keras kakek dan nenek saya untuk berangkat ke Jakarta. Saat itu Bang Fi'i menjadi anggota kabinet 100 menteri dan sempat mendapatkan hujatan dari Mahasiwa dengan julukan "Menteri Copet", padahal Bang Fi'i hanya merupakan loyalis Soekarno bahkan merupakan pengikut setia Jenderal Abdul Haris Nasution. Sikapnya yang loyal dan soekarnoisme serta dekat dengan Pak Nas, akhirnya menyebabkan dirinya ditindas orde baru dan kroninya, bagi sebagian angkatan 66 mungkin nama Bang Fi'i buruk, tapi bagi saya Bang Fi'i hanya merupakan korban politik belaka, karena pada masa orde baru yang didalamnya terdapat sebagian aktivis 66, justru kehidupannya tertindas bahkan sampai dipenjara dengan status yang tidak jelas, namun dia ternyata tidak dendam kepada Pak Harto dan juga angkatan 66.
Secara tidak disangka, ketika ayah saya sudah kembali lagi ke jakarta di tahun 1971, banyak sahabatnya mengajak kembali untuk "aktif", namun beliau menolak secara halus, baru pada tahun 1980 ayah saya akhirnya tanpa disengaja pernah bertemu MAT BENDOT di Monas saat olahraga, dan segera diteriaki oleh Mat Bendot dan dihampiri serta langsung dicium kepalanya oleh Bendot dengan rasa terharu, karena Mat Bendot mengira ayah saya sudah "hilang" dari muka bumi ini. saat itu ternyata Mat Bendot sudah melakukan haji dan membuat madrasah di tanah tinggi, dan kemudian namanya yang asli dipakai kembali yaitu HAJI AHMAD BENYAMIN. Dan tanpa saya sangka ternyata Mat bendot latar belakang keluarganya berasal dari Kayu Putih Tanah Tinggi yang merupakan tempat tinggalnya keturunan Jayakarta asli...berdasarkan riwayat cucu Syekh Abdul Ghoni memang dulu wilayah Kayu Putih banyak dihuni para Jawara dan Ulama, dan para Jawaranya biasanya selalu meminta doa kepada Syekh Abdul Ghoni atau Guru Gani yang legendaris itu, dan Mat Bendot ini ternyata sama-sama memiliki garis keturunan yang sama dengan ayah saya! benar-benar tidak saya sangka dan unik....aneh....
Tahun 80an saya mendengar jika Jawara Kondang itu akhirnya kemudian menjadi religius....dan sempat berapa kali bertemu dengan ayah saya dan menasehati ayah saya agar segera berangkat haji....beliau berkata, untuk tidak khawatir bila tidak ke Mekkah karena miskin, yang penting niat ada dan tidak putus asa atas Rahmat Allah, dan alhamdulilah, ayah saya akhirnya tahun 1993 dan tahun 2002 bisa berangkat haji.
Saya tidak mendengar lagi kabar Mat bendot atau Haji Ahmad Benyamin ini, yang saya tahu beliau wafat tahun 1985 atau 1986, setelah wafatnya Bang Fi'i. terakhir saya mengetahui riwayat beliau tahun 1989 - 1990 saat saya mengetahui bahwa satpam di SMA saya adalah mantan Anggota COBRA dan sejak saat itu Satpam tersebut selalu "melindungi" saya jika ada yang mau macam-macam...ah ada-ada saja...
Tahun 1993 s/d tahun 1999 saat saya kuliah, saya bertemu dengan salah satu ajudan gus dur yang bernama Babe Abdul Shomad asli Betawi kelahiran Kenari (25 tahun jadi ajudan Gus Dur) yang kebetulan anaknya adalah sahabat saya, dan ternyata beliau juga mengetahui betul sejarah COBRA dengan Bang Fi'inya dan juga Mat Bendot, saya tambah senang karena ada patner dalam hal sejarah Betawi, tapi pas saya bilang, "Babe kenal gak sama babe saya yang ciri-cirinya seperti ini"......eh Babe Shomad kaget sambi teriak....."Babe loe gila.....!!!!" Ah.....kok begitu be.....? tanya saya.....? "lo tanya aja sendiri sama babe loh! kata babe Shomad... sambil ngedumel ala Betawi....terus beliau bilang, "Loe Yang bener kuliah ya.....", "kudu jadi orang bener dan taat sama igame...." , "jangan kayak bapak loe...." sambil geleng-geleng.......Sahabat saya hanya cengar-cengir begitu mendengar dialog saya dengan babe shomad....bahkan sahabat saya bilang, "bapak loe kayaknya barisan "gila" ya di senen.....", saya bilang,"ah mak dikipe ente ..." sambil saya cengar-cengir.........Nah pas saya tanya sama ayah saya, kenal tidak sama Babe Shomad dan saya ceritain kisah ayah saya dimata babe shomad, eh ayah saya hanya senyum-senyum dan sepertinya sudah saling kenal.....dan ayah saya kemudian ngasih salam kembali kepada babe Shomad, ah, entahlah ada apa sama mereka berdua itu....hehehe, yang jelas kenangan ayah saya dengan para Jawara dan khususnya dengan Mat Bendot telah mewarnai kehidupannya, walaupun selama hidupnya berapa kali diundang "Alumni Senen" untuk kumpul reuni ayah saya tidak pernah hadir, namun beliau selalu bilang kepada saya untuk tidak putus silaturahimnya dengan para keturunan Jawara-jawara tersebut, plus juga para pejuang dan ulamanya, oleh karena itu sangatlah wajar jika saya sangat mencintai Betawi hingga saat ini.
Sumber :
Riwayat Yang Dituturkan Oleh Al Haj Husein Djawa Bin Sulaiman bin Said (ayah penulis), Ex Anggota Cobra termuda 1951 - 1963