Babad Tanah Jawi, siapa yang tidak kenal buku yang satu ini, khususnya bagi mereka yang mendalami sejarah dan budaya Jawa, Babad Tanah Jawa atau Babad Tanah Jawi ini adalah “buku wajib” yang harus dimiliki bagi mereka yang ingin mempelajari sejarah Jawa. Buku ini seolah menggambarkan sejarah pulau Jawa secara utuh, mulai dari tokoh, asal-usul dan segudang informasi yang katanya sangat “berharga”. Sampai saat ini tidak sedikit fihak yang sangat terkagum-kagum dengan “kitab” yang satu ini. Seolah “kitab” ini adalah kitab “sucinya” bagi orang yang ing in mempelajari budaya Jawa, baik Jawa yang ada di Barat, Tengah maupun Timur.
Sama seperti Naskah Wangsakerta yang penuh kontroversi namun masih sering digunakan, Babad Tanah Jawi sekalipun kontroversi, peminatnyapun juga masih banyak, bahkan dijadikan “bagian penting” atau “standar wajib” dalam menalaah dan mengukur sejarah yang ada di Jawa.
Buku Babad Tanah Jawa yang selama ini banyak beredar ditengah masyarakat adalah “buah karya” dari terjemahan dari Punika Serat Babad Tanah Jawi Wiwit Saking Nabi Adam Doemoegiing Taoen 1647 yang disusun oleh W. L. Olthof di Leiden, Belanda, pada tahun 1941 Masehi. Sebelumnya Versi Meinsma sudah duluan beredar pada tahun 1874 M. Disamping itu secara kebetulan kami juga memiliki edisi buku babad tanah jawa yang disusun oleh Dr. Purwadi, Wirjapanitra, Drs. Suwito. Versi Babad Tanah Jawi sendiri sebenarnya banyak namun sekalipun banyak versi perbedaannya tidak terlalu jauh.
Seperti pada pengertian babad pada umumnya, di dalam buku ini terdapat cerita-cerita tentang pendirian sebuah negara (kerajaan) dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di seputar kerajaan tersebut. Sayangnya sampai saat ini bila kita kaji, isi dari Babad Tanah Jawi masih banyak yang bersifat mitos dan pengkultusan, namun anehnya masih banyak juga yang masih “percaya” penuh dengan isinya. Sampai saat ini buku tersebut sangat digemari banyak fihak, karena dianggap merupakan “gambaran utuh” sejarah di tanah jawa. Kitab ini bahkan sangat dianggap “bermanfaat” dan bisa membantu “wawasan” anda.
”Buku Babad Tanah Jawi sendiri banyak versi, Menurut ahli sejarah Hoesein Djajadiningrat, kalau mau disederhanakan, keragaman versi itu dapat dipilah menjadi dua kelompok. Versi Pertama, babad yang ditulis oleh Carik Braja atas perintah Sunan Paku Buwono III. Tulisan Braja ini lah yang kemudian diedarkan untuk umum pada 1788 Masehi. Sementara versi kedua adalah babad yang diterbitkan oleh Pangeran Adilangu II dengan naskah yang bertahunkan 1722 Masehi. Namun intinya semua isi Buku Babad Jawi yang selama ini beredar sama.
Kami sendiri sampai sekarang bertanya-tanya benarkah tulisan Babad Tanah Jawi yang beredar dan pertama kali diterbitkan Meinsma pada tahun 1874 itu benar-benar asli dari hasil karya penulis pujangga-pujangga Jawa terdahulu, mengingat yang menerjemahkan fihak penjajah kolonial. Apalagi pasca “kekalahan” Pangeran Diponegoro fihak Penjajah ini merubah strategi dalam menghadapi perlawanan dengan cara menerbitkan buku-buku seperti Babad Tanah Jawi, mengingat masyarakat Jawa memang menyenangi kebudayaan dan seni seperti Forklore (cerita rakyat) atau pertunjukan-pertunjukan seni. Apakah sebegitu buruknya pujangga-pujangga kita terdahulu dalam menulis sejarah bangsanya, apalagi jika itu menyangkut Walisongo dan tokoh Kesultanan-Kesultanan Islam ?
Kasus buku Babad Tanah Jawi ini juga kami samakan dengan naskah wangsakerta yang diklaim Penulisnya adalah Pangeran Wangsakertaa. Padahal Pangeran Wangsakerta adalah Keturunan Cirebon dan merupakan sosok yang sangat membenci Belanda, namun kenapa ada Sejarawan belanda senang ?
Beberapa “sejarawan” belanda seperti De Graff “sangat percaya” dengan isi buku babad tanah Jawa terutama sejak masa Pajang sampai pada masa abad ke 18. Walaupun demikian menurut kami apa yang dipercayai De Graff ini juga patut dikritisi, Benarkah pada era tersebut itu semua data yang ada pada buku ini bisa mentah-mentah kita percayai ? Disamping itu tokoh sejarah lain yang juga tidak kalah tertariknya dengan buku ini adalah Meinsma, bahkan pada tahun 1874 Masehi, Meinsma menerbitkan versi prosa yang dikerjakan oleh Kertapraja. Meinsma mendasarkan karyanya pada babad yang ditulis Carik Braja. Karya Meinsma ini lah yang banyak beredar hingga kini.”
Perhatikan, siapa saja yang tertarik dan “semangat” mensosialisasikan buku Babad Tanah Jawa ini:
- Dr. De Graff Dan Dr. Piageud (mereka yang menulis sejarah kerajaan Islam di Jawa, isi dari buku ini sebagian kami mendapati hal-hal yang janggal terutama penulisan beberapa nasab yang campur aduk)
- Meinsma
- Dr WL Olthop
Mereka adalah sejarawan yang berasal dari dari fihak kolonial penjajah, dan menjadi sebuah pertanyaan besar, kenapa mereka ini sangat “semangat” sekali mengsosialisasikan buku yang satu itu. Kami bukan berarti tidak memakai buku yang ditulis De Graff misalnya, namun memang jika kami amati ketika dia sudah masuk pada penulisan silsilah ataupun nasab, seringkali kami mendapati satu dengan yang lainnya saling bertentangan.
Buku ini menurut kami bukan saja menyimpang tapi buku ini jelas sangat merusak pemahaman sejarah dan nasab leluhur kita, terutama keluarga besar Walisongo. Yang juga menjadi perhatian kami, kenapa ketika berbicara masalah Nasab atau silsilah tokoh-tokoh Islam, kebanyakan buku Babad Tanah Jawi banyak terdapat penyimpangan, dan menurut kami bukan tidak mungkin bahwa ini adalah faktor kesengajaan. Karena sepengalaman kami, jika sejarah sudah salah menulis silsilah atau nasab seorang tokoh, akan biaslah sejarah kedepannya, khususnya yang bersangkutan dengan tokoh tersebut. Satu satu saja diselewengkan maka akan “bablaslah” ke depannya, sekalipun faktor silsilah atau nasab ini sering dianggap kecill dan sepele, namun kalau saja kita mau kritis, maka kita akan melihat betapa besar akibat dari adanya kesalahan sebuah penulisan sejarah jika dilihat dari silsilah dan nasab.
Akademisi dan intelektual yang berani mengambil sumber dari buku ini sebagai bagian penting (bukan sebagai pembanding) kebanyakan karyanya kurang begitu diakui oleh sebagian sejarawan. Salah satu korbannya adalah Prof. Dr. Slamet Mulyana, dia pada tahun 1968 menulis sebuah buku yang berjudul Runtuhnya Kerajaan Majapahit dan Timbulnya Kerajaan Islam di Nusantara. Slamet Mulyana, disamping menggunakan “naskah Resident Poortman’ (naskah fiktif yang tidak pernah ada), dia juga menggunakan rujukan dari buku Babad Tanah Jawa, sehingga akhirnya karyanya ini kurang mendapat pengakuan dari sejarawan UGM dan juga UI.
Beberapa keanehan dan “kerusakan” data Isi Babad Tanah Jawa sampai tahun 1647 Masehi dan juga Babad Tanah Jawi Galuh Mataram adalah sebagai berikut :
- Nabi Adam diturunkan di tanah Jawa, (baru kali ini ada pendapat yang mengatakan bahwa Nabi adam diturunkan di Jawa, padahal dalam riwayat Mashyur, Nabi Adam diturunkan di kota Jeddah)
- Nasab Nabi Adam sampai kepada masa Walisongo yang sangat aneh (Nasab-nasab yang tercatat di buku ini betul-betul sangat kacau, antara dunia pewayangan dan mitos dicampuradukkan, lihat dibawah nanti).
- Nabi Syits Alaihi Salam memiliki keturunan Nurcahya kemudian Nurcahya Nurasa mempunyai anak yang bernama Sanghyang Wening, Sanghyang Wening kemudian mempunyai anak yang bernama Sanghyang Tunggal, Sanghyang Tunggal kemudian mempunyai anak bernama batara guru. (Nabi Syits ini tidak pernah tertulis bila nasabnya seperti yang diurai dalam buku ini, tidak tercantum nama-nama tersebut dalam uraian nasab para Nabi dan Rasul dan Keturunan Nabi Adam yang mahsyur, nama-nama tersebut jelas merupakan nama-nama yang berasal dari hindu budha, sedangkan Hindu Budha dengan masa Nabi Syits dan keturunan keturunannya belum ada, Masa keturunan Nabi Syits yang disebut sangat berjauhan dengan masa timbulnya agama hindu dan budha, jelas ini adalah nasab yang salah)
- Batara guru adalah selingkuhan putri kerajaan medang (mereka melakukan skandal, jelas ini adalah cerita yang sangat mirip dengan isi beberapa kitab dari dari akidah lain yang isinya banyak bercerita tentang pornografi, kalau anda jeli dan mau membaca beberapa kitab dari sebuah akidah lain, anda akan menemui cerita-cerita yang tidak masuk akal tentang Nabi dan Rasul, mana ada Nabi dan Rasul berzinah dengan anaknya sendiri, atau anak-anak Rasul saling dengki mendengki, mana ada Nabi dan Rasul mau bermabuk mabukan bahkan melakukan skandal, Nabi dan Rasul jelas maksum atau terpelihara dari adanya dosa, kisah-kisah ini akan kita dapati di beberapa kitabnya dari akidah lain, bahkan ada cerita Tuhan berkelahi dengan manusia, dan Tuhan kalah hingga akhirnya menyesal, bener-bener gendeng cerita ini…)
- Anak batara guru yang bernama Batara wisnu selingkuh dengan selingkuhan ayahnya (disini lagi-lagi terjadi skandal seks yang mirip dengan cerita cerita porno pada sebuah kitab dari akidah lain)
- Batara wisnu akhirnya menikahi wanita selingkuhan ayahnya itu (terjadi disini hubungan incest, mirip kisah dari kitab akidah lain dimana seorang Nabi digambarkan selingkuh dengan anaknya )
- Batara wisnu ketahuan ayahnya selingkuh hingga akhirnya ia pergi meninggalkan istrinya dan kemudian bertapa (ayah dan anak berebut wanita yang sama…. Disini seolah sudah tidak ada aturan dari Tuhan lagi, benar-benar jahiliah)
- Prabu Watu Gunung (penguasa giling wesi) adalah suami dari istri Batara wisnu yang bernama dewi sinta (disini terjadi incest, betul betul kisah yang biadab)
- Dewi sinta menyarankan agar Prabu Watu Gulung beristri bidadari (istrinya sadar bahwa dia sesungguhnya adalah ibunya sendiri, dan mana ada ibu mau dan rela dinikahi oleh anaknya, mana ada ibu tidak mengetahui anaknya sendiri).
- Batara Wisnu membunuh Prabu Watu Gunung yang merupakan anaknya sendiri karena dewi sinta telah dinikahi anaknya sendiri (ayah membunuh anak karena si anak telah menikahi ibunya sendiri, cerita yang aneh dan menggelikan.
- Keturunan Sanghyang Nurasa berhasil menyatukan seluruh jin, siluman kemudian menghilang di Gunung Tidar Magelang (Pengaruh jin sangat kuat pada masyarakat Jawa, memangnya orang Jawa selalu identik dengan gaib melulu, lha wong pada masa walisongo, masyarakat Jawa itu sudah banyak yang berpretasi dalam beberapa karya, sampai dengan tahun 1900an Masyarakat Jawa itu masih banyak yang menghasilkan pujangga pujangga seperti Ronggowarsito Azmatkhan).
- Salah satu ajaran masyarakat Jawa adalah MOKSA JAWI yaitu ilmu kesaktian yang berasal dari Jin atau Raja Lelembut yang bernama Raja Lautan dan ajaran ini digambarkan dalam bentuk keris (lagi-lagi orang Jawa digambarkan dengan cara seperti ini, ilmu itu asalnya dari Allah, Manusia lebih mulia dari Jin, kalau memang jin lebih mulia kenapa bumi ini yang diperintahkan untuk mengelolanya adalah manusia? Bukanlah dulu Iblis diperintahkan sujud kepada Adam, Iblis jelas terbuat dari api begitu pula Jin, kenapa Orang Jawa digambarkan serba klenik dan tidak cerdas, jelas cerita ini sangat menjatuhkan sosok masyarakat Jawa, sebagai seorang yang juga masih ada keturunan Jawa saya mengatakan bahwa buku ini sangat tidak layak dipercaya).
- Ki Ageng Supa dan Sunan Ampel digambarkan bertentangan hanya karena mau membuat senjata (padahal kedua-duanya berasal dari nasab yang sama, dan tidak pernah terjadi pertentangan).
- Para Shanghyang maupun bangsa Jin/ lelembut telah mengetahui lewat petunjuk gaib yang mereka terima, bahwa sebentar lagi pulau Jawa akan dibanjiri para pemimpin makhluk dari berbagai Negara (seolah pulau Jawa ini menggantungkan hidupnya hanya dari Jin atau mahluk halus, Khalifah dimuka bumi ini jelas adalah manusia, dan yang memberikan petunjuk adalah Allah melalui Nabi dan Rasulnya, tidak pernah ada dunia kepemimpinan didunia, mahluk halus bisa memimpin).
- Arya Damar diberi hadiah seorang putri china dalam keadaan hamil untuk kemudian disuruh untuk menikahi perempuan tersebut oleh Raja Majapahit (Arya Damar adalah pemimpin dan ulama, pantaskah dia melakukan hal ini, apakah ada dalam Islam ajaran menikahi wanita yang hamil ?) yang lebih celaka lagi, putri itu adalah istri Brawijaya , sedangkan disisi lain Arya Dillah atau Arya Damar diaggap anak kandung Brawijaya 5, tidak mungkin cerita ini!!!).
- Arya Damar atau Arya Dillah berasal dari mahluk raksasa yang suka daging mentah (aneh, mana ada manusia bernasabkan mahluk lain apalagi berasal dari mahluk raksasa, kelihatan sekali cerita mitosnya).
- Sunan Kalijaga diceritakan sebagai orang yang gemar judi dan merampok demi untuk membantu rakyat (apakah memang benar kalau Sunan Kalijaga seorang perampok dan tukang judi pada masa mudanya, padahal ayah, kakek, buyutnya adalah Azmatkhan yang alim dan pendakwah sejati, benarkah ayah Sunan Kalijaga seorang yang bakhil seperti yang digambarkan dalam beberapa film?).
- Adik Sunan Kalijaga digambarkan gila dan tidak berpakaian dan sudah tidak bisa mengerti bahasa manusia lagi (padahal semua adik Sunan Kalijaga sehat walafiat bahkan adik-adiknya juga merupakan wanita-wanita sholihah).
- Sunan Kalijaga tidur disebuah perempatan jalan didaerah Cirebon dengan kondisi auratnya yang berdiri, kemudian tidak lama Sunan Kalijaga digoda oleh istri istri dari Pangeran modang atau Sunan Gunung Jati (Cerita keji dan kejam! Sunan Kalijaga adalah Waliyullah yang nafsunya sudah bisa ditundukkan pada tingkatan tertinggi, Waliyullah itu dalam memandang nafsu sangat hina, mereka tidak mau nafsu membelengu dirinya, sampai-sampai seorang Sunan Bonang lama tidak menikah, hanya untuk berdekatan dengan Allah. Cerita ini sangat keblinger, karena Sosok Sunan Kalijga itu tinggi dimata wali-wali lain. Mana mungkin dia bisa digoda perempuan begitu saja, cerita ini jelas biadab karena istri-istri Sunan Gunung Jati semua adalah wanita-wanita sholihah dan alim dalam bidang agama, benar-benar keterlaluan menggambarkan istri Waliyullah seperti ini).
- Sunan Bonang menyuruh Sunan Kalijaga bertapa dipinggir sungai (apakah mungkin Sunan Bonang memerintahkan Sunan Kalijaga bertapa, sedangkan bertapa tidak ada dalam konsep Islam, sedangkan kedudukan Sunan Bonang adalah Waliyullah).
- Sunan Kudus mengajarkan kekerasan kepada muridnya yaitu Arya Penangsang (Sunan kudus adalah ulama yang juga Waliyullah, dan syarat seorang Waliyullah adalah hatinya bersih dan untuk masalah keduniawian nyaris sudah tidak ada lagi, jadi apakah mungkin beliau mengajarkan kekerasan kepada murid yang juga seorang penganut fanatic sebuah tarekat yang diusung oleh Syekh Abdul Qodir Jaelani).
- Sunan Prawoto dituduh membunuh Pangeran Bagus Surawiyata saat mau sholat Jumat (benarkah Sunan Prawoto membunuh pamannya yang mau beribadah?, apakah mungkin Sunan Prawoto meninggalkan sholat Jumat hanya karena dia mau membunuh pamannya, padahal dia sendiri adalah santri dan didikan keluarga besar Walisongo, tidak mungkin Sunan Prawoto membunuh pamannya, karena ternyata Pamannya justru mempunyai banyak keturunan, ini membuktikan jika pamannya ini tidak terbunuh, cerita ngawur darimana ini?).
- Sunan Prawoto pasrah ketika mau dibunuh (Sunan Prawoto sekalipun dia seorang Sultan yang lemah lembut, jangan dikira dia mudah untuk dibunuh, siapa yang bilang dia lemah, dan lagipula siapa yang mengatakan bahwa ia sakit sakitan dan buta? Padahal syarat seorang Sultan adalah sehat jasmani dan rohani, jelas kisah pembunuhan ini adalah kebohongan besar dalam sejarah demak).
- Ratu Kalinyamat digambarkan marah-marah kepada Sunan Kudus karena Sunan Kudus merestui Arya Penangsang membunuh Sunan Prawoto (mana ada santri memarahi kyainya dan mana ada guru menyuruh murid untuk membunuh keluarganya sendiri, perlu diketahui Sultan Hadiri yang katanya dibunuh Arya Penangsang itu justru menantu Sunan Kudus, jadi bagaimana mungkin seorang mertua membunuh menantu, jelas kisah ini adalah sesat menyesatkan, etika dalam keluarga besar Azmatkhan itu sangat tinggi, manalah mungkin seorang santri memarahi kyainya, jangankan marah-marah, mau bertanya saja kadang santri itu sungkan pada kyainya, ini malah marah-marah, memangnya Ratu Kalinyamat segitu rendah etikanya, beliau kan keturunan Sultan yang sudah terbiasa dengan toto kromo).
- Ratu Kalinyamat bertelanjang bulat dan sebagai ganti tutup tubuhnya adalah rambut demi untuk balas dendam, (mana ada wanita yang merupakan didikan ulama ulama besar melakukan perbuatan bejat seperti ini, apalagi sampai membuka Aurat hanya untuk pembalasan dendam, Ratu Kalinyamat adalah wanita Sholihah dan juga tangguh, mana mungkin dia merendahkan dirinya seperti itu).
- Sunan Kudus digambarkah masih belum puas jika Jaka Tingkir belum mati dan Sunan Kudus juga setuju apabila Jaka Tingkir mati secara misterius (apakah sedemikian bejatnya Sunan Kudus, padahal beliau adalah WALIYUL ILMI dan Ulama yang menjadi anggota Majelis Dakwah Walisongo, seolah Sunan Kudus ini seorang yang haus darah, bener-benar tulisan keblinger).
- Ki Ageng Selo yang pernah menangkap petir, kemudian petir itu dilepaskan, kemudian petir ini bisa berumah tangga dan kemudian mempunyai anak dan kemudian anaknya bernama Gundala Putra petir (Nasab manusia itu jelas berasal dari manusia, tidak ada manusia itu berasal dari cacing, bidadari, petir, siluman, jin, dll, manusia bernasabkan kepada manusia, manusia tidak bernasabkan kepada makhluk lain).
- Panembahan Senopati dianggap beristri dengan jin penguasa lautan (panembahan senopati adalah penguasa besar dan beliau juga merupakan seorang yang sangat memahami ajaran Islam, apalagi datuk datuk beliau adalah Azmatkhan, sekalipun beliau ini besar, rasanya sangat aneh jika beliau ini dikaitkan pernikahannya dengan mahluk lain).
- Trunojoyo dibunuh, hatinya dicacah dan dibagi bagikan kepada bupati dan dimakan bersama, kemudian kepalanya dijadikan keset (benarkah perlakuan ini terjadi? Benarkah ini betul betul terjadi ? apalagi yang melakukan adalah orang-orang Islam sendiri, seolah mereka yang melakukan ini orang orang yang senang dengan kanibalisme, barbar dan vandalisme).
KESALAHAN TULISAN NASAB PADA BABAD TANAH JAWA MISALNYA :
1. Adam, beristeri Hawa,
2. Syits (Esis), beristeri Dewi Siti Mulat,
3. Sayid Anwas
4. Sultan Kinan, (istilah Sultan tidak ada dalam penulisan nasab pada masa ini,
5. Sultan Manail, (istilah Sultan tidak ada pada masa ini,)
6. Sultan Barat (seharusnya Yarid)
7. Idris (Edris)
8. Sultan Muntawal (seharusnya Matul Syalakh)
9. Sultan Lemah (tidak ada gelar Sultan dalam susunan nasab pada nama ini, seharusnya nama yang benar adalah Lamik)
10. Nuh,
11. Sem (maksudnya Sam bin Nuh)
12. Prabu Irparsat (maksudnya Arsfakhsyad)
13. Baginda Saleh (Sholih)
14. Sayidin ‘Anbar (Abir)
15. Sultan Rangu, (seharusnya nama Ra’u)
16. Prabu Susuruh, antara lain berputra (seharusnya Sarukh)
17. Sayidina Kur, antara lain berputra (Seharusnya Narukh)
18. Patih Nadjar, antara lain berputra (seharusnya Azar, Azar sebenarnya bukan ayah Nabi Ibrahim AS, ayah Nabi Ibrahim adalah Tarukh, Azar disebut ayah, namun ayah disini bukanlah ayah kandung tapi ayah panggilan)
19. Ibrahim menikah dengan Siti Hajar,
20. Isma’il
Penulisan diatas mungkin masih bisa kita fahami dan maklumi, karena sumber tulisan yang dipakai adalah masih berdialekan Jawa, namun untuk gelar-gelar yang ada, terkesan sangat aneh dan mengada-ngada, sebab nama-nama gelar yang ditulis seperti gelarPrabu, Baginda, Sultan, Sayyidin. Sayid, dan Patih itu masanya siapa? Bukankah gelar-gelar tersebut baru ada pada masa abad ke 6 Masehi dan abad seterusnya, jelas penulisan tersebut patut dipertanyakan.
Untuk Selanjutnya dari Nabi Ismail s/d Nabi Muhammad SAW banyak generasi yang hilang dan ditulis pada nasab dibawah ini, dan kelihatan sekali jika yang menulis Babad Tanah Jawi ini tidak menguasai nasabnya Rasulullah SAW, terutama urutan nasab Rasulullah SAW sampai Nabi Ibrahim AS. Susunan Nasab dari Nabi Ismail AS langsung menuju ‘Ujar (Nizar), padahal disitu masih banyak leluhur Nabi yang tidak ditulis, entah apa maksudnya dari penyusun “kitab” ini yang begitu nekat memotong nasabnya Rasulullah SAW.Nasabnya Rasulullah SAW langsung masuk pada nama dibawah ini.
21. Sayidina ‘Ujar (seharusnya Nizar)
22. Sayidina Malar (seharusnya Mudhar)
23. Sayidina Ilyah (Seharusnya Ilyas)
24. Sayidina Malrikah (maksudnya Mudrikah)
25. Sayidina Kangat (maksudnya Ka’ab)
26. Sayidina Marah (seharusnya Murroh)
27. Prabu Kalap (seharusnya Qilab)
28. Sayidina Kasa (seharusnya Qusai)
29. ‘Abdulmanab
30. Baginda Sim, (maksudnya Hasyim tapi salah penulisan, atau memang sengaja?)
31. ‘Abdul Muntalib, antara lain berputra
32. ‘Abdullah, berputra
Dalam urutan Nasab Rasulullah SAW kebawah banyak juga generasi yang hilang, lihat susunan nasab beliau ini:
33. Sayidina Maulana (Gusti Rosul = Muhammad SAW), beristeri Khadijah, antara lain
berputra
34. Fatimah, bersuami Ali bin Abi Thalib, antara lain berputra
35. Sayidina Kusen (harusnya sayyidina Husein, mungkin ini ejaan lama)
36. Sayidina Maulana Zainal ‘Abidin, (seharusnya nama ALI dicantumkan)
37. Sayidina Maulana Zainal ‘Alim, (ini jelas nama yang salah, tidak ada nama ini, seharusnya Muhammad Al Baqir)
38. Syekh Zainal Kabir, (tidak ada nama ini seharusnya nama yang benar Jakfar Shodiq)
39. Syekh Namudinilkabir (seharusnya nama Ali Al Uraidhi, jelas nama Syekh Namudinilkabir salah, apalagi disitu ada gelar Syekh, padahal gelar Syekh populer dipakai pada abad ke 16 Masehi)
40. Syekh Namujuldinil Kubra, (tidak ada nama ini, lagi-lagi kesalahan fatal, yang benar adalah Muhammad An-Naqib)
41. Syekh Sema’un, (tidak ada nama ini, seharusnya Isa Arrumi)
42. Syekh Chasan, (tidak ada nama hasan dalam urutan nasab di generasi ini, seharusnya nama yang benar adalah Imam Ahmad Al Muhajir)
43. Syekh ‘Abdullah, (Abdullah memang benar, tapi yang mahsyur adadalah Ubaidhillah)
44. Syekh ‘Abdulrahman, (tidak ada nama Abdurrahman, seharusnya Alwi Al Mubtakir, jelas ini ada karangan nama)
45. Syekh Maulana Mahmudinilkabir, (tidak ada nama ini, seharusnya yang benar Muhammad Shohibus Ashouma’ah)
46. Syekh Mahmuddinilkobra, (tidak ada nama nasab ini, seharusnya Alwi Atsani)
Pada Generasi selanjutnya nama-nama selanjutnya ini tidak ada didalam nasab yang disebutkan seperti :
- Ali Kholi’ Qosam
- Muhammad Shohib Marbat
- Alwi Ammul Faqih
- Abdul Malik Azmatkhan
- Abdullah Azmatkhan
- Ahmad Syah Jalaludin Azmatkhan
- Husein Jamaluddin Jumadhil Kubro Azmatkhan
- Ibrahim Zaenudin Al Akbar As-Samarkandy Azmatkhan
Ada 8 generasi yang dihilangkan dalam nasab yang disusun dibuku Babad Tanah Jawa ini, justru nasab langsung loncat seperti yang dibawah ini :
47. Maulana Iskak, beristeri Dewi Sekardadu Dewi Sekardadu merupakan putri Prabu Menak Sembuyu, putra Brawijaya V, putra Bhre Wirabumi. Maulana Iskak, beristeri Dewi Sekardadu antara lain berputra :
48. Sunan Giri (Prabu Satmata), antara lain berputra
49. Syekh Wali Lanang, antara lain berputra
50. Sunan Giri II, antara lain berputra
51. Pangeran Saba, antara lain berputra
52. Nyi Sabinah, bersuami Ki Ageng Mataram (Pemanahan), antara lain berputra
53. Sutawijaya.
Sumber :
Babad Tanah Jawi, W.L Olthop, tahun 1941 Alih Bahasa : HR Sumarsono, Penerbit Narasi Jogyakarta, 2011.
Babad Tanah Jawi Galuh Mataram, Dr. Suwito Santoso, Delanggu : CV Citra Jaya Murti, 1970.